Komunikasi Politik Yang Menyentuh Perasaan

author Pahlevi

- Pewarta

Sabtu, 20 Jul 2024 09:34 WIB

Komunikasi Politik Yang Menyentuh Perasaan

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Baca Juga: Mengenang Sang Profesor Yang Santun

Surabaya (optika.id) - Saya waktu kecil tahun 1960 an ikut-ikut mendengarkan pidato presiden Soekarno bersama-sama orang kampung saya di Surabaya dan saya saksikan semua orang yang mendengarkan itu ketenggengen bahasa Jawa yang berarti terpaku, karena cara pidato Bung Karno begitu beliau dipanggil yang diluar pakem pidato resmi yang kaku dan membosankan. Bung Karno bisa mengaduk-aduk perasaan jutaan orang Indonesia waktu itu karena seringkali menyusupkan cerita yang bernuansa humaniora, kemanusiaan.

Saya harus belajar dari sahabat saya ahli ilmu komunikasi dari Universitas Padjajaran Bandung Prof. Deddy Mulyana tentang pidato semacam itu dari persepktif ilmu komunikasi. Namun saya melihat pidato seperti itu dari perspektif strategi komunikasi politik.

Strategi itu saya lihat pada diri mantan presiden Donald Trump dalam pidato yang diluar pakem pidato resmi ketika  menerima nominasi presiden pada hari Kamis tanggal 18 Juli pada malam keempat dan terakhir Konvensi Nasional Partai Republik di Milwaukee dimanadia menceritakan secara terperinci tentang upaya pembunuhan akhir pekan lalu ketika seorang pria bersenjata menembaknya selama rapat umum kampanyedi Pennsylvania. Tone atau nada bicara Trump yang lirih penuh emosi ditambah dengan penampilan telinganya yang dibalut perban kecil akibat penembakan itu menambah suasana haru dan mampu meng-hipnotis pendukungnya dalam konvensi itu, terlihat hampir semuanya meneteskan air mata.

"Saya akan memberi tahu Anda apa yang terjadi. Dan Anda tidak akan pernah mendengarnya dari saya untukkedua kalinya karena sebenarnya terlalu menyakitkan untuk dikatakan," Memalingkan kepalanya untuk melihat foto dirinya yang bersimbah darah. "Saya mendengar suara mendesing keras dan merasakan sesuatu menghantam saya sangat, sangat keras di telinga kanan saya," kenang Trump. "Saya berkata pada diri sendiri, 'Wow, apa itu? Itu hanya bisa saja peluru." Saya menggerakkan tangan saya ke telinga kanan saya, menurunkannya, dan tangan saya berlumuran darah."Trump mengatakan dia segera tahu bahwa dia "diserang."

Baca Juga: Pernyataan Provokatif Menteri Israel yang Berbahaya

Trump dalam pidatonya selama 90 menit tampaknya secara serius merenungkan seberapa dekat dia terbunuh pada satu titik, berkomentar bahwa dia tidak yakin dia dimaksudkan untuk selamat dari serangan itu. "Saya tidak seharusnya berada di sini malam ini," kata Trump, sebelum kerumunan mulai meneriakkan, "Ya, Anda! disini". Saya berdiri di hadapan Anda di arena ini hanya dengan rahmat Tuhan Yang Maha kuasa," tambahnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Para hadirin mendengarkan pidato yang bernada sedih itu dalam suasana hening dan semuanya meneteskan air mata apalagi ketika Trump menyebut Tuhan yang menolongnya.

Trump lalu menceritakan bahwa salah satu orang pendukungnya kena peluru pembunuh, dia adalah seorang anggota pemadam kebakaran. "Tragisnya penembak itu merenggut nyawa salah satu rekan Amerika, Corey Comperatore, orang yang luar biasa, semua orang memberi tahu saya," kata Trump. Di atas panggung bersama Trump adalah helm dan jaket pemadam kebakaran Comperatore. Trump berjalan mendekat dan mencium helm sebelum menyerukan hening sejenak dari kerumunan konvensi.

Baca Juga: Demokrasi Seakan-akan..

Gaya Trump menceritakan semua itu dengan suara pelan penuh kesedihan dan mendekati jaket dan helm yang ditaruh diatas panggung dan mencium helm almarhumCorey sambil berbisik pelan menyebabkan para hadirin menangis haru.

Sebelum Trum berpidato, Kai Trump cucu mantan presiden itu yang berumur 17 tahun berpidato yang menunjukkan sisi Akung (kakek) yang mencintai keluarga. Dia mengatakan Media membuat kakek saya tampak seperti orang yang berbeda, tetapi saya mengenalnya apa adanyadia sangat peduli dan penuh kasih; dia benar-benar menginginkan yang terbaik untuk negara ini.

Sekali lagi saya bukan ahli ilmu komunikasi, namun melihat cara Trump berpidato dengan nada pelan, dengan wajah sedih, mencium helm almarhum Corey sambil berbisik ditambah dengan pidato kesaksian cucunya tentang sisi baik Donald Trump merupakan strategi komunikasi politik yang jitu, sehingga para hadirin tidak fokus pada isi pidatonya tentang kebijakan imigrasi, tentang ekonomi, tentang keamanan batas negara AS, tentang perang di Ukraina dsb, namun melihatnya sebagai sosok yang mereka anggap sebagai figure yang cocok memimpin Amerika Serikat. Selain itu EO konvensi itu juga bagus yang mengemas suasana haru, dengan menampilkan foto-foto Trump yang berlumuran darah dan menampilkan jaket dan helm almarhum pendukunynya.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU