Pragmatisme Dalam Politik

author Danny

- Pewarta

Jumat, 05 Apr 2024 14:41 WIB

Pragmatisme Dalam Politik

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Baca Juga: Percobaan Pembunuhan Ke 2 Terhadap Trump

Surabaya (optika.id) - Ada jutaan rakyat yang menganggap bahwa pemilu dan pilpres 2024 penuh kecurangan dan harapan mereka adalah para wakil-wakil rakyat yang dipilih mereka mengajukan hak angket untuk menanyakan kepada pemerintah tentang tuduhan-tuduhan ketidakjujuran dalam pemilu/pilpres 2024 itu.

Ribuan orang diantaranya telah melakukan demonstrasi didepan gedung DPR Senayan untuk mendorong para wakil-wakil rakyat itu berani mengajukan hak angket. Di antara mereka ada emak-emak yang menangis memohon para anggota DPR mengerti harapan mereka.

Lalu jutaan rakyat itu mungkin kecewa karena apa yang diharapkan itu berbeda dengan kenyataan. Kenyataannya pada hari Kamis tanggal 4 April 2024 Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Habiburrahman mengatakan mengaku senang karena dalam penutupan masa persidangan IV di DPR RI, tidak ada anggota yang menyuarakan penggunaan hak angket kecurangan pemilihan umum (pemilu) 2024.

Dia mengatakan sidang paripurna sudah ditutup oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, dan tidak ada wacana penggunaan hak angket. "Yang jelas angket nggak jadi ya. Ini (sidang paripurna) sudah ditutup ya kan. Alhmadulillah angket tidak jadi," kata Habibur di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2024).

Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani juga telah merespons soal wacana angket yang hendak digulirkan di DPR. Puan hanya memberikan gestur menggelengkan kepala saat ditanya kelanjutan wacana angket tersebut.

Ada yang menduga bahwa hak angket itu gagal karena ada upaya menggembosi para anggota dewan yang terhormat untuk tidak mengajukan hak angket itu. Lobi-lobi politik antara para petinggi politik rutin dijalankan mungkin dengan tawar menawar politik atau political bargaining tentang aku dapat bagian apa nanti di pemerintahan, atau apakah partai saya dapat saham di perusahaan-perusahaan negara dsb.

Baca Juga: Asosiasi Pengusaha Juga Dipecah – Belah Seperti Parpol

Itulah prgmatisme dan politk dimana rakyat tidak banyak yang faham.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Brent Nelson, PhD, seorang mantan professional software dan penganut politik liberal di Amerika Serikat mengatakan: Political pragmatism values reality over ideology. It's recognition that while a politician's first job is to get elected, the second job is to do what is right, to the extent that the politician can convince the people to support it. (Pragmatisme politik menghargai realitas di atas ideologi. Ini adalah pengakuan bahwa sementara pekerjaan pertama seorang politisi adalah untuk dipilih, pekerjaan kedua adalah melakukan apa yang benar, sejauh politisi dapat meyakinkan orang-orang untuk mendukungnya.

Sementara itu Aditya Jaiswal seorang Analis Youtuber memberikan contoh tentang pragmatisme politik: When the ex-Chinease President Deng Xioping declared the Open Door policy (pseudo liberlization), the critics questioned such a move by a Communist country. He replied - " it doesn't matters whether a cat is black or white, if it catches a mice, it is a good cat". Meaning- It doesn't matters whether we follow Capitalism or Communism or a mix of both, whatever we choose should boost the economy of China. This reply is often cited as a classical example of political pragmatism.

(Ketika mantan Presiden Chinese Deng Xioping mendeklarasikan kebijakan Pintu Terbuka (liberlisasi semu), para kritikus mempertanyakan langkah semacam itu oleh negara Komunis. Dia menjawab - "tidak masalah apakah kucing itu hitam atau putih, jika menangkap tikus, itu adalah kucing yang baik "Tidak masalah apakah kita mengikuti Kapitalisme atau Komunisme atau campuran keduanya, apa pun yang kita pilih harus meningkatkan ekonomi China.

Baca Juga: Oh Ternyata Itu Hanya Analisa To …

Jawaban ini sering dikutip sebagai contoh klasik pragmatisme politik.")

Pendeknya artinya pragmatis dalam politik itu adalah ideologi politik yang mengacu pada pengambilan keputusan berdasarkan situasi saat ini, sambil mempertahankan unsur-unsur kebijakan konservatif. Singkat kata, pragmatisme dalam politik itu pengambilankeputusan berdasarkan situasi (yang menguntungkan tentunya) yang berbeda dengan harapan-harapan.

Bulan-bulan ini dan ke depannya nampaknya rakyat akan disuguhi dengan keputusan-keputusan politik yang pragmatis (termasuk keputusan MK?) yang jauh dari kenyataan yang diharapkan banyak orang.

Itulah politik.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU