Jakarta (optika.id) - Tiga orang hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan pendapat berbeda atau dissenting opinion dalam putusan perkara sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 yang diajukan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Ketua MK Suhartoyo menyebutkan, tiga hakim MK tersebut adalah Saldi Isra, Enny Nurbainingsih, dan Arief Hidayat.
Publik dibuat penasaran dengan istilah dissenting opinion atau pendapat beda yang dikeluarkan 3 hakim dalam putusan sidang sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024).
Dissenting Opinion, umumnya berada dalam hukum peradilan tingkat tinggi dan juga menunjukan adanya satu atau lebih pendapat ketidaksetujuan hakim terhadap putusan persidangan dari mayoritas hakim.
Meski bukan hal baru dalam teori atau praktik hukum, pemahaman mengenai dissenting opinion masih bisa dibilang sangat penting dan perlu untuk diuraikan sebagai upaya untuk memberikan perspektif mengenai eksistensi penggunaan mekanisme dissenting opinion.
Tujuannya tidak lain adalah untuk memperkaya korpus hukum dengan menyikapi kondisi saat ini dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi terjaganya supremasi hukum di Indonesia.
Mengutip situs Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, mekanisme dissenting opinion juga menjadi salah satu aspek hukum yang juga harus diluruskan guna mencegah terbentuknya opini yang keliru dalam masyarakat, karena masyarakat mulai membangun kesan bahwa perbedaan pendapat hakim yang termuat dalam dissenting opinion, merupakan suatu rekayasa hukum, alih-alih berusaha menjunjung supremasi hukum, justru mengarah pada pandangan negatif terhadap penegakan hukum, sehingga hakim terkesan terpecah belah.
Pandangan demikian yang hendak diluruskan dengan sedikit memberikan perspektif penalaran mengenai mekanisme dissenting opinion.
Hakikat dari adanya dissenting opinion adalah terjadinya perbedaan atau pemahaman menyangkut perbedaan pendapat antar hakim yang ada mengenai perkara yang sedang ditanganinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Lebih jauh lagi hal ini adalah pendapat seorang hakim atau lebih yang menyatakan ketidaksetujuan terhadap keputusan mayoritas hakim dalam majelis hakim yang mengambil keputusan dalam persidangan.
Pendapat ini nantinya akan tetap dimasukkan dalam keputusan. Namun perbedaan pendapat tersebut tidak akan menjadi preseden yang mengikat dan tetap akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari sebuah putusan.
Mengapa muncul perbedaan pendapat oleh hakim, bagaimana perbedaan pendapat tersebut justru dikhawatirkan mengundang keraguan publik akan ketidakmungkinan menjamin kepastian hukum?
Sesuatu yang sudah dianggap sebuah kewajaran, bahwa setiap orang tentu tidak akan luput dari perbedaan pendapat. Bidang ilmu hukum menganggap perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah apalagi dalam sebuah negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan, karena perbedaan dianggap sebagai suatu ciri budaya yang sudah menjadi hal yang lumrah dalam masyarakat.
Kata "perbedaan pendapat" berarti berpendapat melawan mayoritas. Ketika suatu kasus dipimpin oleh beberapa hakim, para hakim tersebut (atau "hakim", jika kasusnya adalah Mahkamah Agung) yang merasa dirugikan dalam putusan terkadang akan menulis apa yang dikenal sebagai "dissenting opinion".
Sebelumnya, MK menyatakan menolak permohonan sengketa hasil Pilpres 2024 yang diajukan oleh Anies-Muhaimin serta Ganjar-Mahfud.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Suhartoyo.
Editor : Pahlevi