Hukuman Mati Untuk Industri Tekstil

author Pahlevi

- Pewarta

Senin, 17 Jun 2024 17:25 WIB

Hukuman Mati Untuk Industri Tekstil

Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Baca Juga: Percobaan Pembunuhan Ke 2 Terhadap Trump

Surabaya (optika.id) - Saya pas hari libur Idul Adha ini rutin melihat TV dan podcast internasional tentang update kejadian-kejadian penting di arena politik global. Namun saya sisihkan fokus mencermati berita internasional itu ketika saya tertarik sekaligus terkejut membaca berita dan melihat youtube tentang keluhan asosiasi tekstil atas kemudahan masuknya produksi tekstil impor.

Adalah Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Danang Girindrawardana dalam tayangan CNBC Indonesia mengkritisi kebijakan pemerintah yang terkesan tidak mendukung industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri.

Salah satu kebijakan yang dianggap lebih berpihak ke kepentingan asing adalah Permendag 8/2024 yang memberi ruang bagi masuknya impor tekstil asing. Imbasnya industri lokal harus kembali menghadapi persaingan dengan produk asing di pasar dalam negeri. Bukti Permendag 8/2024 berpihak ke asing juga tercermin dari apresiasi yang diberikan 9 Kadin Asing kepada Menko Perkeonomian Airlangga Hartarto terkait Permendag 8/2024.

Pak Danang mengeluh dan memprediksi bahwa akibat peraturan pemerintah memudahkan produk tekstil impor masuk ke Indonesia maka akan ada sekitar 10.000 30.000 kontainer produk tekstil impor masuk ke Indonesia setiap bulan tahun 2024. Saya bisa menduga ribuan kontainer itu sebagian besar berasal dari negeri Cina. Padahal satu kontainer itu berisi ribuan jenis produk garmen baik untuk dewasa maupun anak-anak. Dia juga memprediksi para penjual garmen terkenal yang ada di Bandung misalnya akan terdampak dengan adanya kemudahan impor tekstil ini. Dan yang hancur tidak hanya penjual garmen tapi para industri tekstil nasional.

Baca Juga: Asosiasi Pengusaha Juga Dipecah – Belah Seperti Parpol

Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) mencatat, setidaknya ada 13.800 orang pekerja pabrik Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang jadi korban PHK sejak awal tahun 2024. PHK industri TPT itu imbas tutupnya pabrik imbas turunnya permintaan pasar ekspor. Namun di sisi lain persoalan dalam negeri juga menjadi penekan bisnis tekstil, hal ini terkait dengan serbuan produk impor hingga kebijakan yang tidak berpihak ke industri lokal.Permendag 8/2024 disebut Danang sebagai 'injeksi mati' bagi industri tekstil karena membuka keran impor produk tekstil yang tidak dibutuhkan karena sudah diproduksi oleh produsen lokal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Seperti diketahui Kementerian Perdagangan melakukan relaksasi perizinan impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Permendag ini merupakan perubahan ketiga dari Permendag 36 Tahun 2023 sebagai upaya mengatasi penumpukan kontainer di pelabuhan. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, perubahan ketiga Permendag 36/2023 semangatnya kembali ke Permendag 20/2021 jo. 25/2022. Inti pengaturannya, produk elektronik, obat tradisional dan suplemen kesehatan, kosmetik dan perbekalan rumah tangga, mainan, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas, dan katup tidak memerlukan Pertek dari Kementerian Perindustrian dengan pengaturan pengawasan tetap di border, kecuali untuk kode HS tertentu. Sri Mulyani melanjutkan, untuk menyelesaikan permasalahan perizinan impor dan penumpukan kontainer di pelabuhan, sebanyak 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok dan 9.111 kontainer di Tanjung Perak, serta sejumlah kontainer di berbagai pelabuhan utama lainnya mendapatkan relaksasi.

Saya ingat teman saya yang mempunyai toko klontong yang menjual macam-macam barang kebutuhan sehari-hari termasuk baju batik memberi info kalau dia sedang berada di Jakarta (Tanah Abang dan Thamrin City) untuk kulakan batik. Saya dengan heran bertanya kenapa tidak kulakan di Yogjakarta atau Solo, dia tidak menjawab cuma mengirim foto bal-bal an kiriman baju batik dari Jakarta ke pemesannya di Yogyakarta. Saya sendiri pernah mengecek di Thamrin City ada baju batik laki-laki yang harganya Rp 45.000 sementara sepupu saya yang meneruskan industri batik tulis tradisioanl khas Sidoarjo dari nenek saya menjual kain batik tulis Rp 200.000 lebih. Pembeli sekarang tidak melihat apakah itu batik tulis atau tidak, tapi yang dilihat adalah harganya murah atau tidak.

Baca Juga: Oh Ternyata Itu Hanya Analisa To …

Sayangnya menurut pak Danang tadi, pemerintah ketika membuat Peraturan Kementrian Perdagangan nomor 8/2024 itu tidak mengajak diskusi para pemangku asosiasi tekstil.

Pada dasarnya keluhan pak Danang itu tersirat pertanyaan kenapa negara kita lebih memberikan kemudahan kepada asing daripada kepada anak-anak bangsa sendiri yang seperti industri tekstil, penjual pakaian dan para pengelola UMKM.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU