Oleh: Agus M. Maksum, Penggemar Sejarah
Baca Juga: Prahara Istana: Raja Vs Pangeran dan Pecahnya Singgasana Berujung Perang Jawa
Surabaya (optika.id) - Setelah jatuhnya Kerajaan Singasari di tangan Jayakatwang, Raden Wijaya mendapati dirinya berada di persimpangan yang menentukan. Dengan kerajaan yang telah hancur dan mertuanya, Raja Kertanegara, yang tewas, ia menyadari bahwa tidak ada jalan mudah untuk merebut kembali kekuasaan. Namun, sebagai seorang pemimpin muda yang cerdik, Raden Wijaya tahu bahwa kekuatan fisik bukanlah satu-satunya senjata yang bisa ia gunakan. Dia membutuhkan strategi politik yang bisa menempatkannya kembali di jalur kekuasaan.
Berangkatlah Raden Wijaya ke Madura untuk meminta nasihat dari Arya Wiraraja, seorang Bupati yang terkenal bijak dan pernah menjadi penasihat Singasari. Arya Wiraraja, yang melihat potensi besar dalam diri Raden Wijaya, memberikan saran yang menentukan: "Pura-puralah tunduk kepada Jayakatwang. Dengan begitu, kau bisa mendapatkan kembali kekuatanmu dan mencari celah untuk menghancurkan musuh-musuhmu."
Raden Wijaya menerima nasihat itu dan kembali ke Jawa dengan niat yang sudah mantap. Dia menyerah kepada Jayakatwang, yang mengira bahwa Raden Wijaya telah benar-benar menyerah dan tidak lagi menjadi ancaman. Sebagai balasan atas sikap tunduknya, Jayakatwang memberinya wilayah di Tarik, sebuah hutan belantara yang kelak akan menjadi cikal bakal Kerajaan Majapahit.
Di Tarik, Raden Wijaya diam-diam memperkuat posisinya. Ia mulai membangun daerah tersebut dan mempersiapkan pasukannya, menunggu saat yang tepat untuk bergerak. Kesempatan itu datang ketika pasukan Mongol, yang dipimpin oleh Kubilai Khan, tiba di Jawa pada tahun 1293 untuk menghukum Jayakatwang. Raden Wijaya melihat kesempatan ini untuk membalas dendam dan sekaligus menyingkirkan kedua musuh besarnya.
Dia mengirim utusan kepada pasukan Mongol, menyatakan dirinya sebagai pewaris sah Kerajaan Singasari dan menawarkan aliansi untuk menyingkirkan Jayakatwang. Mongol, yang memiliki dendam tersendiri terhadap Jayakatwang, menerima tawaran itu. Bersama-sama, mereka melancarkan serangan yang berhasil menumbangkan Jayakatwang dan menguasai Kediri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Namun, Raden Wijaya tidak berniat untuk membiarkan pasukan Mongol yang kuat itu menetap di Jawa. Setelah kemenangan atas Jayakatwang, Raden Wijaya mengundang pasukan Mongol untuk merayakan kemenangan mereka bersama di Majapahit. Dalam undangan itu, ia menjanjikan upeti dan hadiah yang besar sebagai tanda terima kasih.
Pasukan Mongol yang kelelahan dan terbuai oleh kemenangan menerima undangan tersebut. Mereka membawa kapal-kapal besar mereka menyusuri Sungai Brantas menuju Majapahit, tanpa menyadari bahwa ini adalah bagian dari siasat Raden Wijaya. Saat mereka tiba, Raden Wijaya menyambut mereka dengan pesta besar yang melimpah ruah makanan dan minuman. Pasukan Mongol pun larut dalam kemeriahan, banyak yang mabuk dan lengah.
Di tengah malam, ketika kapal-kapal besar Mongol yang berjajar di Sungai Brantas terjebak di aliran sungai yang sempit dan pasukannya dalam keadaan mabuk, Raden Wijaya memerintahkan serangan mendadak. Pasukan Majapahit yang telah siap sejak awal menghancurkan kapal-kapal besar Mongol yang tidak bisa bergerak, sementara pasukan Mongol yang terdesak dan mabuk dibantai tanpa ampun. Sisa pasukan Mongol yang selamat melarikan diri, kembali ke Tiongkok dengan kekalahan yang memalukan.
Dengan strategi politik yang cerdik ini, Raden Wijaya berhasil mengalahkan dua musuh besar dalam satu langkah. Jayakatwang dan Mongol, dua kekuatan yang pernah mengancamnya, kini telah dikalahkan dengan kecerdikan dan tipu daya. Pada 10 November 1293, Raden Wijaya mendeklarasikan berdirinya Kerajaan Majapahit, menjadikan dirinya sebagai raja pertama dengan gelar Kertarajasa Jayawardhana. Majapahit kemudian tumbuh menjadi kerajaan besar yang mempengaruhi sejarah nusantara, semua berkat langkah politik cerdas yang diambil oleh Raden Wijaya.
Editor : Pahlevi