Ketidakpastian Politik Juga Penyebab Jatuhnya Harga Saham

author Pahlevi

- Pewarta

Rabu, 19 Mar 2025 12:02 WIB

Ketidakpastian Politik Juga Penyebab Jatuhnya Harga Saham


Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Optika.id - Para investor, pengusaha besar, politisi, diplomat, kepala negara, analis keuangan, ekonom dsb dari negara lain tentu bisa menyimpulkan bahwa apabila ada kejadian pasar saham disuatu negara di "suspend" atau dihentikan sementara, maka itu merupakan indikasi adanya gejolak perekonomian yang cukup signifikan disuatu negara.

Baca Juga: Usulan Genjatan Senjata di Ukraina Jebakan Bagi Putin?

Hal itu menjadikan signal bagi para para pemegang uang, investor, pengusaha, pebisnis dan lain-lain untuk menarik uangnya yang ditanamkan disuatu negara dan dialihakan ke negara lain yang lebih aman. Kalau hal ini tidak diatasi maka dikhawatirkan akan adanya "rush" atau penarikan uang besar-besaran dari negara yang pada akhirnya akan meruntuhkan ekonomi negara yang bersangkutan.

Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, baru-baru ini diisukan mengundurkan diri karena kondisi ekonomi Indonesia yang tidak baik-baik saja terutama kejadian di pasar modal Jakarta. Jeng Sri Mulyani menepis rumor itu dan menegaskan bahwa dirinya masih menjalankan tugas sebagai Menteri Keuangan dan tetap fokus mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) serta keuangan negara secara profesional. Pernyataan ini disampaikan dalam konferensi pers di Gedung Ditjen Pajak, Jakarta, pada Selasa (18/3/2025), sebagai respons terhadap berbagai rumor yang menyebutkan dirinya akan mundur dari jabatan.

Dalam kesempatan tersebut, Sri Mulyani menekankan bahwa dirinya tetap menjalankan amanah yang diberikan oleh Presiden untuk memastikan pengelolaan fiskal negara tetap berada dalam kondisi yang baik. Isu mengenai pengunduran dirinya sempat menjadi sorotan publik, terutama karena dikaitkan dengan anjloknya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hingga 5 persen. Terkait anjloknya IHSG, BEI sempat melakukan penghentian sementara perdagangan selama 30 menit pada sesi pertama perdagangan. Hal ini dilakukan untuk meredam volatilitas pasar yang dipicu oleh berbagai spekulasi.

Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat dihentikan sementara akibat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hingga 5 persen pada Selasa (18/3/2025) siang. Merespons kejadian tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati justru membeberkan bukti bahwa investor masih mempercayai Indonesia. Hal ini terbukti dari lelang surat utang negara (SUN) yang laris manis diborong oleh investor.

Umumnya narasi yang diungkapkan pihak pemerintah bahwa volatilitas pasar itu diakibatkan oleh kondisi perekonomian global yang tidak menentu akibat berbagai pergolakan politik dan perdagangan global.

Namun pihak luar negeri ada yang berpendapat bahwa jatuhnya harga-harga saham di Indonesia itu disamping karena kondisi ekonomi yang mandek juga dikarenakan adanya ketidakstabilan politik dalam negeri Indonesia. Salah satu media luar negeri yakni The Business Times tanggal 18 Maret 2025 menurunkan artikel yang berjudul: "Indonesian stock dive triggers trading halt amid fears of economy stalling and political uncertainty" (Penurunan saham Indonesia memicu penghentian perdagangan di tengah kekhawatiran ekonomi yang terhenti dan ketidakpastian politik).

Elisa Valenta koresponden The Business Times menyebutkan bahwa kekhawatiran akan perlambatan ekonomi dan ketidakpastian atas kebijakan Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengguncang investor, memicu aksi jual pasar yang memicu penghentian perdagangan pada hari Selasa (18 Maret) karena indeks acuan anjlok.

Baca Juga: Semoga Bukan Pencitraan

The Jakarta Composite Index (JCI) anjlok hingga 5 persen, mencatat penurunan intra-hari tertajam sejak kekacauan yang disebabkan oleh pandemi 2020, yang menyebabkan penghentian perdagangan selama 30 menit pada pukul 11.19 pagi waktu setempat. Indeks sempat turun lebih dari 7 persen setelah penghentian perdagangan dicabut, menandai titik terendah sejak September 2011. Ditutup 3,8 persen lebih rendah, menentang sentimen pasar yang umumnya positif di seluruh Asia yang didorong oleh langkah-langkah stimulus China.

Saham-saham berkapitalisasi besar, termasuk yang memiliki rasio harga terhadap pendapatan setinggi langit seperti Barito Renewables Energy dan DCI Indonesia, mengalami penurunan terbesar, dengan yang terakhir menderita kerugian terbesar dengan penurunan hingga 20 persen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

IHSG telah anjlok lebih dari 12 persen tahun ini, dengan penurunan peringkat baru-baru ini oleh Morgan Stanley dan Goldman Sachs menambah bahan bakar ke api, membuat investor gelisah dan membayangi prospek ekonomi dan valuasi saham Indonesia.

Sementara itu, rupiah tergelincir ke level 16.472 per dolar AS, turun 0,3 persen dari hari sebelumnya, menandai penurunan tertajam di Asia setelah won Korea Selatan. Rupiah telah menjadi salah satu mata uang dengan kinerja terburuk di kawasan ini pada tahun 2025, setelah turun lebih dari 2,9 persen dari tahun ke tahun, di tengah kekhawatiran atas kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump, yang telah mengguncang mata uang Asia.

Baca Juga: ICC Untuk Siapa?

BMI, unit Fitch Solutions, memperkirakan pelemahan lebih lanjut ke depan dan memperkirakan rupiah akan mencapai 17.000 terhadap dolar AS pada akhir tahun, didorong oleh pelonggaran kebijakan fiskal dan moneter yang ekstensif untuk memenuhi target pertumbuhan Prabowo sebesar 8 persen.

Penurunan rupiah dan kekhawatiran atas defisit anggaran yang meningkat di bawah pemerintahan Prabowo telah menaikkan bendera merah bagi investor, meningkatkan kekhawatiran tentang stabilitas ekonomi.

Pihak luar negeri memang tidak secara spesifik menyebutkan apa saja ketidakpastian politik yang terjadi di negeri ini. Apakah itu tentang keraguan atas siapa sebenarnya yang memegang kendali negeri ini apakah Pak Prabowo sebagai Presiden terpilih atau apakah ada sebagian besar kendali itu masih ada ditangan mantan Presiden Jokowi; apakah pihak luar negeri juga melihat menguatnya civil society yang kritis terhadap pemerintahan Prabowo tentang kesungguhannya memberantas korupsi dan melawan kekuatan oligarki, apakah mulai ada friksi di partai-partai pendukung pemerintahan Prabowo, apakah bermunculannya kasus-kasus lama praktek korupsi yang jumlahnya mencapai 1.000 trilliun lebih merupakan politk balas dendam, polemik perubahan UU TNI dan sebagainya.

Saya sih sebagai bagian dari masyarakat awam, wong cilik yang penghasilannya "cumpon" kata orang Surabaya alias sedikit, yang tidak memiliki saham, deposito, properti, logam mulia dan sebagainya tentu berdoa agar gejolak politik dalam negeri itu tidak mengakibatkan runtuhnya perekonomian bangsa yang pada akhirnya menyengsarakan rakyat kecil.

Semoga.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU