Keakraban Yang Hilang

author optika

- Pewarta

Jumat, 26 Nov 2021 16:51 WIB

Keakraban Yang Hilang

i

Untitled-2

[caption id="attachment_8824" align="aligncenter" width="200"] Oleh: Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil., Ph.D., MRINA[/caption]

Hari-hari ini kita menyaksikan keakraban yang hilang dari kehidupan kita sehari-hari. Perbedaan pendapat antar warga bangsa disikapi dengan intimidasi, kriminalisasi, saling lapor bahkan permohonan penangkapan atau pembubaran. Sendi-sendi kehidupan masyarakat yang menyusun modal sosial bangsa ini digerogoti habis-habisan. Mungkin warga bangsa yang kini merasa jumawa tidak menyadari bahwa mereka sedang menjadi remotely controlled puppets, jika bukan useful idiots yg digunakan untuk menindas warga bangsa lainnya.

Baca Juga: Tanggapan Anwar Abbas Soal Ganjar Muncul di Tayangan Azan Televisi!

Setelah Anwar Abbas mempertanyakan wacana pembubaran MUI, sekelompok orang berpakaian ala ulama minta agar Anwar Abbas dipecat dari MUI dan ditangkap karena mengatakan bahwa jika MUI (Majelis Ulama Indonesia) bisa dbubarkan ini juga bisa berarti pembubaran Republik. Saya mendukung sinyalemen Anwar Abbas. Republik ini dibangun untuk kepentingan publik, bukan untuk sekelompok kecil warga bangsa tertentu,  sekelompok elite parpol, aparat bersenjata, para taipan bahkan ulama agama manapun sekalipun.

Sok Kuasa, Adigang Adigung Adiguno

Kerakyatan, sebagai pengurusan kepentingan publik, seharusnya dipandu oleh hikmah kebijaksaan dalam permusyawaratan/perwakilan, bukan dilaksanakan dengan cara sewenang-wenang, sok kuasa, adigang adigung adiguno, melanggar perikemanusiaan yang adil dan beradab, lalu mengancam persatuan Indonesia. Sila ke-4 itu adalah pondasi Republik ini, yang jika diabaikan secara sengaja akan membawa Indonesia menjadi semacam Roma ditangan Nero. Peminggiran sila ke-4  Pancasila -kerakyatan- sebagai pengurusan publik adalah maladministrasi publik.

Keakraban yang hilang ini sebagian karena kekuatan-kekuatan check and balances oleh DPR dan media massa serta kampus telah hilang entah kemana. Pada saat aparat bersenjata telah mendegradasikan diri menjadi alat kekuasaan, dan kelompok-kelompok tertentu menyediakan diri menjadi buzzer kekuasaan, maka persekusi tidak sah atas sesesorang atau sekelompok masyarakat bisa dilakukan kapan saja.

Organisasi Paling Berbahaya: Partai Politik

Baca Juga: MUI Jatim Kontribusi Wujudkan Jawa Timur sebagai Pusat Industri Halal Indonesia

Yang paling bertanggungjawab atas kemerosotan nilai-nilai Republik ini tenti saja para elite. Dengan memperhatikan konstruksi legal saat ini pasca amandemen ugal-ugalan atas UUD45, partai politik yang berkuasa serta para taipan yang mendukung logistik partai politik itu adalah yang paling bertanggungjawab. Sulit untuk tidak mengatakan bahwa partai politik telah membajak tidak saja demokrasi, tapi telah membajak Republik dan menelikung Pancasila. Perlu dicermati sinyalemen Noam Chomski bahwa organisasi yang paling berbahaya saat ini adalah sebuah partai politik, yaitu Partai Republik AS. Saya melihat fenomena skandal PCR yang melibatkan pejabat publik dan korporasi adalah model intimidasi sekaligus maladministrasi publik dalam ukuran raksasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sebaiknya para tokoh masyarakat dan ulama, para cendekiawan menyadari bahwa skenario balkanisasi atas Republik ini sedang dijalankan oleh kekuatan-kekuatan nekolimik asing dengan memanfaatkan para freeriders domestik. Janganlah kita mau dijadikan alat, apalagi useful idiots, untuk menghancurkan Republik yang telah didirikan dengan keringat, darah dan airmata oleh para pendiri bangsa dan para pahlawan. Setelah keakraban kita dirampas oleh masker wajah,  social distancing, dan pembatasan mobilitas, jangan kita biarkan keakraban itu makin hilang di negeri yang konon suka gotong royong ini.

Rosyid College of Arts,

Baca Juga: MUI: Tugas Ulama dan Kiai Banyak Diserobot Pemerintah

Gunung Anyar, 26/11/2021

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU