Optika.id - Faisal Basri acapkali mengkritisi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tak prorakyat. Hal ini menurut netizen sesuai dengan jeritan hati rakyat. "Apa yang dilakukan oleh Faisal Basri sesuai dengan jeritan rakyat proletar yang tak sanggup melawan oligarki," ujar seorang netizen yang menamakan dirinya Mr x seperti dikutip Optika.id, Selasa (1/2/2022).
Sebelumnya, Faisal Basri memprediksi pemerintahan Presiden Joko Widodo akan ambruk secara moral sebelum 2024. Dia juga mengatakan mayoritas elite di lingkungan pemerintah sudah tidak bisa lagi menutupi skandal-skandal yang dilakukan.
Baca juga: Faisal Basri: UU Cipta Kerja Tak Tingkatkan Pertumbuhan Investasi
"Saya prediksi sih nggak sampai 2024 secara moral pemerintahan ini sudah ambruk karena mayoritas elitnya sudah tidak bisa ditutup-tutupi lagi, melakukan skandal dan skandalnya makin besar," kata Faisal Basri dalam webinar, Sabtu (29/1/2022).
Lalu, siapa sebenarnya Faisal Basri? Berikut rangkuman Optika.id terkait sosoknya.
Melansir dari situs resmi Universitas Indonesia, Faisal Basri merupakan seorang ekonom dan politikus alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia. Dia merupakan keponakan dari mendiang Wakil Presiden RI Adam Malik.
Berikut rincian profil Faisal Basri seperti dilansir dari situs Universitas Indonesia:
Pendidikan:
S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (1985)
Master of Arts bidang ekonomi, Vanderbilt University, Nashville, Tennessee, Amerika (1988).
Penghargaan:
Pada 1996, Faisal Basri mendapat penghargaan Dosen Teladan III UI.
Perjalanan Karir:
Pengajar pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia untuk mata kuliah Ekonomi Politik, Ekonomi Internasional, Ekonomi Pembangunan, dan Sejarah Pemikiran Ekonomi (1981-sekarang)
Anggota Tim "Perkembangan Perekonomian Dunia" pada Asisten II Menteri Koordinator Bidang EKUIN (1985-1987)
Pengajar pada Program Magister Akuntansi (Maksi), Program Magister Manajemen (MM), Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Pembangunan (MPKP), dan Program Pascasarjana Universitas Indonesia (1988-sekarang)
Ketua Jurusan ESP (Ekonomi dan Studi Pembangunan) FEBUI (1995-1998)
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Perbanas Jakarta (1999-2003)
Pendiri Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) (1995-2000)
Anggota Tim Asistensi Ekuin Presiden RI (2000)
Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Tim Antimafia Migas) (2014)
Pada 2012 Faisal Basri menanggalkan status PNS-nya di UI karena mengikuti pilkada DKI Jakarta lewat jalur independen berpasangan dengan Biem Benjamin. Hasilnya, Faisal-Biem tidak lolos ke putaran kedua, kalah dengan pasangan Fauzi Bowo-Nara dan Jokowi-Ahok.
Baca juga: Faisal Basri: Semua Nilai Tambah Smelter Nikel Lari ke China
Soal mengkritik pemerintah, bukan dilakukan Faisal Basri belakangan ini saja. Jauh sebelumnya, Faisal Basri sudah terbiasa berseberangan dengan pemerintah.
Saat menjadi mahasiswa FE UI pada awal 1980-an, Faisal Basri aktif di kampus dan ikut menolak kebijakan Soeharto untuk mahasiswa. Setelah menjadi dosen FE UI, Faisal Basri tetap lantang mengkritik rezim Soeharto.
Saat masih menjadi dosen UI itulah, Faisal Basri menjadi salah satu motor penggerak reformasi dari Kampus UI untuk menggulingkan kediktatoran Soeharto. Faisal Basri kerap ikut aksi demonstrasi hingga diskusi-diskusi terbuka mengritik kebijakan Soeharto.
Salah satunya pada 26 Februari 1998. Sekitar 5.000 mahasiswa UI menggelar demonstrasi di Kampus UI Depok. Selain mahasiswa, Faisal Basri juga turut berorasi. Peserta aksi memasang spanduk bertuliskan Kampus Perjuangan Rakyat pada papan nama di dekat gerbang utama UI.
Setelah Soeharto tumbang, Faisal Basri sempat membidani PAN dan duduk sebagai Sekjen. Tapi tak berapa lama, kongsi dengan Amien Rais harus disudahi karena Faisal Basri mencium gelagat tidak sehat di partai itu yaitu upaya mengkultuskan tokoh tertentu.
"Tetapi, apakah kita rela menjadikan Mas Amien sosok yang dielu-elukan seperti perangai Orde Baru memperlakukan Soeharto. Bukankah PAN didirikan untuk menghadirkan budaya politik baru yang sehat?" tulis Faisal Basri yang lahir pada 6 November 1959 itu.
Setelah reformasi, ia sempat duduk menjadi anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU).
Pada 2014, Faisal Basri ditunjuk menjadi Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi (Tim Antimafia Migas). Salah satu langkah yang dibuatnya adalah membubarkan Petral, sebuah anak usaha Pertamina yang berdiri sejak 1976.
"Petral awalnya bernama Petra Oil, berdiri dan memiliki izin usaha di Hong Kong namun kegiatan usahanya fokus di Singapura. Komposisi kepemilikan sahamnya pertama kali itu Pertamina 40 persen, Tommy Soeharto 20 persen, Bob Hasan 20 persen, dan Yayasan Karyawan Pertamina 20 persen," ujar Faisal kala itu.
Faisal Ingin Jadi Orang Bebas
Baca juga: Faisal Basri: Pemerintah Harus Segera Cegah Produk Impor
Faisal Basri mengaku kerap ditawari kursi empuk oleh pemerintah, tapi ditolaknya. Lalu mengapa Faisal Basri tidak mau duduk di kursi itu?
"Saya ingin menjadi orang bebas. Jadi misalnya kalau saya komisaris Pertamina, kan saya tidak bisa ngeritik Pertamina. Nggak boleh dong, udah pilihan hidup saya begitu, terima komisaris, tanggung jawab saya adalah membenahi Pertamina dari dalam, nggak boleh berkoar-koar di luar. Itulah komitmen saya seperti itu," jawab Faisal Basri.
Faisal Basri memberikan kritik kepada pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Kali ini dia melontarkan pendapat bahwa pemerintah Jokowi akan ambruk secara moral sebelum 2024.
Hal itu menurutnya bisa terjadi lantaran adanya konflik kepentingan di dalam tubuh pemerintah. Dia menyebut saat ini situasinya sudah berada di momen yang kritis. Dia menduga tiap elemen di pemerintah tidak akan langgeng bila merasa tidak mendapatkan 'kue' yang sama besar.
"Saya sih melihat sekarang sudah pada situasi critical moment, di mana para oligarki ini kan sebetulnya mirip dengan koalisi jahat ya. Nah kalau koalisi jahat itu tidak langgeng, mereka akan saling buka-bukaan karena pembagiannya tidak merata. Teman-teman KPK tahulah ya yang biasanya nggak dapat melapor," katanya dalam webinar, Sabtu (29/1/2022).
Faisal menambahkan, pada akhirnya masyarakat akan mengetahui skandal yang ada di pemerintahan. Dia mendorong agar masyarakat cepat menyadarinya.
"Akhirnya rakyat tahu semua dan kita harus mempercepat proses rakyat tahu semua itu agar perlawanan rakyat betul-betul terwujud," pungkasnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi