Optika.id - Sebagian besar nilai tambah smelter nikel, hampir mencapai 90%, berakhir di China termasuk keuntungan, depresiasi nilai, dan upah pekerja. Pendapat ini disampaikan oleh Ekonom Indef, Faisal Basri, dalam podcast "Silang Pendapat Hilirisasi Nikel, Untungkan China?" yang dikutip pada Jumat, (25/8/2023).
Baca Juga: Faisal Basri: UU Cipta Kerja Tak Tingkatkan Pertumbuhan Investasi
Nilai tambah yang diciptakan smelter nikel itu sebagian besar lari ke China. Saya katakan, kira-kira ya persisnya segitu, 90 persen, lari ke China, katanya.
Dijelaskan Faisal, nikel yang dimiliki Indonesia justru lebih banyak dinikmati pengusaha-pengusaha asal China, lantaran para pemodal bisnis nikel di Tanah Air didominasi China.
Baca Juga: Faisal Basri: Pemerintah Harus Segera Cegah Produk Impor
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Siapa yang menikmati? Ya pengusaha, sebagian besar pengusaha smelter nikel yang belakangan datang ke Indonesia berasal dari China. Setahu saya modalnya berasal dari bank-bank China yang besar-besar itu, ada Industrial and Commercial Bank of China (ICBC), Bank of China, ungkapnya.
Baca Juga: Faisal Basri Kritik Keras Sri Mulyani, Soal Apa itu?
Menurut Faisal, dalam hal nilai tambah, faktor-faktor seperti modal, tenaga kerja, dan lahan sangat berpengaruh. Beberapa pabrik smelter nikel bahkan menggunakan tenaga kerja dari China. Faisal juga menekankan pentingnya menghitung komponen seperti upah tenaga kerja dan biaya sewa lahan. Dia menyimpulkan bahwa nilai tambah dari smelter nikel sebagian besar tetap mengalir ke China.
Editor : Pahlevi