Puluhan Ribu Orang Tanda Tangani Petisi Tolak Pemindahan Ibu Kota Negara

Reporter : Seno
FB_IMG_1643288588942

Optika.id - Puluhan ribu orang telah menandatangani petisi menolak pemindahan ibu kota negara (IKN) baru dari DKI Jakarta ke Provinsi Kalimantan Timur. Dengan alasan waktunya tidak tepat karena ekonomi Indonesia sedang defisit akibat pandemi COVID-19. Petisi ini digagas oleh 45 tokoh nasional, dari Prof Busyro Muqodas hingga Prof Din Syamsuddin.

Berdasarkan website change.org seperti dikutip Optika.id, Rabu (9/2/2022) pagi, tercatat 21.552 telah menandatangani petisi. Petisi ini berjudul 'Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibukota Negara'. Sampai saat ini jumlah tanda tangan petisi terus bertambah.

Baca juga: Sejumlah Akademisi Mulai Warning Jokowi, Benarkah?

Ini 45 penggagas petisi:

1. Prof. Dr. Sri Edi Swasono

2. Prof. Dr. Azyumardi Azra

3. Prof. Dr. Din Syamsuddin

4. Dr. Anwar Hafid

5. Prof. Dr. Nurhayati Djamas

6. Prof. Dr. Daniel Mohammad Rasyied

7. Mayjen Purn Deddy Budiman

8. Prof. Dr. Busyro Muqodas

9. Faisal Basri MA

10. Prof. Dr. Didin S. Damanhuri

11. Prof. Dr. Widi Agus Pratikto

12. Prof. Dr. Rochmat Wahab

13. Jilal Mardhani

14. Dr. Muhamad Said Didu

15. Dr. Anthony Budiawan

16. Prof Dr. Carunia Mulya Firdausy

17. Drs. Mas Ahmad Daniri MA

18. Dr. TB. Massa Djafar

19. Abdurahman Syebubakar

20. Prijanto Soemantri

21. Prof Syaiful Bakhry

22. Prof Zaenal Arifin Hosein

23. Dr. Ahmad Yani

24. Dr. Umar Husin

25. Dr. Ibnu Sina Chandra Negara

26. Merdiansa Paputungan SH, MH

27. Nur Ansyari SH, MH

Baca juga: Wow, 2 Kampus Jogja Layangkan Petisi, Sri Sultan HB X Ungkap Tak Masalah

28. Dr. Ade Junjungan Said

29. Dr. Gatot Aprianto

30. Dr. Fadhil Hasan

31. Dr. Abdul Malik

32. Achmad Nur Hidayat MPP

33. Dr. Sabriati Aziz M.Pd.I

34. Ir. Moch. Najib YN, MSc

35. Muhamad Hilmi

36. Dr.Engkur, SIP, MM

37. Dr. Marfuah Musthofa

38. Dr. Masri Sitanggang

39. Dr. Mohamad Noer

40. Ir. Sritomo W Soebroto MSc

41. M. Hatta Taliwang

42. Prof Dr. Mas Roro Lilik Ekowanti, MS

Baca juga: Pemerintah Naikkan BBM Buat Bangun IKN dan Kereta Cepat Jakarta Bandung? Benarkah?

43. Reza Indragiri Amriel

44. Mufidah Said SE MM

45. Ramli Kamidin

"Memindahkan Ibu kota Negara (IKN) di tengah situasi pandemi Covid-19 tidak tepat. Apalagi kondisi rakyat dalam keadaan sulit secara ekonomi sehingga tak ada urgensi bagi pemerintah memindahkan ibu kota negara. Terlebih, saat ini pemerintah harus fokus menangani varian baru omicron yang membutuhkan dana besar dari APBN dan PEN," demikian bunyi petisi itu.

Petisi yang dikoordinasi Narasi Institute itu menyatakan pembangunan Ibu Kota Negara di saat seperti ini hendaknya dipertimbangkan dengan baik, saat ini Indonesia memiliki utang luar negeri yang besar, defisit APBN besar di atas 3n pendapatan negara yang turun. Adalah sangat bijak bila Presiden tidak memaksakan keuangan negara untuk membiayai proyek tersebut. Sementara infrastruktur dasar lainnya di beberapa daerah masih buruk, sekolah rusak terlantar dan beberapa jembatan desa terabaikan tidak terpelihara.

"Proyek pemindahan dan pembangunan ibu kota negara baru tidak akan memberi manfaat bagi rakyat secara keseluruhan dan hanya menguntungkan segelintir orang saja," ujarnya.

Karena itu, kata Narasi Institute, pemindahan ibu kota negara dari Jakarta merupakan bentuk kebijakan yang tidak berpihak secara publik secara luas melainkan hanya kepada penyelenggara proyek pembangunan tersebut. Penyusunan naskah akademik tentang pembangunan Ibu Kota Negara Baru tidak disusun secara komprehensif dan partisipatif terutama dampak lingkungan dan daya dukung pembiayaan serta keadaan geologi dan situasi geostrategis di tengah pandemi.

"Pertanyaan besar publik adalah benarkah kepentingan pemindahan ibukota baru adalah untuk kepentingan publik.

Kami memandang saat ini bukanlah waktu yang tepat memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Penajam Pasir Utara Kalimantan Timur," tuturnya.

Sementara itu, pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah mengatakan petisi penolakan IKN itu tergolong telat. Dia menilai petisi itu tidak perlu dibuat karena UU IKN sudah disahkan dan kini pihak kontra dapat mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

"Itu (petisi) rasanya seperti memprovokasi serta jadi mendorong orang lain untuk tidak menyetujui dan itu memberikan pendidikan yang tak baik," kata Trubus.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru