Mengapa Harga Daging Sapi Makin Mahal? Ini Jawaban Pakar Ekonomi Unair

Reporter : Jenik Mauliddina
Mengapa Harga Daging Sapi Makin Mahal? Ini Jawaban Pakar Ekonomi Unair

Optika.id - Harga daging sapi masih terus merangkak naik menjelang Bulan Ramadan 2022. Kenaikan harga daging sapi terpantau terjadi sejak akhir tahun 2021 dan mengalami kenaikan cukup drastis di awal tahun 2022.

Ekonom Universitas Airlangga (Unair), Rossanto Dwi Handoyo menerangkan, kenaikan tersebut dipengaruhi oleh kondisi permintaan (supply) daging sapi yang berkurang dan penawaran (demand) yang meningkat.

Baca juga: Tak Perlu Khawatir Konsumsi Daging Hewan Kena PMK, Ini Tipsnya

Selama ini pasokan sapi di Indonesia selama ini berasal dari sapi impor hidup bakalan. Dari sisi supply dalam negeri, stok daging sapi sekitar 473.000 ton, sementara kebutuhan daging sapi 696.000 ton hampir 700.000 ton.

"Sehingga ada kekurangan pasokan daging sapi domestik sekitar 250.000 ton. Kekurangan tersebut kemudian dipenuhi dari impor," ucap dia melansir laman Unair, Selasa (15/3/2022).

Berikut tiga penyebab yang membuat harga daging sapi naik:

  1. Kebijakan Australia

Sejak tahun 2022, pemerintah Australia mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi ekspor sapi hidup bakalan dari 80 persen turun menjadi 44 persen. Sementara selama ini untuk impor sapi hidup bakalan, Indonesia mengimpor sapi dari Australia.

"Dengan kebijakan tersebut, Australia akan mengurangi ekspor ke luar negeri, sehingga pasokan kebutuhan daging sapi domestik Indonesia akan berkurang pula," ujar dia.

Pasokan daging sapi berkurang, karena selama ini Indonesia hanya mengimpor sapi bakalan dari Australia. Kebijakan ekspor tersebut juga menyebabkan harga sapi hidup bakalan dari Australia meningkat.

"Dari segi kebutuhan dalam negeri dan konsumsi daging dalam negeri, juga mengalami kenaikan," ucap dia.

Pada tahun 2020 sekitar 2,8 dolar AS atau Rp 39.000 per kg sapi berat hidup.Kemudian pada tahun 2021, ada kenaikan sekitar 3,78 dolar AS atau sekitar Rp 52.000 per kg berat sapi hidup.

"Kenaikan impor sapi bakalan sekitar 30 persen ini juga akan mendorong kenaikan harga sapi dan menyebabkan biaya produksi ikut meningkat," jelas dia.

Baca juga: Dosen UM Surabaya Ajak Masyarakat Kenali Ciri-ciri Daging Gelonggongan Jelang Lebaran

  1. Permintaan Konsumsi Daging Sapi Meningkat

Pada kondisi persediaan yang berkurang dan permintaan yang meningkat, otomatis akan berpengaruh kepada harga daging sapi. Konsumsi daging dalam negeri meningkat dari 2,3 kg per kapita menjadi 2,5 kg per kapita.

Selama ini masyarakat Indonesia mengonsumsi daging sapi yang hidup, bukan frozen meat atau daging beku.

"Kebutuhan daging sapi segar di Indonesia sekitar 85 persen, sedangkan 15 persen sisanya adalah frozen meat," ucap dia.

  1. Distribusi Berbelit

Selain faktor-faktor di atas, ada tambahan biaya terkait dengan rantai distribusi penjualan daging sapi domestik. Rossanto menjelaskan, rantai distribusi daging sapi d Indonesia sangat panjang, mulai dari peternak hingga berakhir di tangan konsumen.

"Rantai distribusi daging sapi di Indonesia sangat panjang yang juga membuat harga daging sapi bertambah mahal," tutur dia.

Peternak menjual sapi hidup kepada pedagang grosir berskala besar (pengepul). Kemudian pengepul menyerahkan kepada rumah potong hewan (RPH).

Baca juga: Harga Daging Sapi di Banyuwangi Naik Gila-gilaan Jelang Lebaran! Capai Rp 140 Ribu per Kilogram

"Setelah proses pemotongan hewan di RPH, daging sapi didistribusikan kepada pedagang grosir berskala kecil lalu ke konsumen, lima rantai distribusi tersebut akan mendorong kenaikan harga daging sapi," sebut dia.

Rantai distribusi yang panjang, katanya, juga membuat rantai ekonomi meningkat. Setiap rantai distribusi pastinya akan mengambil keuntungan. 

Reporter: Jenik Mauliddina

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru