Optika.id, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Partai Demokrat, Syarief Hasan menyayangkan ketidakmampuan Pemerintah untuk menekan penggunaan utang dan melakukan pengelolaan utang Indonesia dengan baik. Pasalnya, utang lndonesia kini semakin menumpuk hingga mencapai Rp.7.014 Triliun dan kerentanan utang telah melewati batas yang direkomendasikan IMF.
Dalam Laporan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang Indonesia telah menembus Rp7.014 triliun terhitung pada Februari 2022. Dengan jumlah fantastis tersebut, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) kini naik menjadi 40,17 persen.
Baca juga: Transferan Uang dari TKI Bisa Pulihkan Ekonomi dan Turunkan Kemiskinan
Syarief menuturkan, BPK RI juga beberapa kali telah mengingatkan potensi gagal bayar utang Indonesia. Dalam Hasil Review atas Kesinambungan Fiskal, BPK RI menyebutkan terjadi tren penambahan utang Indonesia dan biaya bunga yang melampaui Produk Domestik Bruto (PDB) sehingga berbahaya bagi kondisi fiskal nasional.
Anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat ini menyebutkan, pengelolaan keuangan negara dewasa ini semakin memprihatikan.
Dari berbagai kajian akademis menunjukkan bahwa rasio debt service terhadap penerimaan mencapai 46,77n rasio pembayaran bunga terhadap penerimaan mencapai 19,06% melampaui rekomendasi IMF," tutur Syarief Hasan, Senin (4/4/2022).
Politisi Senior Partai Demokrat ini pun mengingatkan Pemerintah untuk memperhatikan kondisi keuangan negara dan melakukan langkah untuk menekan utang.
"Indikator kerentanan utang Indonesia berasal dari hasil kajian BPK yang menyebutkan bahwa utang Indonesia melampaui batas rekomendasi International Monetary Fund (IMF) dan International Debt Relief (IDR)," ungkapnya.
Baca juga: Utang Negara Tembus 8 Ribu Triliun, Jokowi Malah Tarik Utang Rp90 Triliun dalam Sebulan!
Syarief Hasan berharap, Pemerintah lebih bijak dalam menggunakan utang luar negeri.
"Selama ini, kita terus melakukan pembangunan infrastruktur yang meningkatkan angka utang Indonesia. Pemerintah harusnya mengurangi agenda yang tidak urgent dan menyerap anggaran besar, seperti pembangunan IKN dan infrastruktur lain yang menyebabkan kenaikan utang hingga mencapai Rp.7.014 Triliun," ungkapnya.
Profesor di bidang Strategi Manajemen Koperasi dan UMKM juga mendorong Pemerintah untuk melihat sektor yang lebih prioritas.
"Selama ini, pembangunan infrastruktur yang belum krusial terus masif dilakukan dan menyedot banyak anggaran negara. Padahal, Pemerintah harusnya lebih memprioritaskan penumbuhan dan penguatan ekonomi nasional sehingga mengurangi ketergantungan terhadap utang luar negeri," tutupnya.
Baca juga: Ekonomi Indonesia Melemah di Tahun Pemilu?
Reporter: Denny Setiawan
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi