[caption id="attachment_12269" align="alignnone" width="229"] Dr. Sholikhul Huda, M.Fil.I Sekdir Pascasarjana Univ. Muhammadiyah Surabaya & Pengasuh Pesantren Bumi Al Quran Grand Masangan Sidoarjo[/caption]
Isu dan wacana terkait penundaan Pemilu dan penambahan 3 periode masa jabatan Presiden menjadi bola liar politik di masyarakat.
Baca juga: Para Elite Politik yang Meresahkan
Terjadi pro-kontra antara pendukung dan penentang isu dan wacana tersebut, sehingga membuat gaduh jagad politik ditengah kekhususan umat Muslim Indonesia yang sedang berpuasa di bulan Ramadhan.
Bulan puasa yang seharusnya terbangun suasana kehidupan masyarakat yang sejuk, damai, tenang dan kondusif untuk beribadah mendekatkan diri kepada Allah. Menjadi suasana panas, gaduh, bersitegang antar kelompok masyarakat. Situasi dan kondisi tersebut tentu sangat disayangkan dan memprihatinkan ditengah masyarakat yang sedang puasa.
Seperti aksi demo besar-besaran yang dilakukan oleh BEM Seluruh Indonesia (11/4/2022). Mereka menuntut penolakan penundaan Pemilu untuk tetap dilaksanakan sesuai jadwal yang sudah disepakati bersama Pemerintah, DPR dan KPU tanggal 14 Februari 2022. Dan menolak perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode, harus tetap mengacu pada konsitusi UUD 1945 yaitu dua periode.
Menurut saya isu atau wacana Penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode merupakan "orkestra politik" yang sengaja digulirkan untuk menciptakan kegaduan politik di masyarakat oleh kelompok-kelompok yang hanya berfikir untuk melanggengkan kepentingan pribadi dan kelompoknya, tanpa peduli kepentingan besar bangsa Indonesia.
Hemat saya, ada tiga kelompok kepentingan dibalik orkestra politik terkait isu-wacana penundaan Pemilu dan perpanjangan masa jabatan Presiden tiga periode:
Pertama, kelompok kepentingan yang ingin terus melanggengkan kekuasaan oligarki dan politik dinasti.
Baca juga: MPR Bantah Punya Agenda Gelap Terselubung Tunda Pemilu
Saat ini diakui atau tidak ada kultur politik "aji mumpung" dikalangan para elit politik kita untuk menguasai kekuasaan politik bagi keluarga dekatnya. Situasi ini tentu dibutuhkan pelanggengan kekuasaan yang lebih lama, agar keluarganya terus berkuasa.
Kedua, kelompok kepentingan yang butuh pembiayaan pemilu.
Kita ketahui bersama bahwa pembiayaan politik di Indonesia sangat mahal dan butuh pendanaan besar. Hal itu dikarenakan kultur politik kita yang masih transaksional dan money politik. Sehingga dibutuhkan sumber-sumber pendanaan politik baik yang legal maupun terkadang ilegal. Maka dengan lamanya kekuasaan diharapkan dapat menambah pundi-pundi modal (dana) untuk berlaga di Pemilu.
Ketiga, kelompok kepentingan yang tidak menginginkan terputusnya akses ekonomi kelompoknya dengan jejaring kuasa politik saat ini.
Baca juga: Skenario Penundaan Pemilu Dihembuskan Lagi, Ada Apa?
Kita ketahui, bahwa akses ekonomi dan akses politik merupak sebuah jaringan yang saling membutuhkan atau simbiosis mutualisme. Seperti dua mata uang yang tidak bisa dihilangkan satu sama lain. Maka untuk terus melebarkan dan memperpanjang akses ekonominya maka dibutuhkan kekuasaan kelompoknya yang lama.
Dari analisa ini, semoga kita masyarakat Indonesia agar terus menjaga dan merawat kewarasan politik kita ditengah kegilaan politik para elit kita. Semoga ditengah bulan puasa ini kita semua diberikan keberkahan oleh Allah.
Editor : Pahlevi