Harga Pangan Kembali Melonjak, Pukul Telak Orang Miskin

Reporter : optikaid
IMG-20220617-WA0007

Optika.id - Belakangan ini, harga pangan kembali melonjak tajam. Tentunya, fenomena ini menambah beban bagi masyarakat miskin. Seperti yang diketahui, tidak semua rumah tanggal miskin menikmati bantuan dari pemerintah.

Dilansir dari Data Badan Ketahanan Pangan (BKP), pada tahun 2021 lebih dari 65% keluarga menghabiskan pengeluarannya untuk kebutuhan makanan. Misalnya, di Kepulauan Seribu, Jakarta sebanyak 72,09% rumah tangga mencatat proporsi pengeluaran pangan sangat dominan.

Baca juga: Tak Ada Penimbunan, Stok Bahan Pangan Aman

Sementara itu, sebanyak 74,66% rumah tangga di Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur menghabiskan sebagian pengeluarannya untuk kebutuhan makanan. Fakta tersebut semakin selaras dengan tingkat kemiskinan yang tinggi yakni 26,52%.

Kemiskinan dan lonjakan harga pangan tersebut masih terjadi di tengah imbas kemerosotan ekonomi selama pandemi. Menurut Badan Pusat Statistik, pada September 2021 tingkat kemiskinan nasional tercatat sebesar 9,71%.

Dengan kata lain, jumlah penduduk miskin bertambah 1,72 juta orang dibandingkan periode yang sama pada 2019. Seiring berjalannya pemulihan ekonomi, harga barang dan jasa mulai naik sebagai respons terhadap permintaan yang bangkit, seperti yang tercermin dalam laju inflasi inti dari tahun ke tahun.
BPS melaporkan bahwa komoditas utama yang mendorong kenaikan harga makanan, minuman dan tembakau pada Maret.

Kenaikan ini mencakup cabai merah, minyak goreng, telur ayam ras, daging ayam ras, bawang merah, cabai rawit, tempe, tahu mentah, daging sapi, bawang putih, rokok kretek filter, pepaya dan gula pasir.

Sementara itu, rokok kretek filter memberikan kontribusi terbesar kedua, berada di posisi kedua setelah beras ke garis kemiskinan pada September 2021 lalu.

Rokok bahkan menyumbang andil lebih besar dibandingkan komoditas yang merupakan sumber protein utama seperti daging ayam ras dan telur.

Menanggapi hal tersebut Direktur Eksekutif Center for Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan jika masyarakat miskin cenderung mempertahankan konsumsi rokok ketimbang mengurangi pengeluaran yang lain, termasuk makanan, di tengah kenaikan harga.

Baca juga: Ikappi Prediksi Kenaikan Pangan Signifikan Pasca Lebaran

Guna mengatasi dan meringankan dampak pandemi, pemerintah kemudian mengeluarkan bantuan pangan nontuan dalam bentuk program Kartu Sembako. Program ini menyasar sebanyak 20 juta keluarga penerima senilai Rp200.000

Akan tetapi, masih banyak rumah tangga miskin yang tidak menerima bantuan sembako tersebut. Hal ini juga tidak tepat sasaran.

Tak hanya Kartu Sembako, Program Keluarga Harapan (PKH) juga disediakan oleh pemerintah, beserta Bantuan Langsung Tunai (BLT) minyak goreng.

Per 15 April 2022 silam, sebanyak 18,8 juta keluarga telah mendapatkan bantuan Kartu Sembako, 10 juta keluarga telah menerima bantuan PKH dan 18,3 juta keluarga mendapatkan BLT minyak goreng.

Baca juga: Harga Ayam Melambung, Pedagang Soto di Lamongan Bingung

Menanggapi hal tersebut, Faisal menyebut jika ada sebagian masyarakat miskin yang mengandalkan bantuan sosial dari pemerintah yang datang dalam berbagai bentuk. Akan tetapi, pemerintah belum bisa menjamin agar bantuan menjangkau masyarakat miskin. Hal tersebut sebagian karena data yang keliru atau susahnya mengakses lokasi.

Di samping ada kelebihannya, ini yang menjadi kelemahan dari bansos, Itu bergantung (pada) kekuatan distribusi yang dilakukan pemerintah, kata Faisal kepada Optika.id, Kamis (16/6/2022).

Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru