Optika.id - Ketua Komisi III DPR RI Bambang Wuryanto meminta polisi memberikan penjelasan yang transparan soal tewasnya Brigadir J alias Noviansyah Joshua Hutabarat ajudan sekaligus sopir istri Kepala Divisi Propam Mabes Polri Irjen Polisi Ferdy Sambo, Putri Chandrawati di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan (Jaksel).
Dalam penilaian Bambang Pacul sapaan akrabnya, kasus ini penuh kejanggalan.
Baca juga: Mengapa Bharada E Tidak Jadi Ditahan di Lapas Salemba?
Saya sepakat kasus ini banyak kejanggalan mana ada polisi saling menembak, ini janggalnya ampun-ampun, tegas Bambang Pacul dalam jumpa pers di gedung DPR RI, Kamis (14/7/2022).
Kendati begitu Bambang Pacul meminta publik memberi kesempatan kepada internal Polri untuk bekerja, sehingga bisa memberikan penjelasan yang lebih rinci dan transparan
Saya berharap dapat keterangan yang lebih rinci atau dalam bahasa kawan-kawan media lebih terang benderang itu, kata Bambang Pacul
Komisi III, kata Bambang Pacul, akan memanggil Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mendapat penjelasan yang lebih rinci. Bambang mengaku, dia memang perlu segera memberi penjelasan kepada media. Karena banyak sekali pertanyaan yang masuk padanya, mulai WhatsApp sampai telepon.
Bambang Pacul meminta publik untuk sementara ini menerima dulu penjelasan dari divisi humas Mabes Polri sampai kemudian ada penjelasan yang lebih bagus lagi.
Terdapat KejanggalanÂ
Menko Polhukam Mahfud Md berharap tim khusus yang dibentuk Polri yang melibatkan Kompolnas dan Komnas HAM terbuka dalam mengusut kasus polisi tembak polisi yang menewaskan Brigadir J. Mahfud juga mengungkap sejumlah kejanggalan dalam kasus itu.
"Dalam proses penanganan sangat janggal kan, kenapa 3 hari baru diumumkan, itu satu proses penanganan. Kalau alasannya 3 hari karena hari libur, lah apakah hari libur masalah pidana itu boleh ditutup-tutupi begitu, sejak dulu nggak ada, baru sekarang orang beralasan hari Jumat libur, Hari Raya lalu diumumkan Senin, itu kan janggal bagi masyarakat, yang masuk ke saya kan begitu semua sebagai Menko Polhukam," kata Mahfud dalam wawancara khusus dengan CNNIndonesia TV, Kamis (14/7/2022).
Mahfud mengaku dirinya banyak mendapatkan pertanyaan mengenai kejanggalan pertama itu. Kasus polisi tembak polisi ini, bagi Mahfud adalah masalah yang serius.
"Apa janggalnya? 'Ini Pak, apakah libur tidak boleh melakukan penyelesaian tindak pidana, mengumumkan?' ini kan masalah serius," katanya.
Selanjutnya, kejanggalan menurut Mahfud adalah keterangan yang disampaikan polisi berbeda-beda. Dia menyoroti keterangan dari Kapolres Jakarta selatan hingga Karo Penmas Humas Polri Brigjen Ahmad Ramadhan.
"Yang kedua ada juga penanganannya tidak sinkron keterangan polisi dari satu waktu ke waktu lain, dari satu tempat ke tempat lain, kan itu, misalnya Pak Ramadhan (Ahmad Ramadhan, red) itu, Pak Ramadhan beda penjelasan yang pertama dan kedua, lalu Kapolres Jakarta selatan juga mengkonfirmasi secara agak berbeda tentang status kedua orang itu, Bharada dan Brigadir itu yang satu bilang pokoknya ditugaskan di situ, yang satu memastikan ini ajudan, ini sopir dan sebagainya, ndak jelas," tuturnya.
Ketiga, kejanggalan yang diungkap Mahfud yaitu hal terjadi di rumah duka Brigadir J. Mahfud menyebut kejanggalan itu adalah keluarga tak diperbolehkan melihat jenazah.
"Yang ketiga yang muncul di rumah duka itu tragis, oleh sebab itu ya tangisan keluarga di mana dia mengatakan jenazahnya tidak boleh dibuka, yang macam-macamlah yang sekarang viral," katanya.
Maka dari itu, Mahfud meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo membuat terang kasus ini. Mahfud ingin kasus polisi tembak polisi ini diusut secara terbuka.
"Nah itu harus dibuat terang oleh Polri dan Pak Kaporli dengan baik sudah melakukan itu untuk membuat terang itu dengan membuat tim, dan diharapkan ini menjadi betul-betul membuat terang, jangan mengejar tikus, atau melindungi tikus, mengejar atau melindungi tikus itu lalu rumahnya yang dibakar, terbuka aja, cara-cara mengejar tikus itu kan sudah ada caranya, apalagi polisi sudah profesional," katanya.
Bentuk Tim Khusus
Kapolri Jenderal Listyo Sigit pun telah membentuk tim khusus untuk mengusut kasus ini.
"Oleh karena itu, saya telah membentuk tim khusus yang dipimpin oleh Pak Wakapolri, Pak Irwasum, kemudian ada Pak Kabareskrim, Pak Kabik (Kabaintelkam) kemudian juga ada As SDM, karena memang beberapa unsur tersebut harus kita libatkan termasuk juga fungsi dari Provos dan Paminal," kata Jenderal Sigit di Mabes Polri, Selasa (12/7/2022).
Komnas HAM dan Kompolnas turut disertakan dalam tim khusus itu. Dia memastikan proses penyelidikan, penyidikan, hingga temuan terkait kasus itu akan disampaikan transparan dan periodik sehingga menjawab keraguan publik.
Baca juga: Pengamat Kepolisian Sebut Keputusan Sidang Etik Bharada E Tak Bijaksana
Polri memastikan pengusutan kasus baku tembak yang menewaskan Brigadir J dilakukan secara transparan. Hal tersebut merupakan komitmen dari Kapolri.
"Menyampaikan kembali, untuk penembakan di rumah dinas pejabat Polri, sekali lagi kami sampaikan bahwa Bapak Kapolri berkomitmen untuk menyelesaikan masalah tersebut secara objektif, transparan, dan akuntabel," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah kepada wartawan, Kamis (14/7/2022).
Nurul mengatakan pengusutan dilakukan dengan metode scientific crime investigation. Ia meminta semua pihak memberikan kepercayaan sepenuhnya ke tim khusus.
"Dengan menggunakan metode scientific crime investigation. Jadi kami mohon kepada teman-teman dukungannya, biarkan tim khusus bekerja. Mari kita dukung dan percayakan hasilnya kepada tim khusus yang nantinya hasil dari tim khusus ini akan disampaikan secara utuh," ungkapnya.
Sementara itu, wartawan senior Hersubeno Arief turut berkomentar. Dia menduga banyak kejanggalan dalam kasus tersebut.
"Semula keluarga Brigadir Joshua mendapat pesan dari Mabes Polri untuk tidak membuka peti jenazah itu tetapi kemudian karena mereka penasaran orang tuanya, terutama penasaran dan kemudian dibuka," tukasnya.
"Ketika mereka membuka peti jenazah itulah kemudian mereka melihat luka dalam tubuh Brigadir Joshua itu ditemukan tidaknya luka karena tembakan tetapi ada juga yang luka yang disebut seperti luka sayatan, luka ada peluru benda tumpul dan juga ada jarinya yang putus," imbuhnya dikutip Optika.id dari channel YouTube Hersubeno Point, Jumat (15/7/2022).
"Selain itu sebagaimana disampaikan oleh Samuel Hutabarat, ayah Brigadir Joshua. Dia jujur, dia terus-terang meragukan penjelasan dari Mabes Polri bahwa anaknya yang menembak lebih dulu apalagi ada tujuh tembakan dan semuanya meleset. Sebaliknya itu Bharada E yang melepaskan tembakan dan empat di antaranya itu mengenai tubuh dari Brigadir Joshua sementara satu itu meleset tapi kemudian pemantul ya atau istilahnya disebutnya rekoloset," imbuhnya.
Nah peluru yang memantul inilah, lanjutnya, yang kemudian datanya menyebabkan ada semacam luka sayatan di tubuh dari Brigadir Joshua.
"Sebagai anggota Brimob, kata ayah dari Brigadir Joshua, dia terlatih menembak dan dibandingkan dengan Bharada E tentu saja dia lebih senior. Artinya dia menyimpulkan dia lebih terlatih. Jadi agak aneh ketika dia melepaskan lebih banyak tembakan tapi tidak ada satupun yang kena sementara juniornya ini dia menembakkan 4-5 di antaranya mengenai tubuh Brigadir Joshua dan menyebabkan kematian ini," tukas Hersubeno.
"Nah soal adanya kejanggalan inijuga diakui oleh Bambang Pacul. Dia sepakat dengan pertanyaan publik mengapa peristiwa yang terjadi pada hari Jumat sore itu kok baru dibuka ke publik pada hari Senin. Ini salah satu kejanggalan yang diduga dipertanyakan oleh Bambang Pacul," tukasnya.
Baca juga: Dijatuhi Vonis Ringan 18 Bulan Penjara, Ini yang Meringankan Richard Eliezer
"Lambatnya pengungkapan ini ke publik itu yang paling banyak sejauh ini memang mengundang pertanyaan apalagi Humas Polri pada awalnya terkesan menutupi identitas siapa perwira tinggi yang ajudan dan pengawalnya terlibat baku-tembak, kemudian salah satunya kemudian tewas," sambungnya.
Hersubeno mengatakan, kejanggalan lain adalah pernyataan polisi terjadi tembak-menembak sejauh ini seorang Tamtama itu tidak mungkin dibekali dengan senjata laras pendek itu. "Mereka biasanya dibekali dengan senjata laras panjang, itupun ketika sedang berdinas dan misalnya menjaga Kesatrian tapi kemudian ini dijelaskan Mabes Polri, oleh Brigjen Ramadhan. Karena mereka ini mengawal pejabat tinggi jadi mereka kemudian dibenarkan untuk menggunakan senjata laras pendek. Ini penjelasan dari polisi," jelasnya.
"Apakah ini kemudian menyalahi prosedur, menyalahi protap. Nah itu saya kira yang juga perlu dijelaskan. Kejanggalan lain adalah ketika keluarga Joshua itu minta agar CCTV di rumah Irjen Pol Ferdy Sambo itu dibuka untuk melihat apakah betul terjadi tembak-menembak? Benarkah kemudian Joshua melepaskan tembakan sampai tujuh kali? Tetapi ternyata kemudian mereka mendapat penjelasan bahwa CCTV di rumah Irjenpol Ferdy Sambo ini mati karena tersambar petir," sebutnya.
Hersubeno mengatakan, kejanggalan lain terkait dengan tuduhan bahwa Joshua melakukan kejahatan seksual yang pakar psikologi forensik Reza Indragiri Apriel mengaku hal itu juga sebagai sesuatu yang janggal.
Kejahatan seksual itu dan menurut Reza Indragiri itu biasanya dilakukan di tempat-tempat privat di tempat yang berada dalam kekuasaan pelaku sehingga agak aneh ketika ini kejahatan seksual dilakukan justru di rumah Kepala Divisi Propam tempat dia selama ini menjadi sopir dan sekaligus pengawal dari istri Irjen Pol Ferdy Sambo.
"Jadi, banyak sekali memang kejanggalan-kejanggalan yang harus dijelaskan oleh Polri kepada publik sehingga tidak muncul spekulasi dan praduga yang bermacam-macam soal ini yang diakui Bambang Pacul itu menjadi konsen dia juga sebagai Mitra dari Mabes Polri," katanya.
Karena itu Hersubeno mendorong agar Mabes Polri lebih terbuka lebih transparan dan tentu saja Bambang Pacul juga menyatakan sebagai Komisi III akan mengawal kasus ini dan dia menjamin kasus ini akan dibuka akan disampaikan pada publik secara transparan.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi