Periksa Bharada E dan Ajudan Ferdy Sambo, Ini Penjelasan Komnas HAM

Reporter : Seno
images (5)

Optika.id - Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara menyampaikan pengakuan Ajudan Irjen Pol Ferdy Sambo, Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E soal insiden tembak menembak dengan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

Beka menuturkan, Bharada E mengaku terlibat dalam penembakan tersebut. Pengakuan itu disampaikan dalam pemeriksaan, Rabu (27/7/2022) lalu.

Baca juga: Pengamat Kepolisian Sebut Keputusan Sidang Etik Bharada E Tak Bijaksana

Karena situasinya cepat, ini soal reflek. Ini kejadian cepat, (Bharada E) hanya berpikir bagaimana merespons yang dilakukan Brigadir Yoshua dan lain sebagainya, tutur Beka seperti dikutip Optika.id dari tayangan Satu Meja The Forum Kompas TV, Jumat (29/7/2022).

Namun, Beka menegaskan keterangan itu baru pengakuan Bharada E. Soal kesimpulan perkaranya, Komnas HAM masih perlu melakukan pendalaman.

"Kami harus mengonfirmasi pengakuan ajudan lain. Masih kami analisa, tukasnya.

Tunggu Keterangan Ferdy Sambo dan Istrinya 

Proses pengumpulan keterangan, lanjut Beka, juga belum selesai karena masih perlu keterangan Kadiv Propam nonaktif Polri Irjen Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawati.

Untuk memastikan bahwa informasi-informasi yang sudah kami dapat benar adanya atau bahkan bisa kebalikannya, ungkapnya.

Beka menyampaikan, pemeriksaan Ferdy pasti dilakukan karena sudah menjadi komitmen Polri yang menyebut bakal memberikan keterbukaan informasi.

(Polri) akan terbuka dan akses akan dibuka seluas-luasnya. Jadi begitu kami siap bahan, untuk mengkonfirmasi Ferdy Sambo, kami akan (tentukan) jadwal, tukasnya.

Komisioner Komnas HAM yang lainnya, Choirul Anam juga menyampaikan sebelum insiden penembakan Brigadir J, para ajudan Irjen Ferdy Sambo masih bercanda tawa.

"Sebelum Jumat (hari kematian Brigadir J) kami tarik ke belakang, kami tanya semua apa yang terjadi, bagaimana peristiwanya, bahkan kondisinya kayak apa, itu salah satu yang penting. Misalnya begini, kondisinya bercanda-canda tertawa atau tegang, itu kami tanya," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam saat jumpa pers di Kantor Komnas HAM.

Choirul menjelaskan, para ajudan Ferdy Sambo yang diperiksa menyatakan kalau mereka masih tertawa-tawa saat itu.

Rentang waktunya bahkan sangat dekat dengan insiden penembakan tersebut.

"Beberapa orang yang ikut dalam forum (perkumpulan) itu ngomongnya memang tertawa. Itu yang kami tanya. Jadi kami lihat spektrum bagaimana kondisinya," tandasnya.

Sayangnya, Choirul tidak menjelaskan secara detail topik apa yang sedang dibahas para ajudan sehingga membuat mereka tertawa.

Menurutnya, kondisi saat itu sangat rukun dan santai, tidak timbul ketegangan apapun.

"Soal tertawa kita tanya, ini kondisinya (ada) tekanan atau nggak dan sebagainya, (dijawab) bagaimana tekanan, orang tertawa-tawa kok. Itu banyak yang ngomong demikian," ucapnya.

Dalam pemeriksaan ajudan-ajudan Irjen Ferdy Sambo termasuk Bharada E, Choirul Anam bilang Komnas HAM menerapkan mekanisme secara terpisah.

"Mereka diperiksa secara sendiri-sendiri untuk mendapatkan keterangan yang sejujur-jujurnya dari masing-masing ajudan," katanya.

Ini penting untuk melihat sesuatu yang kami dapatkan sendiri oleh Komnas HAM. Untuk melihat constrain waktu dan melihat konteks yang terjadi dalam constrain waktu itu, termasuk tadi yang saya bilang di awal soal tertawa, tertawa," imbuhnya.

Sebelumnya, Komnas HAM juga sudah meminta keterangan keluarga Brigadir J. Pemeriksaan keluarga Brigadir J dilakukan di rumah orang tuanya di Kecamatan Sungai Bahar, Muarojambi, Jambi.

Komnas HAM banyak mendapatkan bukti tambahan usai melakukan pemeriksaan terhadap keluarga Brigadir J.

Diketahui, Komnas HAM telah menyampaikan beberapa dugaan temuannya dalam penyelidikan perkara ini.

Salah satunya, Brigadir J tidak meninggal dunia dalam perjalanan dari Magelang ke Jakarta saat kejadian berlangsung 8 Juli 2022.

Di sisi lain, dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J pada Putri tengah diselidiki Polda Metro Jaya.

Lalu dugaan pembunuhan berencana yang dilaporkan pihak keluarga tengah dalam penyidikan Bareskrim Mabes Polri.

Komnas HAM juga sudah memeriksa tim forensik yang memeriksa jenazah Brigadir J dan 7 ajudan Irjen Sambo, termasuk Bharada E.

Bukan Bharada E yang Ancam Bunuh Brigadir J

Baca juga: Arti Demosi, Sanksi Sidang Kode Etik Bharada E

Selain itu, Kuasa hukum keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak mengaku sudah mengantongi identitas sosok yang mengancam membunuh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J sebelum dia ditemukan tewas di kediaman Kadiv Propam Irjen (Nonaktif) Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Kamaruddin Simanjuntak memaparkan, sosok pengancam Brigadir J adalah satu di antara sejumlah ajudan Kadiv Propam Polri non-aktif Irjen Ferdy Sambo dan sosok tersebut ada dalam foto bersama.

Dia mengatakan, dalam foto tersebut terdapat Brigadir J hingga Bharada E. Namun, Kamaruddin berkeyakinan bukan Bharada E yang melakukan pengancaman pembunuhan terhadap Brigadir J.

"Orang yang mengancam ini saya sudah kantongi namanya. Kalau pernah lihat sejumlah foto yang mereka foto bersama itu salah satu yang mengancam itu ada dalam foto itu," ujar Kamaruddin Simanjuntak seperti dilansir Tribunnews, Kamis (28/7/2022).

"Yang jelas bukan Bharada E," katanya.

Kamaruddin kembali menceritakan soal ancaman yang diterima Brigadir J hingga membuat dia ketakutan dan menangis.

Ancaman itu dimulai sejak Juni 2022 hingga sehari sebelum Brigadir J tewas, yakni pada Kamis 7 Juli 2022 di kediaman Kadiv Propam (nonaktif) Irjen Ferdy Sambo.

Kamaruddin Simanjuntak mengatakan dirinya juga memiliki bukti rekaman elektronik terkait adanya ancaman terhadap Brigadir J tersebut.

"Ada saksi yang sangat spektakuler. Saksi ini menyimpan rekaman elektronik di dalam rekaman elektronik ini ada ancaman pembunuhan dari bulan Juni 2022. Ancaman pembunuhan itu terus berlanjut hingga akhir tanggal 7 Juli 2022," ungkapnya.

Menurutnya, Brigadir J sempat menyampaikan salam perpisahan kepada orang yang menjadi tempatnya bercerita (curhat) terkait adanya ancaman pembunuhan terhadap dirinya ini.

Namun, Kamaruddin masih merahasiakan sosok teman curhat Brigadir J tersebut dengan pertimbangan faktor keselamatan.

"Ancamannya adalah kata-katanya begini 'kalau dia berani naik ke atas dihabisi dia, dibunuh dia' begitu. Dia itu maksudnya Brigadir Nopryansah Yosua Hutabarat. Kalau kita kaitkan dengan terjadinya kemarin pembunuhan itu kan, kata Karopenmas terjadi di depan tangga. Berarti kalau analisanya, kan dia mau naik tangga makanya dibunuh," bebernya.

"Itu kan analisa tapi saya nggak mau dulu mengatakan itu, yang saya paparkan itu fakta faktanya dulu. Kalau fakta kan tidak pernah berubah," tukasnya.

Perlindungan Miliki Batas Waktu

Sementara itu, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menjelaskan pengajuan permohonan untuk perlindungan memiliki batas waktu. LPSK mengingatkan istri Irjen Ferdy Sambo dan Bharada E soal tenggat waktu permohonan perlindungan dalam kasus Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

Baca juga: Dijatuhi Vonis Ringan 18 Bulan Penjara, Ini yang Meringankan Richard Eliezer

Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menyebut pada umumnya tim akan melakukan investigasi dalam rentang waktu satu bulan. Hal tersebut dilakukan untuk memastikan apakah pemohon memag layak mendapat perlindungan dari LPSK.

"Tenggat waktu biasanya satu minggu kita harus segara melakukan investigasi atau asesmen, kalau lewat satu minggu kita perpanjang dulu waktunya. Kemudian ada batas waktu 1 bulan untuk LPSK bisa memberikan layanan perlindungan," papar Hasto, Kamis (28/7/2022).

Dia menyebut batas waktu satu bulan dihitung pada hari kerja. Ia menyebut sudah menyampaikan hal tersebut kepada pemohon, yakni istri Irjen Ferdy Sambo dan Bharada E.

"Tentang ini juga telah kami sampaikan kepada para pemohon. Jadi misalnya tenggat ini tidak dipenuhi ya tentu kami anggap para pemohon tidak kooperatif kepada LPSK dalam melakukan investigasi maupun asesmen," sambungnya.

Hasto menyebut LPSK tak bisa memberikan perlindungan apabila pemohon tak kooperatif. Sebab ada beberapa tahapan yang harus dilalui sampai LPSK putuskan untuk memberi perlindungan.

"Kalau kita simpulkan tidak ada kerja sama atau tidak kooperatif para pemohon, tentu kita tidak bisa melakukan pelayanan perlindungan," tutur Hasto.

Diketahui, istri Irjen Ferdy Sambo dan Bharada E dijadwalkan menghadiri asesmen atau penilaian psikologis ke LPSK pada Rabu (27/7/2022). Namun, keduanya tak dapat hadir lantaran kondisi yang tidak memungkinkan.

Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi mengatakan Bharada E tak dapat hadir lantaran melakukan pemeriksaan di Komnas HAM. Sedangkan, istri Ferdy Sambo batal karena kondisi belum stabil.

"Yang Ibu P ada surat dari kuasa hukumnya menyatakan Ibu P belum bisa memenuhi undangan karena situasi psikologisnya masih terguncang," kata Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, Kamis (28/7/2022).

Edwin menyebut pihak istri Irjen Ferdy Sambo juga menyertakan surat dari psikolog Polri. Dia mengatakan surat itu berisi kesimpulan dari pemeriksaan psikologis istri Irjen Ferdy Sambo.

"Mereka juga melampirkan surat dari psikolog Polri yang menyampaikan tentang kesimpulan dari hasil pemeriksaan psikologisnya sementara," pungkasnya.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru