[caption id="attachment_15157" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah[/caption]
Optika.id - Pada jaman Orde Baru tahun 1970 an ketika saya menjadi aktivis mahasiswa mengalami suasana mencekam dimana segala gerak-gerik mahasiswa bisa diketahui oleh aparat keamanan. Maklum pada saat itu rejim Orde Baru menggunakan pendekatan keamanan atau security approach dengan menggunakan saluran intelijen seluruh aparat keamanan.
Baca juga: Jokowi Hobi Cawe-Cawe Tanpa Peduli Abuse of Power
Dalam setiap acara pelatihan mahasiswa selalu diawasi aparat kemanan yang hadir secara fisik. Waktu itu muncul ungkapan jarum pentul jatuh saja diketahui, hal ini menunjukkan betapa canggihnya sistem intelijen Indonesia.
Namun dalam perkembangan jaman sistim intelijen dunia berubah dengan sangat cepat karena kemajuan teknologi. information gathering intelijen seluruh dunia terutama negara-negara maju menggunakan satelit ruang angkasa, berbagi gadget seperti HP, computer, laptop dsb. Masyarakat intelijen dunia itu mengumpulkan berbagai data menjadi kumpulan data yang disebut Big Data dan setiap negara tak terkecuali Indonesia memiliki departemen Cyber.
Berita yang berkembang baru-baru ini meruntuhkan ungkapan jarum pentul jatuh bisa diketahui diatas karena ternyata sistim cyber Indonesia kebobolan ketika diserbu hacker. Perentas data yang tergabung dalam suatu forum bernama Bjorka diduga berhasil mencuri 105 juta data penduduk dari lamannya Komisi Pemilihan Umum (KPU). Data penduduk yang terdiri dari nama, tempat dan tanggal lahir, alamat, jenis kelamin dsn dijual oleh hacker itu ke pihak lain. Bjorka juga telah mencuri 1,3 milyar data registrasi kartu SIM dan membobol data Istana negara yang berisi data rahasia; semua data ini pun dijual ke pihak lain. Perlu diketahui yang dimaksud pihak lain itu bisa pemerintahan suatu negara, militer, lembaga intelijen negara lain, perusahaan, mafia, pesaing bisnis, kelompok politik, lembaga research dsb dsb.
Baca juga: Keturunan India Menjadi Presiden Singapura
Pada saat Barrack Husein Obama menjadi Presiden Amerika Serikat, negaranya mendapatkan kritikan keras dari sekutu-sekutunya karena terbukti komunitas intelijennya melakukan penyadapan pada mobile phone atau HP milik kepala-kepala negara Eropa antara lain Kanselir Jerman Barat Angela Merkel. Sudah banyak diketahui publik bahwa pihak pemerintah Amerika Serikat itu selalu menguping pembicaraan lawan maupun sekutunya melalui dinas intelijennya untuk mengetahui sikap atau kebijakan negara yang disadapnya itu agar ketika Presiden AS melakukan perundingan perdagangan atau keamanan misalnya, maka pihak AS sudah tahu lebih dulu apa yang akan dibicarakan lawan bicaranya. Indonesia dikala Pak SBY menjadi Presiden juga pernah mengalami hal yang sama yaitu dinas intelijen Australia menyadap HP milik pak SBY, amarhumah Bu Ani Yudhoyono dan beberapa menterinya. Hal ini menunjukkan betapa masyarakat intelijen suatu negara itu begitu mudahnya meretas data melalui kecanggihan teknologi informasi.
Sebenarnya kerentanan suatu data di negara kita sudah lama diincar oleh pihak-pihak lain, apalagi dewasa ini muncul aplikasi-aplikasi baru yang berbahaya seperti Pinjaman Online yang meminta seseorang mengirimkan foto KTP dan Nomor Induk Kependudukan atau KIP. Aplikasi negara pun seperti Pedulilindung juga mensyaratkan warga untuk menyetorkan data KIP itu. Data penduduk itu sekali lagi bisa digunakan pihak lain untuk berbagai kepentingan yang merugikan negara misalnya pembuatan akun palsu di Instagram, Facebook, Twitter, WA dsb dan akun-akun palsu itu menyuarakan berita palsu juga (hoax) atau informasi yang menyesatkan dan menimbulkan perpecahan bangsa. Data penduduk itu juga bisa dipakai oleh lembaga intelijen negara lain untuk membuat profiling suatu masyarakat negara yang dianggap musuhnya, bisa dipakai untuk kepentingan bisnis untuk melihat kekuatan konsumen, daya beli konsumen dan tentu dipakai lembaga intelijen militer untuk mengetahui potensi penduduk suatu negara. Kita tentu ingat berita tentang pihak kemanan kita menangkap 3-4 tenaga kerja dari negara Cina yang membongkar saluran pipa di wilayah militer Angkatan Udara di Halim Perdanakusuma Jakarta dan belum ada informasi apakah tenaga kerja Cina itu dari perusahaan atau dari lembaga intelijen yang berusaha menyadap wilayah militer itu dengan menanam alat penyadap di saluran pipa itu. Kita tidak tahu.
Baca juga: Kecurangan Pemilu Tidak Hanya di TPS
Berbagai instansi pemerintah seperti militer, kepolisian, kementrian dsb memiliki divisi cyber yang bertugas untuk melindungi data warga negara dan data rahasia milik negara. Namun kejadian kebobolan data kependudukan diatas menunjukkan bahwa sistem intelijen negara kita lemah dan perlu diperbaiki.
Editor : Pahlevi