Wacana Jokowi Jadi Cawapres, Ini Pandangan Tokoh Nasional, Parpol Sampai Joman

Reporter : Seno
images - 2022-09-13T055156.172

Optika.id - Tokoh nasional yang juga mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin mengkritik pernyataan juru bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Fajar Laksono. Soal presiden yang telah menjabat dua periode secara normatif bisa maju lagi sebagai calon wakil presiden utuk periode berikutnya. Bila kemudian MK membantah pernyataan tersebut, maka Din meminta ada sanksi tegas untuk Fajar.

"Berupa pencopotan sang jubir yang telah melakukan pelanggaran. Tidak hanya off side, tapi free kick," kata Ketua Majelis Permusyawaratan Partai (MPP) Partai Pelita ini, dalam keterangan tertulis, Jumat (16/9/2022).

Baca juga: Para Elite Politik yang Meresahkan

Bagi Din, pernyataan Fajar ini tidak bisa tidak dianggap sebagai pernyataan lembaga MK. "Seorang Jubir biasanya mewakili lembaga, dan tidak akan berani mengeluarkan pernyataan kecuali atas restu bahkan perintah Pimpinan MK," katanya.

Din bahkan menyeret-nyeret putusan MK soal ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang telah ditolak MK.

"Membenarkan dugaan bahwa MK selama ini tidak netral,imparsial, dan tdk menegakkan keadilan menyangkut isu Pemilu dan Pilpres," tegasnya.

Untuk itu, Din meminta MK tidak hanya mengenakan sanksi tegas atas jubirnya. Dia juga meminta MK mengeluarkan pernyataan bahwa seorang presiden hanya untuk dua masa jabatan berturut-turut dan tidak boleh diotak-atik untuk diberi peluang mencalonkan diri lagi walau sebagai wakil presiden.

"Jika ini diabaikan oleh MK, saya sebagai warga negara bersedia bergabung bersama rakyat cinta konstitusi melakukan aksi protes besar-besaran," katanya.

Diketahui, pernyataan disampaikan Fajar ke media dan kemudian menuai kritikan dari sejumlah pihak. Fajar mendasarkan argumen pada Pasal 7 UU 1945 yang berbunyi, "Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan."

Kritikan juga datang dari mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, yang menyebut UUD 1945 sudah mengatur presiden hanya menjabat selama 2 kali 5 tahun. "Sesudahnya tidak boleh lagi, termasuk jadi wapres," katanya.

Belakangan, MK mengklarifikasi pernyataan jubirnya ini. "Pernyataan mengenai isu dimaksud bukan merupakan pernyataan resmi dan tidak berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi RI," demikian keterangan tertulis dari Humas MK, Kamis (15/9/2022).

MK menyebut pernyataan rersebut merupakan respons jawaban kepada wartawan yang bertanya melalui chat WhatsApp. Pada saat menjawab chat WA dimaksud, tidak terlalu diperhatikan bahwa jawaban tersebut dimaksudkan untuk tujuan pemberitaan.

"Sehingga jawaban disampaikan secara spontan, singkat, informal, dan bersifat normatif," tulis pihak MK.

Dalam keterangan ini, MK hanya menyebut bahwa isu tersebut tidak berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan mereka. Sehingga, MK tidak memberi penjelasan lanjutan apakah memang di konstitusi, presiden 2 periode bisa jadi cawapres atau tidak.

Ada yang Nyuruh 

Sementara, pengamat politik Hendri Satrio (Hensat) mengatakan bahwa ada dua kemungkinan jubir MK sampai mengeluarkan statement tersebut.

"Gimana orang jadi jubir MK kok, apalagi yang dikomentari tentang MK, jadi pendapat saya pada saat dia menjawab seperti itu tuh enggak ada pendapat pribadi," ungkap Hensat yang dikutip Optika.id dari pernyataannya di TV One, Kamis (15/9/2022).

"Yang pertama ada yang nyuruh, yang kedua dia kelepasan, ini kan opini janngan-jangan ada yang nyuruh," tambahnya.

Lebih lanjut Hensat menyebutkan bahwa akibat pernyataan jubir MK, nama Jokowi akan terbawa-bawa.

"Yang paling kasihan justru adik iparnya Jokowi yang orang MK, ketua MK. Jangan-jangan disuruh adik pparya jookowi ngomong begini, semuanya kan jangan-jangan opini (jadi liar)," kata Hensat.

Pernyataan Hensat ditangkis langsung oleh tenaga ahli utama KSP RI, Muhammad Ali Ngabalin.

Dia menyebutkan bahwa pendapat orang tak perlu dijadikan referensi.

"Enggak bisa pendapat orang per orang dijadikan rujukan, kasihan publik nanti," ujar Ngabalin di acara yang sama.

Baca juga: MPR Bantah Punya Agenda Gelap Terselubung Tunda Pemilu

"Dari awal kami bilang istana tidak ada pikirkan apa-apa kecuali konsetrasi full menyelesaikan tugas nasional," tambahnya.

Pandangan PKB dan Gerindra 

Sementara itu, Wakil Sekretaris Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Maman Imanulhaq mengaku tidak setuju terkait wacana Joko Widodo (Jokowi) bisa maju sebagai calon Wakil Presiden (Cawapres) pada Pemilu 2024.

Asal tahu saja, sejumlah pihak mendorong Jokowi berpasangan dengan Menteri Pertahanan (Menhan) sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

"Enggak setuju lah. Jokowi jadi Wapres ngapain?" tanya Maman di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (15/9/2022).

Maman menilai, pernyataan Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut tidak logis. Dia merasa masih banyak sekali kader-kader bangsa yang masih berpeluang untuk maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

"Masa' Jokowi dari Presiden ke Wapres. Enggak ada kerjaan banget, catat itu!" cetusnya.

Selain itu, dia juga menanggapi terkait sinyal dari Partai Gerindra yang membuka peluang terhadap Jokowi untuk menjadi pasangan Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Dia pun tak ambil pusing. Sebab, yang terpenting Ketumnya tetap menjadi Capres yang diusung oleh PKB.

"Kita tetap Presidennya Cak Imin aja, haha," tukasnya.

Di sisi lain, isu soal Jokowi jadi cawapres sempat keluar dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman. Ia mengatakan tak menutup kemungkinan memasangkan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai Capres dan Jokowi sebagai Cawapres pada Pemilihan Presiden atau Pilpres 2024.

Ya kalau kemungkinan ya ada saja, ungkap Habiburokhman saat ditemui awak media di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (14/9/2022).

Baca juga: Skenario Penundaan Pemilu Dihembuskan Lagi, Ada Apa?

Dia menegaskan, secara konstitusional tak ada aturan yang melarang Jokowi maju kembali di ajang Pilpres, asal menjadi Cawapres. Meski begitu, Habiburokhman mengaku tak bisa berbicara lebih banyak terkait kemungkinan cawapres yang akan diusung Gerindra sebab kewenangannya berada di tangan Prabowo.

Kalau secara konstitusi memungkinkan, tapi dalam konteks politik itu bukan kewenangan saya, kewenangan ada di Pak Prabowo, Ketua Umum Partai Gerindra, katanya.

Pandangan Joman

Selain itu, Ketua Umum Jokowi Mania (Joman) Immanuel Ebenezer menyebut mewacanakan Joko Widodo menjadi calon wakil presiden setelah menjabat presiden dua periode memang sengaja dimunculkan.

"Ada orang-orang tertentu yang ingin menjerumuskan Jokowi dengan wacana itu. Saya yakin orang ini selain menjerumuskan, ingin mempermalukan Presiden Jokowi. Saya sangat yakin 1.000 persen," ujar Immanuel penuh keyakinan, Kamis (15/9/2022).

Bagi Noel, sapaan karibnya, menjadi cawapres atau bahkan hingga memenangkan Pilpres 2024, tidak akan menambah kehormatan pada diri Jokowi.

Lebih elegan, kata dia, jika Jokowi tegas mendukung calon presiden lain. Bahkan, sekalipun tokoh oposisi pada pemerintah saat ini.

"Lebih terhormat Pak Jokowi mendukung Anies Baswedan daripada dia jadi wapres," pungkasnya.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo 

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru