Optika.id - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mendorong rekontekstualisasi Islam sesuai dengan konteks kekinian dan nilai-niali kemanusiaan. Sekaligus, membentuk cara berpikir serta membentuk mentalitas baru umat Islam di seluruh dunia.
"Rekonstektualisasi Islam penting untuk diingat dan diresonansi kembali, apalagi dunia saat ini sedang di ambang kekacauan seiring dengan adanya perang, resesi global, kelangkaan energi dan pangan, serta pertentangan antar-agama dan keyakinan yang masih saja terjadi," kata Menag Yaqut dikutip dari aiaran pers, Jumat (21/10/2022).
Baca juga: Bertemu Paus Fransiskus di Vatikan, Megawati Bicara Soal Toleransi dan Perdamaian
Menurutnya, reaktualisasi Islam merupakan tantangan sebab kuatnya otoritas wawasan Islam klasik bahkan, menjurus ke standar ortodoksi Islam.
Dia mencontohkan terkait pandangan klasik yang menempatkan nonmuslim sebagai musuh. Apalagi sering sebagai pihak yang harus dicurigai dan diwaspadai. Nonmuslim sendiri sering dipandang tidak memiliki kedudukan dan hak-hak yang setara dengan muslim di berbagai ruang publik.
"Ini menjadi tantangan tersendiri bagi akademisi, tidak hanya pada aspek pandangan keagamaan saja, tetapi juga otoritas pandangan tersebut yang nyata berpengaruh secara luas dan membentuk cara berpikir dan mentalitas umat Islam seluruh dunia," papar Yaqut.
Guna mewujudkan reaktualisasi Islam, Yaqut menuturkan jika diperlukan bangunan strategi yang menggabungkan tiga elemen utama. Yang pertama yakni mendorong berkembangnya wacana rekontekstualisasi Islam melalui berbagai wahana akademis dan intelektual.
Yang kedua yakni mendorong terbentuknya berbagai consensus di antara kekuatan-kekuatan politik global. Sementara itu, untuk mendukung upaya rekonstektualisasi Islam serta melegitimasi pandangan Islam yang sesuai dengan konteks kekinian dan sesuai dengan beragam nilai kemanusiaan.
Sedangkan elemen yang ketiga yakni mendorong tumbuhnya gerakan sosial di tingkat akar rumput. Untuk menerima nilai-nilai kemanusiaan sebagai nilai universal yang mempersatukan seluruh umat manusia serta mengoperasionalkannya dalam kehidupan sosial budaya yang nyata.
Menag berharap, agar dalam waktu cepat peta jalan rekonstektualisasi islam bisa dieksekusi dengan melibatkan para pemimpin dunia, pemimpin agama dan bukan hanya agama islam saja, melainkan seluruhnya secara inklusif. Termasuk para pemimpin politik, pemimpin organisasi sosial dan pusat pendidikan bahkan selebriti.
"Kalau perlu tunjuk duta (emiserries) untuk penugasan menjalankan strategi ini. Artinya, ikhtiar ini memerlukan effort yang serius," urai pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini.
Baca juga: Penjelasan Menag Yaqut Soal Tambahan Kuota Haji 20 Ribu di 2024
Upaya ini, kata dia, menuntut dibangunnya argumentasi yang kokoh secara akademis dan dukungan legitimasi yang kuat secara global. Jika ini berhasil, pandangan yang menentang upaya rekontekstualisasi Islam dengan sendirinya akan terpinggirkan.
Dia melanjutkan, bagi Indonesia rekonstektualisasi Islam ini bukan lagi sekadar kehendak belaka, melainkan sudah dilakukan. Dia mengklaim salah satu contohnya adalah yang dilakukan para ulama Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang telah memberikan legitimasi keagamaan terhadap keberadaan NKRI berdasarkan UUD 1945, Pancasila, serta Bhinneka Tunggal Ika.
Menurutnya, Indonesia bukanlah negara islam dan tidak menganut teokrasi, melainkan negara yang pluralistic dan demokratis. Dia mengklaim saat ini Indonesia menempatkan seluruh warganya dalam kedudukan dan martabat yang sepenuhnya setara. Baik dalam hak maupun kewajiban, tanpa memerdulikan latar belakang suku, golongan, dan agama.
"Para ulama memberikan legitimasi tersebut lengkap dengan segala argumentasi keagamaan (teologis) yang kokoh," ujar dia.
Menag menjelaskan bahwa pemikiran para ulama Indonesia yang tertuang dalam argumentasi teologis untuk melegitimasi keberadaan NKRI merupakan hasil ijtihad baru yang tidak ditemukan dalam wacana Islam klasik.
Baca juga: Menag Keluarkan Surat Edaran, Penceramah Dilarang Kampanye Politik!
Hasil ijtihad para ulama Indonesia tersebut, berhasil memperoleh dukungan kokoh dari umat Islam Indonesia. Serta, membentuk cara pandang dan mentalitas keagamaan mereka.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi