Optika.id - Berita hoax kembali beredar jelang tahun politik 2024. menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) jumlahnya nanti tak setinggi pada 2019.
Baca juga: Pengamat Sebut Elektoral Demokrasi Indonesia Sedang Bermasalah!
Peningkatan itu terungkap dari data bertajuk 'Statistik Temuan Hoaks Politik Periode 2016 sampai dengan 20 Desember 2022' yang didapat dari Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo, Usman Kansong, Kamis (22/12/2022).
Data ini mengungkap angka total pada periode di atas mencapai 1.318 hoaks politik. Rinciannya, 2018 memiliki 62 hoaks politik, 2019 mencapai 928, 2020 ada 240 hoaks politik.
Angka hoaks politik menurun drastis ke 38 pada 2021. Tahun ini, atau dua tahun sebelum Pilpres 2024, jumlahnya naik kembali ke angka 50.
Kominfo pun memberi sejumlah contoh hoaks politik 2022. Yakni, 'Presiden Jokowi Resmi Memecat Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) Surya Paloh', 'Presiden Jokowi Menunjuk Ahok sebagai Menteri Perdagangan', 'KPU Menganulir Keputusan Peserta Pemilu 2024.
Di samping itu, ada hoaks 'Presiden Jokowi Mundur sebagai Presiden pada September 2022', 'Video Jokowi dan Iriana Bagi-bagi Kaus "Jokowi Tiga Periode"', serta 'Video Mahfud MD Desak KPK agar Menangkap Megawati'.
Usman, lebih lanjut, mengatakan angka hoaks, berdasarkan pengalaman di 2019, biasanya bakal melonjak tak jauh dari gelaran pemilu.
"Kalau kita lihat pengalaman 2019, itu satu tahun menjelang pemilu, itu memang hoaks sedikit sekali," ucapnya.
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
"Tapi begitu di April 2019 itu angka hoaks politik meningkat. Kita juga perhatikan tren tahun lalu kita harus antisipasi di tahun depan hingga 2024 agar hoaks tidak banyak," lanjut Usman.
Sejauh ini, pengurangan angka hoaks, setidaknya dibandingkan 2019, diduga dipicu oleh tiga faktor. Pertama, belum memasuki tahun pemilu.
Kedua, lanjut Usman, kemungkinan karena Kominfo dalam berbagai kesempatan mengajak masyarakat untuk menjaga demokrasi di ruang digital. "Artinya, masyarakat tidak memosting, menyebarluaskan disinformasi terkait politik," sambung dia.
Ketiga, literasi digital yang masif yang sudah digelar sejak 2020. "Maka muncul kesadaran di masyarakat untuk tidak membuat disinformasi."
Apakah artinya warga makin 'saleh' di ruang digital?
Baca juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
"Ya mudah-mudahan itu yang kita harapkan. Tapi kita sekali lagi tidak berhenti. Kita menggencarkan lagi dengan membentuk satgas, literasi digital untuk jaga demokrasi di ruang digital," jawab Usman. "Kominfo pun berharap hal itu membuat "hoaks politik di 2023 dan 2024 tidak banyak." "Kita perlakukan sama lah medsos itu. Nanti tergantung laporan saja, kalau laporannya terkait tentang TikTok, ya kita akan minta TikTok untuk takedown," paparnya.
"Kalau kita lihat statistik, paling banyak ya masih facebook. Hoaks itu paling banyak di facebook," lanjut dia, tanpa merinci data tersebut.
Soal medsos yang kian banyak digemari, yakni TikTok, Usman mengakui ada sejumlah hoaks politik yang beredar.
"Kita misalnya pernah meminta takedown TikTok ketika ada misinformasi Wapres [Ma'ruf Amin] katanya wapres sholat jenazah pakai sujud. Itu kita minta tiktok takedown."
Editor : Pahlevi