Bapanas Tetapkan Harga Pembelian Gabah, Partai Buruh Sebut Pemerintah Ingin Rugikan Petani

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Badan Pangan Nasional (Bapanas) pada Senin (20/2/2023) lalu menerbitkan Surat Edaran tentang Harga Batas Atas Pembelian Gabah atau Beras. Surat Edaran dengan Nomor 47/TS.03.03/K/02/2023 itu nantinya akan berlaku pada Senin 27 Februari 2023. Tujuan dikeluarkannya SE tersebut yakni dengan dalih mengendalikan laju harga beras.

Baca juga: Megawati: Jangan Andalkan Impor Beras, Kita Harus Bisa Berpikir!

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) sekaligus Ketua Dewan Penasehat Partai Buruh, Henry Saragih menyatakan jika langkah Bapanas tersebut diambil tanpa melibatkan petani. Bahkan, dia menyebut jika Kementerian Pertanian (Kementan) tidak diikutsertakan dalam pembahasan tersebut.

Sebaliknya, diketahui jika Bapanas justru melibatkan korporasi pangan yang tidak berkaitan dengan pengambilan kebijakan krusial, seperti Wilmar Padi. Keterlibatan dalam menentukan batas atas harga tersebut menurut Henry menjadi celah ruang bagi korporasi pangan skala besar untuk dapat membeli gabah dari petani dengan harga jauh lebih murah lalu mengolah dan mendistribusikan dengan harga tinggi.

Henry mengatakan jika penetapan harga yang dilakukan sepihak oleh Bapanas justru membuka kran peluang penguasaan gabah oleh korporasi, alih-alih mengendalikan harga beras seperti dalih Bapanas.

Bukan tidak mungkin kejadian serupa minyak goreng yang tidak mampu dikendalikan harganya oleh pemerintah pada tahun 2022 lalu berulang dialami beras, kata dia dalam keterangan tertulis, Rabu (22/2/2023).

Tak hanya Henry, Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengaku khawatir dengan nasib petani dan konsumen dengan terbitnya SE Bapanas tersebut. Menurutnya, nasib kesejahteraan petani dan konsumen Indonesia akan buruk dengan batas atas pembelian gabah atau beras itu. Hal ini dia katakan sebab berkaca dari gejolak harga beras yang terjadi di Indonesia selama tahun 2022 lalu.

Dia menilai saat ini persoalan penyerapan beras untuk cadangan pemerintah menjadi salah satu permasalahan mendasar yang harus diatasi. Bahkan, hal itu seolah dijadikan dalih impor beras sebanyak 500.000 ton.

Baca juga: Partai Buruh Gelar Aksi Serentak, Tuntut UU Cipta Kerja Esok Hari

Oleh karena itu, pihaknya menolak impor beras sebab produksi beras dalam negeri sepanjang tahun masih mencukupi. Partai Buruh juga mendesak agar pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan petani dan konsumen dalam memutuskan apapun yang berkaitan dengan pangan.

"Jangan berikan peluang kepada korporasi yang menjadi pemain tengah dalam rantai distribusi beras meraup untung besar, ujar Said.

Di sisi lain, Ketua Exco Pusat Partai Buruh Bidang Reforma Agraria dan Kedaulatan Pangan Angga Hernanda menjelaskan jika disepakatinya harga batas bawah Rp4.200 per kilogram dan harga batas atas Rp4.550 per kilogram untuk Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani akan merugikan petani padi.

Baca juga: Pengamat Pertanian: Kenaikan Harga Beras Adalah Hal yang Anomali

Penentuan harga itu abai terhadap fakta-fakta bahwa terjadi peningkatan biaya produksi dan modal yang ditanggung petani. Seperti kenaikan harga pupuk, kenaikan sewa tanah, kenaikan biaya upah pekerja bagi petani yang tidak mengusahakan sawahnya sendiri, tutur Angga.

Pihaknya juga mengusulkan agar kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah atau Beras segera direvisi oleh Kementerian Perdagangan karena sudah tidak sesuai lagi dengan biaya yang ditanggung oleh petani. Menurutnya, hal tersebut penting untuk dilakukan pasalnya saat ini sudah mulai memasuki masa panen raya sehingga diperlukan penetapan harga yang layak.

Partai Buruh bersama Serikat Petani Indonesia (SPI) mengusulkan HPP untuk GKP ditingkat petani sebesar Rp. 5.600 per kg. Sebab yang menjadi pertimbangan yaitu kenaikan upah tenaga kerja, sewa lahan, dan sewa peralatan. Upah tenaga kerja sekarang sudah Rp. 120 rb - 150 rb per hari, sewa lahan tentu sudah naik diatas 3 - 4 juta per hektare, terus sewa peralatan pada umumnya Rp1,5 juta. Kemudian biaya panen belum dihitung rata-rata Rp. 3 juta/ha, bahkan dibeberapa daerah masih ada biaya angkut, ujarnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru