Surabaya (optika.id) - Kenaikan serta kelangkaan beras di pasaran saat ini menjadi sesuatu yang mengkhawatirkan lantaran bertepatan dengan momentum Ramadan dan Idulfitri. Melambungnya harga beras ini pun disinyalir terjadi di tengah pesta elektoral perebutan kursi eksekutif dan legislative.
Pasalnya, kontestasi elektoral lima tahunan yang seharusnya menjadi ajang rakyat untuk menyuarakan hak pilihnya tersebut justru dinilai turut berkontribusi dalam kenaikan harga beras. Partai politik dan kontestan pemilu masih saling gesek untuk mengamankan posisi masing-masing dengan ugal-ugalan memberikan bantuan sosial (bansos) baik berupa sembako, maupun uang.
Baca Juga: Megawati: Jangan Andalkan Impor Beras, Kita Harus Bisa Berpikir!
Menannggapi hal tersebut, Pengamat Pertanian dari Center of Reform on Economic (CORE), Eliza Mardian mengaku heran dengan hal tersebut. Deficit dan kenaikan harga beras ini menurutnya adalah anomaly. Sebab, apabila dikalkulasi, stok beras awal tahun mencapai 6,7 juta ton. Bahkan, jika merujuk pada Bapanas, maka stok awal tahun mencapai sekitar 7,4 juta ton.
Sedangkan konsumsi per bulannya itu rata-rata 2,5 juta ton. Dengan besaran stok demikian, semestinya cukup, kata Eliza kepada Optika.id, Rabu (28/2/2024).
Titik persoalannya, ucap Eliza sebenarnya ada pada distribusi dan ketiadaan data yang bisa melacaka pendistribusian dan stok beras di tingkat penggilingan, korporasi, ritel dan masyarakat luas. Sejauh ini, Eliza mengungkapkan jika data tersebut baru tersedia di level produksi petani.
Lebih lanjut, harga beras yang melambung tinggi akhir-akhir ini juga tak luput dari pola tahunan. Akan tetapi, karena bertepatan dengan momentum pemilu, kontestasi elektoral para elite politik ini turut menyumbang faktor kenaikan harga beras.
Sebab dalam rangka silaturahmi dan kunjungan ke masyarakat kerap diikuti dengan pembagian sembako, ujar Eliza.
Baca Juga: Lagi-Lagi El Nino Disalahkan Biang Kerok Harga Pangan Mahal
Selain itu, kebijakan pemerintah yang ugal-ugalan mengguyur masyarakat bansos ini berdampak pada lemahnya pemerintah dalam mengintervensi pasar ketika harga beras sedang melambung tinggi seperti saat ini.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Jadi yang membuat harga-harga pangan meningkat selain karena pola tahunan juga meningkatnya permintaan karena momentum pesta demokrasi. Disambung lagi dengan menjelang [bulan] Ramadan, jelas Eliza.
Sebagai informasi, dalam keterangannya di media, Anggota DPR RI Komisi IX dari fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher mengungkapkan jika kelangkaan beras dan mahalnya harga beras di pasaran selama beberapa bulan terakhir yang meresahkan ini diakibatkan oleh kebijakan bansos pemerintah yang salah penerapan.
Baca Juga: Panen Raya Sudah Dimulai, Bapanas Klaim Harga Beras Bakal Segera Turun
Dirinya tidak sependapat dengan pemerintah yang mengklaim jika masalah beras ini disebabkan oleh perubahan cuaca yang membuat hasil panen turun.
Kondisi ini mengkhawatirkan karena dapat menurunkan daya beli masyarakat terhadap bahan pokok. Padahal sebentar lagi kita memasuki bulan suci Ramadan dan Idulfitri di mana kebutuhan akan bahan pokok meningkat, kata Netty di Jakarta, Jumat (23/2/2024) lalu.
Editor : Pahlevi