Optika.id - Tidak sedikit perempuan terjerat pinjaman online (pinjol) yang mengalami berbagai risiko dan rentan terhadap sejumlah tindak kekerasan. Hal tersebut diungkap oleh Deputi Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Lenny N Rosalin.
Baca juga: Kasus KDRT Masih Marak, Ada yang Salah dengan UU Penghapusan KDRT?
Dirinya memaparkan saat ini banyak perempuan yang mengalami ancaman kekearsan berbasis gender online (KBGO) seperti penyebaran informasi data-data pribadi atau doxing, pelecehan seksual, hingga diintimidasi secara langsung ketika dilakukan penagihan oleh debt-collector.
Pada praktiknya, banyak masyarakat justru terlilit utang. Korbannya sebagian besar adalah perempuan yang membuat mereka mengalami sejumlah kekerasan, papar Lenny dalam keterangan tertulis, Jumat (24/3/2023).
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2021, Lenny mengatakan bahwa mayoritas pengguna layanan pinjaman online yakni perempuan. Sebanyak 59,95% perempuan memakai pinjol dibandingkan laki-laki yang hanya sebesar 45,05% saja.
Baca juga: Kekerasan Tak Buat Anak Jadi Penurut dan Disiplin
Data tersebut menunjukkan bahwa perempuan menjadi pihak yang lebih rentan menjadi korban serta sasaran dari pinjol illegal. Hal tersebut diperparah dengan perempuan yang mempunyai literasi finansial yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki kendati perempuan dianggap sebagai pihak yang paling bertanggung jawab dalam urusan domestic atau rumah tangga.
Selain minimnya literasi finansial, perempuan juga kurang mendapatkan akses sosialisasi pengetahuan mengenai cybersecurity. Adapun cybersecurity yakni pengetahuan terkait keamanan serta perlindungan sistem, jaringan, privasi, data diri dan ancaman serangan digital yang saat ini sedang marak terjadi di lingkungan masyarakat.
Baca juga: Solusi dari Anies Soal Warga RI yang Terjerat Pinjol!
Oleh sebab itu, KemenPPPA pun berusaha agar meningkatkan literasi digital perempuan, cybersecurity, dan literasi keuangan agar perempuan bisa melindungi diri mereka sendiri dan memiliki kemandirian. Tak hanya itu, pihaknya juga berupaya agar kesetaraan gender terwujud, perempuan bisa berdaya, dan hak-hak perempuan bisa terpenuhi sehingga, tidak ada lagi perempuan yang terjerat pinjaman online dan mendapatkan KGBO.
Kita semua harus terus mengedukasi masyarakat, mengembangkan sistem perlindungan konsumen dengan memperhatikan mekanisme peminjaman dan pengaduan keluhan yang berspektif gender, tutup Lenny.
Editor : Pahlevi