Di Tengah Gempuran Media Sosial, Kenapa Kita Justru Merasa Terasing?

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Kemajuan teknologi yang semakin pesat bagaikan pisau bermata dua yang jika tidak digunakan dengan bijak, maka akan berdampak negatif. Kemajuan teknologi juga membuat perilaku berkomunikasi seseorang beralih. Dari yang awalnya secara konvensional alias bertatap muka, kini langsung ke komunikasi dunia maya yang tidak terhalang jarak maupun waktu lagi. Kini manusia hanya bisa berkomunikasi dengan orang lain hanya dengan gawai dalam genggaman saja.

Baca juga: Pantauan Media Sosial: Putusan MK Memicu Kekhawatiran Soal Gibran

Tentu bukan hal yang aneh ketika ada orang yang saat ini memiliki media sosial. Bahkan, mereka bisa saja menggunakan dua atau lebih media sosial dengan banyak akun. Akan tetapi, fenomena tersebut tentu menimbulkan beberapa dampak.

Lantas, apa saja dampak yang ditimbulkan dari pesatnya media sosial?

Depresi dan Kesepian yang Menghantui

Masyarakat berusia antara 16 hingga 36 tahun mayoritas membunuh waktunya untuk mengakses internet dan media sosial selama kurang lebih 6 jam 46 menit per harinya. Hal tersebut diungkapkan oleh riset yang dipublikasikan Crowdtap, IpsosMediaCT dan The Wall Street Journal.

Pada penelitian tersebut, disimpulkan bahwa ada kecenderungan konsumsi masyarakat yang kian berkurang dalam mengakses media tradisional seperti televise, radio dan surat kabar. Di sisi lain, kebutuhan untuk menjalin hubungan komunikasi melalui media sosial pun meningkat.

Adapun tingginya durasi mengakses media sosial tersebut merupakan ciri dari Revolusi Industri 4.0. istilah tersebut mengacu pada perubahan besar-besaran yang terjadi serta memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap cara kita hidup, bekerja, maupun berkomunikasi dengan sesama.

Sementara itu, menurut Koentjoro Soeparno dan Lidia Sandra dalam jurnalnya yang terbit di Buletin Psikologi Vol. 19 No.1 berjudul Sosial psychology: The passion of psychology kemajuan teknologi membentuk relasi pertemanan versi baru melalui medium digital.

Realitas menjadi bersifataugmenteddan maya, menggunakan media baru (internet) yang dioperasikan melalui situs-situs jejaring sosial, tulis Koentjoro dan Lidia, dikutip Optika.id, Senin (17/7/2023).

Kendati demikian, komunikasi melalui media sosial turut mengubah kedalaman dan keleluasaannya. Misalnya dari yang sebelumnya tiga dimensi alias tatap muka di dunia nyata kemudian beralih ke efek dan bentuk dua dimensi berupa gambar maupun pesan yang jauh lebih terbatas untuk melakukan kontak fisik.

Di sisi lain, Psikolog Ayoe Sutomo menilai jika komunikasi melalui media sosial ini sangat terbatas dan tidak efektif dalam menyampaikan maksud antar pihak dan rentan terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Dia juga menegaskan jika media sosial tidak mampu menggantikan keutuhan kontak secara riil.

Beberapa penelitian ilmu sosial, ujar Ayoe, menunjukkan bahwa mengakses media sosial yang terlalu sering memberikan dampak buruk yakni meningkatkan potensi stress. Pasalnya, banyak dari kita yang mencitrakan diri secara baik di media sosial kemudian membandingkan-bandingkan antar pribadi dengan orang lain. Oleh sebab itu, pengguna media sosial yang berlebihan juga bisa mengalami penurunan pemahaman tentang konsep diri dan akan lebih merasa kesepian apabila tidak mendapat respon yang diharapkan.

Jangan sampai karena sekadar iseng atau kesepian, lalu menggunakan media sosial. Itu bukan cara yang tepat, malah bisa berpotensi memicu depresi, kata Ayoe kepada Optika.id, Senin (17/7/2023).

Baca juga: Debat Capres Terakhir Bikin Rakyat Kena Prank Nasional

Terjebak Citra Diri yang Semu

Membagikan pengalaman atau memoles citra diri di media sosial memang sangat mengasyikkan. Akan tetapi, Ayoe mengingatkan bahwa ada citra diri yang tidak jujur dan tidak utuh dari foto, tulisan maupun konten yang diunggah di media sosial.

Sebetulnya apa yang ditampilkan di dalam media sosial kerap kali tidak menunjukkan gambaran diri yang sebetul-betulnya. Itu belum tentu sama dengan yang dialami oleh orang yang menampilkannya, ujarnya.

Dihubungi secara terpisah, pengamat media sosial, Ismail Fahmi menilai jika efek penggunaan media sosial berlebih bisa mengalienasi para penggunanya. Pengguna media sosial akan lebih mudah merasa terasing dari lingkungan sekitarnya dan tidak bisa mengenali dirinya sendiri dengan lebih dalam.

Dia mengatakan, umumnya media sosial seperti Facebook, Twitter maupun Instagram dipakai sebagai sarana bagi publik dalam mengakses berita serta menghubungkan dengan sesama kelompoknya.

Namun, kata dia, penggunaan media sosial berlebih membuat masyarakat akan mengalami kehausan emosi.

Baca juga: Ada Topeng Bobrok dalam Pamer Kemesraan di Media Sosial

Kebutuhan untuk menyalurkan emosi makin tak terpenuhi. Kebutuhan menjalin relasi dan perjumpaan riil dalam keseharian menjadi berkurang, kata Fahmi kepada Optika.id, Senin (17/7/2023).

Oleh sebab itu, dia mewanti-wanti agar pengaruh media sosial bisa diawasi secara bijak lantaran bisa mengganggu perkembangan keharmonisan dalam keluarga, apalagi banyak kabar perselingkuhan dari artis ternama maupun orang biasa akhir-akhir ini.

Media sosial pun telah menggerus interaksi nyata dalam keluarga seperti anak dengan orang tua, antar saudara, dan lain sebagainya.

Orang tua sekarang ini kalau mau tahu perkembangan anaknya harus dengan mem-followIG (Instagram) anaknya, Twitter-nya, dan semuaupdateyang dilakukan anaknya. Meskipun bertemu langsung di rumah, orang tua juga malah lebih mengenal anaknya dari teman-temannya, ujar Fahmi.

Dia pun menekankan, keterbatasan manfaat yang ditawarkan media sosial. Fahmi menilai yang disentuh oleh media sosial hanya sisi kognitif dan pendapat kita terhadap hal tertentu.

Itu pun malah membuat kita teralienasi, pungkasnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru