Optika.id - Hari demi hari permasalahan kasus kekerasan pada anak kian meningkat. Komisi perlindungan Anak (Komnas PA) menunjukkan terdapat sebanyak 3.547 aduan yang diterima pada tahun 2023.
Anak-anak menjadi salah satu pihak yang sering menjadi korban kekerasan baik kekerasan fisik, dan seksual. Lingkungan sekolah juga turut menjadi tempat yang menyumbangkan kasus kekerasan pada anak. Nyatanya sekolah masih belum mampu untuk mewujudkan ruang lingkup yang aman, dan nyaman bagi siswa.
Baca juga: Akar Masalah Struktural Hingga Kultural Perundungan Anak di Sekolah
Seringkali anak-anak yang menjadi tempramental, depresi, perilaku agresif, intimidasi dengan teman sebaya, menarik diri dari lingkungan merupakan karakterisik korban dari kekerasan yang terjadi pada anak.
Kekerasan yang terjadi di sekolah meliputi kekerasan secara fisik (bullying), dan kekerasan seksual. Namun sangat disayangkan ranah pendidikan juga turut menyumbang banyaknya kasus kekerasan seksual yang terjadi pada siswa.
Terdapat 136 kasus kekerasan sepanjang tahun 2023, 134 merupakan pelaku, 19 dari 339 korban meninggal dunia. Tentunya hal ini memberikan dampak bagi semua pihak terutama bagi siswa-siswi yang merasa tidak mendapatkan tempat yang layak dan aman dalam proses pembelajaran di sekolah.
Salah satunya, adalah kekerasan seksual pada anak yang terjadi di SD swasta di Yogyakarta yakni terdapat 15 korban siswa yang menjadi korban dari pelaku guru content creator berinisial NB. Kasus pencabulan ini terjadi sejak Agustus hingga Oktober 2023 dimana pelaku mengancam korban dengan senjata tajam dan juga mempertontonkan video dewasa serta memngenalkan para korban pada aplikasi layanan pekerja seks komersial.
Baca juga: KPPPA Minta Kasus Perundungan Sekolah Internasional Binus Diselesaikan dengan UU Pidana Anak
Sementara itu kasus lain juga terjadi di Sekolah Dasar Kabupaten Minahasa yang diduga guru honorer yang bernama Clinton Antolonga melakukan pencabulan terhadap 14 siswa berusia 9-11 tahun sejak September 2022 hingga Juni 2023. Pelaku mengancam para korban dengan iming-iming sejumlah uang dan ancaman tidak akan dinaikkan kelas.
Kasus serupa juga terjadi di Desa Purabaya, Kecamatan Purabaya, Kabupaten Sukabumi yang dialami oleh siswi Madrasah Aliyah yang mengalami pelecehan oleh guru di MAN 4 Sukabumi. Pelecehan tersebut dilakukan oleh pelaku secara fisik dan tertulis di aplikasi chating WhatsApp. Kasus ini telah diselesaikan secara kekeluargaan dan pelaku sudah meminta maaf secara lisan maupun tertulis kepada korban.
Oleh karenanya perlu dibentuk Satuan Tugas Pencegahan Kekerasan Seksual (SATGAS) di sekolah baik negeri maupun swasta. Satgas diharapkan mampu menjadi sebuah perlindungan bagi siswa-siswi untuk dapat mencegah terjadinya kekerasan seksual di sekolah. Namun nyatanya SATGAS masih belum terbentuk dengan optimal sehingga sekolah seringkali kecolongan terhadap terjadinya kasus kekerasan seksual pada siswa-siswi.
Baca juga: Bullying Terjadi Lagi, FSGI: Sekolah Tak Boleh Cuci Tangan dan Main Aman
Selain itu, mekanisme pengaduan kekerasan seksual pada pihak sekolah harus dilakukan semaksimal mungkin dengan tanggap dan cepat sehingga kasus tersebut dapat segera diproses oleh hukum.
Oleh: Nebitha Marsyah Ananda, Mahasiswa Sosiologi Universitas Airlangga
Editor : Pahlevi