Surabaya (optika.id) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengingatkan kepada masyarakat terkait dampak buruk pengambilan air tanah secara berlebihan bagi lingkungan. Pasalnya, hal tersebut bisa memicu penurunan tanah atau land subsidence.
Peneliti Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Dwi Sarah menjelaskan penurunan muka tanah memiliki korelasi yang cukup signifikan dengan banjir rob di kawasan pesisir sebagai akibat dari peningkatan muka air laut yang terjadi tiap tahunnya.
Baca juga: Peserta Pemilu 2024 Diminta Edukasi Masyarakat Soal Quick Count
"Penurunan tanah yang perlahan umumnya disebabkan oleh faktor alami ataupun antropogenik, khususnya akibat pengambilan fluida dari bawah permukaan," ujarnya dalam keterangan tertulisnya, dikutip Optika.id, Senin (19/2/2024)
Di kawasan Pantai Utara Jawa (Pantura), Sarah mengungkapkan jika penurunan muka tanah selama ini masih kurang dianggap dan kurang diperhatikan karena lajunya hanya skala sentimeter saja. Kendati penurunan tanah tersebut tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat, namun dampaknya sangat terasa dan meluas ke berbagai aspek.
'Kondisi bawah permukaan yang tersusun dari endapan muda yang rawan konsolidasi, baik itu secara alamiah ataupun akibat pengambilan air tanah ataupun beban bangunan, dapat menghasilkan penurunan dengan laju hingga mencapai 10 sentimeter per tahun," kata Sarah.
Di sisi lain, kenaikan muka air laut yang terjadi karena dampak perubahan iklim juga terjadi sekitar 3 10 milimeter per tahunnya.
Baca juga: Peneliti BRIN: Demokrasi Kurang Baik, Stafsus Presiden Nilai Jangan Sampaikan Pendapat Partisan
Peristiwa kawasan pesisir yang terus mengalami penurunan, ujar Sarah, ditambah dengan kenaikan muka air laut yang menyebabkan banjir rob saat ini sudah menjadi masalah sehari-hari yang tidak bisa terelakkan bagi masyarakat di kawasan Pantura.
Selain banjir rob, penurunan tanah juga bisa menyebabkan banyak rumah mengalami penurunan yang tidak merata serta bisa mengakibatkan kerusakan saluran drainase maupun infrastruktur lainnya.
Alhasil, fenomena tersebut juga memberikan tekanan sehingga membuat bangunan menjadi miring serta merugikan secara ekonomi.
Baca juga: Bicara Keamanan Siber: Ganjar Ingin Kuatkan BSSN
Sementara itu, rumah penduduk pesisir yang mengalami penurunan tanah kata Sarah harus dinaikkan setinggi 1 hingga 1,5 meter setiap dua sampai tiga tahun. Tujuannya adalah agar rumah tidak tenggelam.
"Penurunan muka tanah adalah sebuah bahaya yang dapat menjadi bencana. Peristiwa terbaru adalah banjir di Demak yang mengakibatkan 21 ribu warga mengungsi, ini paling banyak di awal tahun 2024. Kita ketahui bahwa Demak adalah area yang mengalami penurunan muka tanah yang cukup meluas," imbuhnya.
Saat ini, Sarah mengaku jika pihaknya aktif melakukan riset secara mandiri, pendanaan internal dan eksternal, hingga kolaborasi untuk meneliti bahaya penurunan tanah yang merupakan masalah multidimensi.
Editor : Pahlevi