Surabaya (optika.id) - Sistem Informasi Rekapitulasi Suara (Sirekap) yang didesain oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menghitung hasil pemungutan suara di Pemilu 2024 terus menuai polemik berkepanjangan. Caleg-caleg di berbagai daerah belakangan ini lantang mengungkapkan adanya anomaly atau bahkan suara mereka terus menurun di Sirekap.
Berbagai laporan suara yang hilang tersebut terus mengemuka di tengah kontroversi diberhentikannya proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan oleh KPU hingga Selasa (20/2/2024). KPU mengklaim jika penghentian rekapitulasi suara itu terkait dengan kesalahan konversi data dalam Sirekap.
Baca juga: KPU Segera Terbitkan Aturan di Setiap Daerah untuk Patuhi Putusan MK
Atas dasar itu, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Nurul Amalia Salabi mengecam tindakan KPU pusat yang mengeluarkan arahan untuk menghentikan proses rekapitilasi suara di tingkat kecamatan. Nurul menegaskan jika tindakan itu bisa masuk dalam kategori penyelewengan wewenang atau abuse of power oleh KPU sendiri.
"Kami mendesak KPU untuk melanjutkan proses rekapitulasi suara di tingkat kecamatan. Proses rekapitulasi suara mesti dilaksanakan tepat waktu, transparan, dan akuntabel. KPU wajib menjaga kemurnian suara pemilih, dan mempercepat proses rekapitulasi suara agar hasil resmi Pemilu 2024 bisa lebih cepat diketahui oleh masyarakat," ucap Nurul kepada Optika.id, Kamis (22/2/2024).
Baca juga: KPU Amati Putusan MK dan Akan Konsultasi dengan DPR RI
Menurut Nurul, langkah KPU dalam menghentikan tahapan pemilu secara sepihak itu tidak punya dasar hukum. Dia pun mendesak agar Bawaslu dan Komisi II DPR RI tidak diam saja dan segera turun tangan untuk mengusut praktik penyelenggaraan pemilu yang terkesan makin ugal-ugalan dari hari ke hari.
"Tindakan KPU RI tersebut patut diduga merupakan pelanggaran serius karena menghentikan tahapan pemilu tanpa dasar hukum. Ini bisa (dugaan kecurangan) yang terstruktur, sistematis dan masif dengan dihentikannya tahapan rekapitulasi suara di tingkat kecamatan," ucap Nurul.
Baca juga: KPU Diimbau Laksanakan Putusan MK Guna Menjaga Demokrasi!
Senada, Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati menyebut jika dugaan suara hilang seperti yang dibeberkan oleh sejumlah caleg tidak boleh disepelekan dan dianggap remeh oleh KPU. Sebab, dia khawatir terjadi manipulasi suara yang dilakukan oleh oknum petugas di lapangan.
"Dan di situ C1 plano. Itu harus dibuka. Kalau ada yang tidak sinkron, maka solusinya buka kotak suara. Akurasi data pada Sirekap yang bermasalah dan arahan penghentian proses rekapitulasi suara manual di tingkat kecamatan menjadi masalah pelik penghitungan suara yang potensial memicu manipulasi suara," kata Neni.
Editor : Pahlevi