Jakarta (optika.id) - Pengasuh Pondok Pesantren (PP) Al-Anshory, Desa Tulusrejo, Kecamatan Grabag, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, KH. Muhammad Luthfi Rochman turut prihatin mendengar Komite Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memelototi ikutnya Gibran Rakabuming Raka di Pilpres 2024.
Diketahui, lembaga internasional ini baru-baru ini merilis temuan berisi keprihatinan terhadap sejumlah negara dalam menerapkan Konvensi Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Covenant on Civil and Political Rights/CCPR). Salah satunya yakni di Indonesia.
Baca juga: Presiden Prabowo akan Hadiri Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang
Keprihatinan yang dimaksud yakni putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menurunkan batas usia kandidat capres/cawapres. Ini jelas menguntungkan anak Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming yang kemudian memenangi Pilpres 2024 bersama Prabowo Subianto sebagai capres.
Menurut Kiai Luthfi, Presiden Jokowi dan para penasehatnya mesti bertanggungjawab atas pencemaran nama baik Indonesia terdapat. Hal tersebut disampaikan saat dihubungi, Sabtu, (30/3/2024).
Presiden sebagai Kepala Negara tentu ikut bertanggung jawab termasuk para penasehat disekelilingnya baik para ulama dan habaib yang jadi penasehat beliau tetapi hanya diam dan bungkam saja. Takutlah pengadilan Allah jika di dunia republik ini belum ada keadilan, katanya.
Baca juga: Kado Awal Tahun: UMP Naik 6,5 Persen, Kesejahteraan Guru Meningkat Signifikan di 2025
Dalam kesempatan yang sama, ia juga menyampaikan bahwa, banyak kejahatan yang sudah dilakukan oleh rezim Jokowi. Selain di MK, salah satu yang tak bisa dilupakan adalah soal penembakan anak-anak Indonesia di KM 50.
Kasus KM 50 merupakan tragedi tewasnya enam anggota Laskar Forum Pembela Islam (FPI) pada Senin dini hari, 7 Desember 2020 silam. Mereka tewas ditembak personel polisi di Jalan Tol Cikampek Kilometer 50.
Baca juga: Rezim Gemoy Tapi Duit Cupet
Itulah sebabnya tragedi ini disebut Kasus KM 50. Dikategorikan unlawful killing, menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, pembunuhan ini terjadi di luar proses hukum oleh aparat.
Yang paling bertanggung jawab tentu rezim hari ini yang juga telah terjadi pembantaian yang sadis dan melanggar HAM berat di KM 50 selain dari pada yang disebut oleh laporan PBB tersebut, ujarnya.
Editor : Pahlevi