Surabaya (optika.id) - Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, Hikmahanto Juwana memberikan komentar perihal MK belum memutuskan Pemilu tetapi Prabowo sudah diundang keluar. Kemudian, seperti apa memaknai kunjungan itu sebagai masyarakat. Berdasarkan fakta, bukti dan pasal dalam hukum itu menjadi penting, yang menentukan bukan advokat, menentukan adalah rakyat dan Hakim.
"Apakah jangan-jangan ada intervensi dari Beijing, belum tentu, kalaupun iya didasarkan pada kepentingan nasional negara tersebut. Ada kepentingan nasional dari negara tersebut, sebaiknya saya mengundang Pak Prabowo sekarang, apa itu tidak mendahului keputusan MK. Dalam hukum internasional itu ada pengakuan terhadap negara baru, kalau kita merdeka, muncul sebagai negara, apakah kita diakui atau tidak itu akan menentukan," ujat Hikmahanto kepada Optika.id, Minggu, (7/4/2024).
Baca juga: Presiden Prabowo akan Hadiri Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang
Hal ini dikatakannya dalam Diskusi Forum Insan Cita dengan Judul "Undangan Xi Jinping, Prabowo dan Sidang Gugatan Pilpres di MK" melalui kanal YouTube.
Karena kepentingan suatu negara, pengakuan ada istilah de facto dan de jure. De facto kenyataan, kalau de jure itu nanti. Transisi pemerintah dari Jokowi ke Prabowo inkonstitusional itu tidak. Dari Beijing, mengakui dulu secara de facto, bahwa nanti ada putusan MK dan mungkin berubah, Beijing akan mengakui secara de jure. Bagi suatu negara, jangan sampai pada waktu mengakui pemerintahan yang sah tiba-tiba pemerintahan pemberontak akan muncul.
"Satu diakui secara de facto, satu diakui secara de jure. Beijing atau Jepang mengundang Prabowo sebagai menteri, ia tidak bisa mengendalikan. Pak Prabowo dalam posisi menyesuaikan situasi yang ada, memang orang mengatakan tidak lazim. Walaupun kadang iya, menteri luar negeri Amerika Serikat apakah akan menjadi Presiden, tidak," terangnya.
Baca juga: Kado Awal Tahun: UMP Naik 6,5 Persen, Kesejahteraan Guru Meningkat Signifikan di 2025
Kemarin, Presiden Xi Jinping menyatakan selamat kepada Pak Prabowo. Dalam konteks seperti ini, sebagai pihak yang diundang tidak bisa mengendalikan apa yang menjadi sistem utama, ini sesuatu yang istimewa. Mungkin, kedutaan besar negara luar, tapi putusan berkekuatan hukum tetap masih bisa di challenge. Pengumuman resmi bahwa Prabowo sebagai pemenang itu ada di KPU, mahkamah konstitusi bicara dalam konteks peninjauan kembali.
"Memang ada pemerintahan yang sudah mengucapkan kepada Prabowo saat quick count, sudah menyampaikan, tetapi kemudian setelah KPU melakukan putusan, mereka baru bilang selamat. Dalam negara yang ada demokrasi dan lembaga survei, quick count itulah yang akan menentukan. Kemudian, apakah ada proses seperti itu, Amerika aja ada. Bisa memberikan congratulation karena kepentingan nasional," tegas Peneliti Ilmu Hukum Indonesia itu.
Baca juga: Rezim Gemoy Tapi Duit Cupet
Menurutnya, ini adalah tindakan yang sangat terkalkulasi. Kunjungan itu, bermakna Prabowo kalau dulu menjadi oposisi, sekarang menjadi bagian. Semua orang tahu Prabowo menyampaikan kepada Xi Jinping, basis hubungan baik China oleh Jokowi menjadi basis Prabowo. Itu yang menjadi bukan perubahan, tetapi melanjutkan.
"Tetapi, Prabowo mengatakan bahwa tidak mau terlalu berdekatan kepada Beijing. Seribu teman kurang, satu musuh terlalu banyak, Prabowo memaknai kunjungan ke China harus diikuti ke Jepang. Memang kalau pergi ke Amerika Serikat pada saat itu, terlalu lama. Tensi dunia dipelihara, ini yang disebut dari well calculated dari segi Prabowo. Karena betul juga bahwa Presiden terpilih dilantik, itu kunjungan pertama di ASEAN, tetapi ini belum. Kita ini dalam posisi diperebutkan, jadi belum Prabowo itu dilantik, negara yang punya kepentingan terhadap Indonesia saling berebut. Jangan sampai pemimpin kita tidak melakukan kalkulasi, mereka harus pandai memperhitungkan dan diuntungkan dari posisi ini," pungkasnya.
Editor : Pahlevi