Kekuatan Orde Baru Sudah di Pusat Pemerintahan Republik Indonesia

Reporter : Pahlevi
Prabowo Subianto

Surabaya (optika.id) - Kekuatan Orde Baru sudah sampai di Pusat Kekuasaan Pemerintahan Republik Indonesia. Prabowo Subianto (PS) sebentar lagi dikukuhkan sebagai Presiden Republik Indonesia 2024-2029 dan saat ini Ketua MPR RI (Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia) di tangan Bambang Soesatyo (Bamsoet), yang juga Wakil Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar.

Apa yang sedang mereka lakukan saat ini?

Baca juga: Presiden Prabowo akan Hadiri Tanwir dan Milad ke-112 Muhammadiyah di Kupang

PS kembali memberi sinyal arah evaluasi demokrasi akan datang. PS katakan bahwa demokrasi Indonesia sangat melelahkan, berantakan, dan mahal. Hal itu disampaikan Prabowo saat menghadiri Mandiri Investment Forum 2024 di Fairmont Hotel, Jakarta, pada Selasa, (5/3/2024).

"Dan izinkan saya memberi kesaksian bahwa demokrasi sangat-sangat melelahkan, demokrasi sangat berantakan. Demokrasi sangat costly (makan biaya). Dan kita sampai sekarang masih tidak puas dengan demokrasi kita," ujar Prabowo.

Kini, Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI), Bambang Soesatyo (Bamsoet), kembali mengulang pikirannya tentang evaluasi terhadap demokrasi Indonesia, utamanya peranan MPR RI.

Dia menilai sistem pemilihan langsung di Indonesia telah memunculkan demokrasi transaksional di tengah masyarakat. Politik transaksional bisa mengikis idealisme dan komitmen politik sebagai sarana perjuangan mewujudkan aspirasi rakyat dilansir tempo.co, Rabu (27/3/2024).

"Demokrasi transaksional pada Pemilu 2024 yang baru saja kita lalui, harus diakui semakin masif dan terbuka dibandingkan tiga Pemilu sebelumnya dengan sistem Pemilu terbuka, ujar Bamsoet saat mengajar secara daring mata kuliah 'Karakter Bangsa dan Bela Negara', di Universitas Pertahanan, Rabu (27/3/2024).

Lebih lanjut dia menguraikan, menelisik hasil Pemilu 2024, banyak caleg yang memiliki kualitas dan kapabilitas sebagai anggota dewan harus tersingkir. Hal itu terjadi karena maraknya politik transaksional di masyarakat. Persaingan lebih didominasi oleh kekuatan finansial. Visi, misi, program kerja ataupun sumbangsih sosial terkalahkan.

"Istilah nomer piro wani piro (NPWP) menjadi hal biasa ditengah masyarakat. Pemilih tidak lagi mengutamakan kualitas dan kapabilitas para caleg. Mereka lebih mengutamakan berapa besar uang yang diterima dari para caleg," kata Bamsoet.

Kaji Kembali

Menurut Bamsoet solusi penyelesaian politik transaksional dari demokrasi langsung adalah harus mengkaji kembali sistem demokrasi Indonesia saat ini.

"Sistem demokrasi langsung yang dianut oleh bangsa Indonesia sangat berpotensi menggiring orang untuk terjerat dalam tindak korupsi. Hasil kajian Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat sistem demokrasi langsung memiliki daya rusak yang luar biasa. Tidak aneh bila banyak kepala daerah ataupun anggota dewan yang tersangkut kasus korupsi, karena saat pemilihan mereka mengeluarkan biaya yang sangat tinggi," katanya.

Atas dasar pikirannya di atas maka Bamsoet melontarkan munculnya wacana agar MPR RI kembali diberikan kewenangan menyusun dan menetapkan haluan negara, yang dalam rekomendasi MPR RI periode 2014-2019 disebut dengan nomenklatur Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Pikiran berbau Orde Baru itu dikatakan saat dia hadir dalam tasyakur haul 100 tahun HM Soeharto (Presiden Republik Indonesia ke-2), seperti dilansir detikNews, Rabu (9/6/2021).

Bamsoet menambahkan bahwa ide mengembalikan fungsi MPR sebagai Lembaga tertinggi negara (kembali ke Undang Undang Dasar 1945) telah mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (sekarang bagian dari BRIN), Forum Rektor Indonesia, dan berbagai Organisasi Keagamaan mulai dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Pengurus Pusat Muhammadiyah, hingga Majelis Tinggi Agama Konghucu. Begitu juga berbagai civitas akademika, antara lain Universitas Negeri Udayana, Universitas Ngurah Rai Bali, Universitas Warmadewa Bali, dan Universitas Mahasaraswati Bali yang memberikan dukungan.

Baca juga: Kado Awal Tahun: UMP Naik 6,5 Persen, Kesejahteraan Guru Meningkat Signifikan di 2025

"Tasyakuran 100 Tahun HM Soeharto kiranya bisa dijadikan momentum menggelorakan kembali semangat kebangsaan dalam menghadirkan haluan negara. Karena terlepas dari apapun yang terjadi selama periode kepemimpinannya, Presiden Soeharto telah melakukan banyak pembangunan besar bagi Indonesia, sehingga dijuluki sebagai Bapak Pembangunan Indonesia," urainya.

PS Sedang Merajut Sentralisasi Kekuasaan

PS sebagai pemenang pilpres (pemilu Presiden) saat ini sedang berusaha merangkul sebagian besar parpol (partai politik) yang masuk Senayan. Yang sudah di dekapnya adalah Partai NasDem. Tinggal menunggu waktu yang akan dimasukkan ke dalam koalisi dan kabinetnya akan datang adalah PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Saat ini PS sedang gigih mencegah agar PDIP (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan) tidak menjadi oposisi.

Berbagai upaya dilakukan agar PS bisa bertemu Ketua Umum DPP PDIP, Megawati Soekarnoputri. Bagi PS, PDIP adalah kunci menuju sentralisasi kekuasaan. Di samping PDIP dalam pemilu 2024 sebagai pemenang pemilu, tentunya kursinya terbesar di DPR, dan faktor militansi sebagai oposisi sudah mereka tunjukkan dalam 2 periode rezim SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), 2004-2014.

Dikabarkan bahwa PS telah berulang kali berusaha untuk bertemu dengan Megawati. Namun, hingga saat ini, pertemuan tersebut belum terwujud. Prabowo mengungkapkan bahwa ia sudah meminta waktu berkali-kali, namun belum berhasil mempertemukan dirinya dengan Megawati.

Sekretaris Jenderal DPP PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan Megawati Soekarnoputri tidak masalah bertemu dengan capres pemenang Pilpres 2024, Prabowo Subianto, pasca Mahkamah Konstitusi (MK) mengumumkan putusannya.

Menurut Hasto secara pribadi Megawati tak memiliki persoalan pribadi dengan Prabowo. Hanya saja, pertemuan itu dapat dilakukan setelah MK memutuskan gugatan sengketa pilpres.

Baca juga: Rezim Gemoy Tapi Duit Cupet

"Terkait dengan Pilpres, kita masih menunggu hasil dari Mahkamah Konstitusi (MK), sehingga tidak ada persoalan pertemuan-pertemuan itu dilakukan," kata Hasto ditemui di Kantor DPP PDI-P, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (25/03/2024).

"Demikian pula antara Pak Prabowo dengan Ibu Megawati Soekarnoputri. Tidak ada persoalan dalam perspektif pribadi," ujar Hasto lebih lanjut.

Jika berhasil ditekuk semua parpol ke dalam koalisi PS, kecuali PKS (Partai Keadilan Sosial), maka PS telah mengambil model rezim Joko Widodo (Jokowi). Jokowi sejak 2019-2024 menguasai sekitar 82 persen kekuatan parpol di DPR. Bagi PS dan Partai Gerindra, PKS bisa di dalam koalisi maupun di luar koalisi. PKS bukan target utama dan bukan faktor penentu.

Jika sebagian besar parpol sudah ditekuk PS maka yang di luar koalisi, kira-kira, hanya PKS. Tentu dalam komposisi seperti itu PKS tidak mungkin berperan maksimal sebagai oposisi. Pola koalisi seperti itu disebut oleh Dan Slater sebagai promiscuous power sharing (PPS).

Promiscuous power sharing adalah kecenderungan partai yang memiliki basis ideologi dan basis sosial yang berbeda untuk menyingkirkan perbedaan yang mereka miliki guna memperoleh akses bersama terhadap patronase sumber daya yang ditawarkan oleh pemerintah. Bahasa populernya Politik Dagang Sapi. Model Politik Dagang Sapinya Jokowi bakal dilakukan PS.

Rezim Soeharto menguasai 80 persen lebih kekuatan parlemen. Jokowi juga menguasai 80 persen lebih kekuatan parlemen. Prabowo saat ini berusaha keras agar kuasai mayoritas parlemen supaya semua yang mereka inginkan bisa terlaksana dengan lancar. Bisakah PS lakukan itu?

Tulisan: Aribowo

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru