Jakarta (optika.id) - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait gugatan sengketa pilpres yang diajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden 01 dan 03 menimbulkan kekhawatiran terkait Gibran Rakabuming Raka, yang juga merupakan wakil presiden (wapres) nomor urut 02 sekaligus wapres terpilih 2024-2029.
Hal tersebut mengemuka dari analisis pantauan percakapan putusan MK yang dilakukan Data & Democracy Research Hub, Monash University, Indonesia.
Baca juga: Ada Topeng Bobrok dalam Pamer Kemesraan di Media Sosial
Co-Director Data & Democracy Research Hub, Associate Professor Ika Idris, mengatakan bahwa timnya memantau percakapan di Xkarena pengumuman putusan merupakan peristiwa penting dalam demokrasi Indonesia.
Sekitar 369 ribu cuitan terkumpul sejak Rabu (17/4) hingga Selasa (23/4) siang, namun peningkatan volume percakapan meningkat tajam pada Minggu-Selasa (21-23/4), dimana pada waktu tersebut saja ada 250 ribu cuitan yang muncul. Adapun kata kunci dalam analisis ini adalah "MK", "dissenting opinion, dan "sengketa pilpres".
Ika melanjutkan, sebagian besar pengguna media sosial X menantikan pengumuman putusan MK sejak Minggu (21/4). Setelah menghapus cuitan yang berulang, ternyata hanya ada sekitar 8.500an cuitan orisinil. Analisis data dilakukan setelah menghapus amplifikasi cuitan untuk menghindari masuknya amplifikasi pesan oleh buzzer dan bots.
Fokus kekhawatiran pengguna X berpusat di Gibran, alias Gibran sentris, baik itu mempertanyakan kredibilitas maupun kualitas Gibran, jelas Ika dalam pernyataan pers yang dikirimkan, Minggu (28/4/2024).
Selama masa kampanye dan saat pemilu berlangsung, Data & Democracy Research Hub melakukan pantauan percakapan media sosial ke tiga pasang kandidat. Secara umum, pengguna X lebih banyak membicarakan tentang pasangan Anies-Muhaimin, apalagi saat hari H pencoblosan.
Namun, usai putusan MK, nama Prabowo dan Gibran paling banyak disebut, ketimbang Anies, Muhaimin, Ganjar dan Mahfud. Terdapat sekitar 813 cuitan menyebut kata Prabowo, diikuti oleh 764 cuitan menyebut kata Gibran, 658 cuitan menyebut Anies, 603 menyebut Ganjar, 398 menyebut Mahfud, 243 menyebut Muhaimin, dan 118 menyebut Amin. Dibanding kesemua nama tersebut, kata presiden jauh lebih banyak disebut, yakni 1.900 cuitan.
Meski yang menyebut kata Prabowo lebih banyak dibanding Gibran, namun saat kami observasi cuitan yang bernada khawatir lebih banyak ke Gibran ketimbang Prabowo, tegas Ika.
Baca juga: Iklan Pemilu di Medsos Susah Diaudit Transparansinya, Dana dari Mana?
Hasil analisis emosi pengguna X menunjukkan bahwa emosi negatif seperti marah, sedih, dan takut lebih dominan (56,95%) dibanding dengan emosi positif seperti senang dan cinta (43.05%). Jadi dapat dikatakan bahwa pengguna X lebih cenderung khawatir dibandingkan merasa senang atau bahagia.
Putusan MK untuk menolak gugatan paslon 01 dan 03, menghasilkan dua tipe interpretasi dari netizen. Pertama, narasi yang menganggap bahwa sejak awal hasil Pemilu Presiden 2024 sudah mewakili suara rakyat. Putusan MK untuk menolak gugatan dinilai mewakili suara rakyat mayoritas.
Peneliti Data & Democracy Research Hub Bimantoro Kushari menegaskan dalam tipe narasi ini, netizen beranggapan bahwa kemenangan paslon 02 sudah mutlak karena seluruh upaya untuk mengalahkan pasangan ini tidak ada yang berhasil. Salah satu cuitan yang mewakili pandangan ini menegaskan beberapa peristiwa dalam gugatan yang berupaya memojokkan Gibran, namun selalu gagal.
Pengguna X menyoroti rangkaian peristiwa mulai dari Gibran didiskualifikasi, Gibran tidak sah dalam pencalonan, Presiden Jokowi ikutan cawe cawe, pengkondisian bansos, hingga kenaikan tunjangan Bawaslu dua hari menjelang hari pencoblosan, jelas Bimantoro.
Baca juga: Bijak Bermedia Sosial di Tahun Pemilu
Jika narasi dukungan terhadap putusan MK didominasi oleh nuansa dukungan terhadap Prabowo - Gibran, maka dalam konten yang memiliki sentimen negatif berpusat pada kekhawatiran dan kemarahan terhadap praktik Nepotisme yang terjadi di Pemilu Presiden 2024.
Dalam tipe narasi ini, Peneliti Data & Democracy Research Hub Bimantoro Kushari mengungkapkan bahwa emosi utama publik berpusat pada kemarahan dan kekhawatiran. Kekhawatiran ini utamanya pada praktik nepotisme akan terus berjalan turun temurun dalam keluarga Gibran.
Pengguna X, lanjutnya, mengekspresikan bahwa tradisi nepotisme ditakutkan akan mengganggu sistem demokrasi di Indonesia. Gibran yang akan dilantik menjadi Wakil Presiden dikhawatirkan menjadi simbol langgengnya politik dinasti dan kuasa oligarki di Indonesia.
Jadi yang ditakutkan sebenarnya bukan Gibrannya, tapi kemunculan nepotisme dan politik dinasti, tegas Bimantoro.
Editor : Pahlevi