Iklan Pemilu di Medsos Susah Diaudit Transparansinya, Dana dari Mana?

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 19 Des 2023 15:41 WIB

Iklan Pemilu di Medsos Susah Diaudit Transparansinya, Dana dari Mana?

Optika.id - Pemilih muda di Indonesia yang akan berpartisipasi pada Pemilu 2024 telah meningkat drastic. Hal ini bisa dilihat dari survei yang dilakukan pada awal tahun 2023 lalu. We Are Social mengungkapkan ada sebanyak 167 juta pengguna aktif media sosial di Indonesia. jumlah tersebut setara denan 60,4% populasi dalam negeri. Meskipun demikian, tidak semua pengguna sosial media tersebut sudah cukup umur atau memiliki hak pilih.

Kendati demikian, tingginya pengguna sosial media di Indonesia yang didominasi oleh generasi muda tersebut tentu menjadi alasan bagi peserta pemilu baik pasangan capres-cawapres maupun partai politik untuk masuk dan memanfaatkan media sosial dengan berkampanye di platform tersebut. Harapannya, peserta pemilu bisa meningkatkan elektabilitas serta mengevaluasi citra peserta pemilu di media sosial.

Baca Juga: Perludem: Bunuh Diri Parpol Jika Usung Calon Tunggal di Pilgub Jakarta

Maka dari itu, tak heran jika akhir-akhir ini, menjelang Pemilu 2024, kita bisa melihat dan menjumpai iklan kampanye serta konten kampanye bertebaran di timeline medsos. Baik yang dilakukan oleh buzzer maupun tidak. Baik yang dilakukan oleh akun resmi peserta pemilu, maupun akun yang tidak resmi. Hal ini menyebabkan sulitnya penyelenggara pemilu maupun masyarakat madani menghitung besaran dari dana kampanye yang dihabiskan oleh peserta pemilu di media sosial. Padahal, seharusnya dana kampanye bisa diaudit secara transparan untuk mencegah hal-hal koruptif.

Terkait dengan hal tersebut, setiap peserta pemilu diharuskan untuk melaporkan dana kampanyenya baik di awal berupa Laporan Awal Dana Kampanye/LADK, selama proses kampanye berupa Laporan Penerimaan dan Sumbangan Dana Kampanye/LPSKD dan diakhir berupa Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye/LPPDK.

Menanggapi hal tersebut, Peneliti dan Senior Program Officer Perludem, Heroik M. Pratama mengungkapkan dana kampanye selama ini penerimaannya mayoritas bersumber dari dana legal untuk menunjang aktivitas kampanye. Misalnya beriklan di media sosial. Namun, berdasarkan pengalaman dari pemilu ke pemilu, iklan di media sosial agak sulit dijamah alias susah untuk diselidiki.

Berkaitan dengan hal tersebut, penyelenggara pemilu sebenarnya telah mengatur ketentuan iklan kampanye. Misalnya, kampanye di koran harus berukuran 810 milimeter atau satu halaman setiap media cetak setiap hari. Kampanye di media dalam jaringan satu banner untuk setiap media dalam jaringan setiap hari.

Baca Juga: Pelajar Surabaya Ini Kampanye Anti Kekerasan Seksual di Dunia Digital

Sementara kampanye di televise, 10 spot paling lama 30 detik setiap stasiun TV setiap harinya. Radio untuk 10 spot paling lama 60 detik setiap stasiun radio tiap harinya. Terakhir, media sosial satu spot kampanye paling lama 30 detik untuk setiap harinya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Tetapi faktanya, kita bakal menemukan lebih dari satu spot pada setiap media sosial. Kalau kita lihat, setiap paslon dan parpol wajib melaporkan akun official-nya. Di mana pada 2019 hanya 10 akun dan sekarang 20 akun. Tetapi dalam praktiknya, akun official tersebut formalitas buat administrasi pelaporan dana kampanye. Karena yang banyak melakukan kampanye adalah akun relawan. Dan sayangnya, hal itu tidak dimasukan dalam laporan pengeluaran pemilu paslon," kata Tama, sapaannya, kepada Optika.id, Selasa (19/12/2023).

Transparansi dana kampanye ini, ujar Tama, penting dilakukan oleh peserta pemilu lantaran ada aturan yang menyebutkan peserta yang tidak melaporkan dana kampanye Pemilu 2024 bakal dicoret dari daftar kontestasi. Adapun hal itu sudah tertuang dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2023 tentang Dana Kampanye Pemilu.

Baca Juga: Pantauan Media Sosial: Putusan MK Memicu Kekhawatiran Soal Gibran

Terkait hal itu, pihaknya mengaku dalam waktu dekat akan merilis studi perhitungan biaya riil dana kampanye pasangan calon dan parpol. Khususnya, salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah iklan di media sosial.

"Kami telah menginvestigasi melalui perangkat Meta Ads Library. Termasuk di dalamnya terhadap akun yang bukan official peserta pemilu dengan cara melakukan search kata kunci terkait peserta pemilu. Bagi kami, berapapun besarannya itu enggak masalah selama itu tercatat. Demi transparansi dan akutanbilitas dana kampanye peserta pemilu. Artinya kita masih dihadapkan dengan tantangan yang sama, yaitu transparansi. Harapannya Bawaslu bisa lebih aktif lagi soal itu," ucap dia.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU