Surabaya (optika.id) - Perayaan memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW atau yang lebih kita kenal dengan Maulid Nabi merupakan tradisi Islam yang sudah berjalan turun-temurun. Peringatan Maulid Nabi yang kita rayakan tiap 12 Rabiul Awwal menyimpan sejarah yang panjang.
Perayaan ini diperingati pertama oleh Raja Al-Muzhaffar Abu Said yang berasal dari Irbil. Imam Jalaluddin Abdurrahman As-Suyuthi menyebutkan dalam kitabnya yang berjudul Al-Hawi lil Fatawi, yakni:
Baca juga: Mengenal Zionisme dan Hubungan Erat dengan Israel
Orang yang pertama kali mengadakan seremonial itu (maulid nabi) adalah penguasa Irbil, yaitu Raja Muzhaffar Abu Said Kuukuburi bin Zainuddin Ali ibn Buktitin, salah seorang raja yang mulia, agung, dan dermawan. Dia juga memiliki rekam jejak yang bagus. Dan, dia lah yang meneruskan pembangunan Masjid al-Muzhaffari di kaki gunung Qasiyun.
Raja Al-Muzhaffar Abu Said hidup sekitar awal abad ketiga Hijriah, lebih dari dua abad pasca wafatnya Rasulullah SAW.
Tujuan awal peringatan Maulid Nabi adalah untuk menggugah semangat hidup beragama dan meneladani kehidupan Nabi Muhammad SAW.
Baca juga: Seberapa Serius Pemerintah Tangani Korban HAM 1965?
Sejak saat itulah peringatan Maulid Nabi menjadi tradisi yang kemudian berkembang di kalangan umat Islam di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Perayaannya kemudian beradaptasi dengan budaya setempat dan menghasilkan budaya baru. Salah satu contohnya adalah adanya tradisi Sekaten di masyarakat Jawa Tengah dan Yogyakarta.
Baca juga: Pertanyaan Seputar Proyek Manhattan dan Keterlibatan Oppenheimer
Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa yang peringatan Maulid Nabi pertama dirayakan oleh Dinasti Fathimiyah di Mesir. Dinasti Fathimiyah sendiri merupakan kerajaan yang beraliran Syiah Ismailiyah yang berdiri pada 297-567 Hijriah.
Namun, berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, diketahui bahwa Maulid Nabi pertama dirayakan oleh Raja Al-Muzhaffar Abu Said dari Irbil.
Editor : Pahlevi