Optika.id - Ketua Badan Eksekutif Nasional (BEN) Solidaritas Perempuan Dinda Nuur Annisaa Yura menjelaskan, penanganan krisis iklim dan isu perubahan iklim di Indonesia, telah dibajak kepentingan investasi dan pendanaan. Proyek-proyek solusi palsu yang dibangun justru mengalihkan negara mengambil langkah progresif dan konkret dalam menyasar akar permasalahan penyebab bencana iklim. Tak hanya itu, pemerintah Indonesia juga tidak memiliki perhatian pada agenda keadilan gender dalam isu perubahan iklim.
Perempuan dan komunitas yang selama ini terdampak buruk oleh perubahan iklim maupun proyek iklim tidak pernah menjadi prioritas, ungkapnya dalam keterangan tertulisnya, Kamis (4/11/2021).
Baca juga: Kasus KDRT Masih Marak, Ada yang Salah dengan UU Penghapusan KDRT?
Meskipun United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) telah memiliki Gender Action Plan sejak 2017, hingga hari ini Indonesia belum menurunkannya ke dalam kebijakan Gender Action Plan nasional.
Pidato Jokowi di Conference of Party (COP) 26 merupakan etalase yang dipamerkan ke negara maju untuk secara tidak langsung menjual tanah dan air kita, demi pembiayaan proyek iklim yang sama sekali tidak menjawab permasalahan bencana iklim di Indonesia, pungkas Dinda.
Sebelumnya, pada pertemuan pemimpin dunia di COP 26, Presiden Jokowi mengatakan, akan berhenti membahayakan hidup rakyat dan segera melakukan solusi konkret dalam mengatasi krisis iklim alih-alih mengejar pendanaan dan investasi. Di tengah Indonesia darurat iklim, menunjukkan konsistensi negara pada komoditisasi sumber daya alam. Pidato tersebut fokus pada mendorong kontribusi negara maju dengan menarik investor dan pendanaan untuk proyek iklim.
Presiden Indonesia juga mengangkat beberapa isu, di antaranya carbon market, pembangkit listrik skala besar, serta pemanfaatan energi baru terbarukan termasuk biofuel.
Baca juga: Kontestasi Politik Saat Ini Sepi Isu Lingkungan
"Pengalaman Solidaritas Perempuan bersama 12 komunitasnya menunjukkan banyaknya proyek iklim yang tidak melibatkan masyarakat terlebih perempuan baik dalam perencanaan, maupun pelaksanaan. Akibatnya, proyek-proyek tersebut justru menghasilkan permasalahan baru, bagi masyarakat," kata Dinda.
Inisiatif perempuan, masyarakat adat dan komunitas yang selama ini menjaga kelestarian lingkungan justru diabaikan, bahkan ruang hidup dan sumber kehidupan mereka dihilangkan.
Reporter: Uswatun Hasanah
Baca juga: Perubahan Iklim Ancam HAM, Apa Solusi Kemenkumham?
Editor: Amrizal
[removed][removed]
Editor : Pahlevi