Jalan Malioboro: Sumbu Budaya Jawa Penghubung Panggung Krapyak, Tugu Pal Putih, dan Keraton

author Aribowo

- Pewarta

Rabu, 15 Des 2021 01:46 WIB

Jalan Malioboro: Sumbu Budaya Jawa Penghubung Panggung Krapyak, Tugu Pal Putih, dan Keraton

i

dok. optika.id

Optika.id. Jogjakarta. Malioboro merupakan salah satu unsur penting Kota Jogjakarta. Baik dilihat dari seargi ekonomi rakyat maupun budaya, Malioboro merupakan bagian penting dari Jogjakarta. Bagi kebanyakan orang luar Jogjakarta, belum merasakan Jogja kalau belum mengunjungi Malioboro. Jogjakarta adalah Maliboro.

Mengapa Malioboro merupakan area paling penting bagi Jogjakarta? Rupanya sejarah lahirnya area Malioboro dibangun sebagai simbol filosofi dan magis-budaya Kejawan Kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat.  

Baca Juga: Pengusaha Toko Malioboro Sepakat Percantik Jalan Malioboro

Malioboro merupakan bagian dalam sumbu filosofis Yogyakarta, sebuah jalan atau garis membentang lurus yang menghubungkan Tugu Pal Putih, Keraton Yogyakarta, dan Panggung Krapyak. Garis membentang lurus itu merupakan garis imajiner memiliki makna mendalam. 

Sebagai penghubung garis filosofis Panggung Krapayak-Keraton-Tugu Golong Gilig (Tugu Pal Putih), Malioboro menyimpan makna mendalam, yakni sangkan paraning dumadi atau asal dan tujuan hidup. 

Sementara itu Siti Mahmudah Nur Fauziah mengutip Buku Profil Yogyakarta City of Philosophy karya Umar Priyono dkk., menuliskan bahwa dari Panggung Krapyak menuju Keraton Yogyakarta dimaknai sebagai perjalanan manusia, mulai dari kandungan, lahir, beranjak dewasa, menikah, sampai memiliki anak (sangkaning dumadi). Sedangkan dari Tugu Golong Gilig ke arah selatan menggambarkan perjalanan manusia ketika hendak menghadap Sang Khalik (paraning dumadi), meninggalkan alam fana (dunia) menuju alam baka (akhirat).

Malioboro yang merupakan jalan membentang dari utara ke selatan ini menjadi penghubung menuju Pesanggarahan Gerjitawati atau disebut juga Ayogya/Ayodhya. Kini, tempat tersebut diperkirakan menjadi lokasi istana Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat. Jalan tersebut kerap dilalui oleh rombongan Kerajaan Mataram Islam dari Kartasura yang membawa jenazah raja atau keluarga kerajaan. Sebelum dimakamkan di kompleks permakaman Imogiri, mereka akan singgah dulu di Pesanggarahan Gerjitawati. 

Ada versi lain tentang Malioboro ini. Sejarawan Inggris, Peter Carey, dalam bukunya Asal Usul Nama Yogyakarta-Malioboro, mengutip pernyataan Tichelaar yang menerangkan bahwa penamaan Malioboro diperkirakan berkaitan dengan bahasa Sanskerta, yakni malya yang berati untaian bunga. Sedangkan kalimat "dihiasi untaian bunga" disebut dengan mâlyabhara. Karena itu ada yang mengartikan Malioboro sebagai jalan untuk seremoni yang penuh dengan untaian bunga. 

Carey menyebut jalan tersebut sebagai rajamarga atau jalan kerajaan atau jalan raya seremonial. Malioboro yang membentang lurus dan membelah kota digunakan sebagai tempat masuknya para tamu, seperti gubernur jenderal dan pejabat tinggi sipil dan militer Eropa yang berkunjung ke Keraton. 

Menurut Carey, peran Jalan Malioboro sebagai jalan raya prosesi ditekankan melalui pendirian lengkungan kemenangan, di sana ditandai dengan hadir dua barisan prajurit Jawa bersenjata tombak yang berdiri berbaris di sepanjang keseluruhan rute, dan oleh orkestra Jawa (gamelan) yang dimainkan pada saat para pembesar Eropa mendekat keraton, urainya. 

Carey menuturkan setelah Indonesia merdeka, Jalan Malioboro seringkali digunakan untuk parade seremonial.  Bahkan menurut Siti Mahmudah Nur Fauziah Jalan Malioboro diperkirakan telah ada sebelum Keraton Yogyakarta terbentuk pada 7 Oktober 1756. 

Baca Juga: Pendorong Gerobak PKL Malioboro Adukan Nasib ke Pemkot Yogyakarta

Sementara itu ada pula yang mengartikan Malioboro dari struktur kata dan bunyinya. Mereka menduga sejarah penamaan Malioboro diambil dari kata "Marlborough" yang berasal dari gelar "1st Duke of Marlborough". Gelar itu disematkan kepada jenderal terkenal asal Inggris, John Churchill. Sekilas memang masuk akal mendengar nama Marlborough dengan Malioboro nyaris sama. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dr. O. W. Tichelaar lewat tulisannya The Derivation from Sanskrit of the Streetname Malioboro in Yogyakarta membantahnya. Tichelaar mengatakan bahwa Jalan Malioboro tidak pas untuk dinamai seperti gelar seorang jenderal Inggris, yang notabene adalah orang asing di mata masyarakat Jawa. 

Malioboro Sumbu Penting Kota Jogja

Sejarah area Malioboro sejak awal dibangun dengan dasar filosofi keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan menjadi arus budaya dan ekonomi masyarakat Jogjakarta. Posisi penting dan sentral itulah yang menyebabkan Malioboro merupakan area khas di Jogjakarta.

Secara kultural semua orang Jogja bergerak ke arah Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Begitu pula orang luar Jogja jika masuk ke Jogja bergerak ke Keraton sehingga antara Malioboro dan Keraton saling berhubungan erat.

Dengan dasar filosofi dan kultural tersebut keberadaan Malioboro merupakan area dan jalan raya satu-satunya di Indonesia yang khas. Malioboro ada karena Keraton Jogja dan dimaksudkan sebagai sumbu 3 titik besar yaitu Panggung Krapyak, Tugu, dan keraton. Di sini makna penting dari Malioboro sehingga berapa kali pun orang datang ke Jogjakarta selalu singgah di Malioboro.

Baca Juga: Satpol PP Ultimatum PKL Malioboro, Terakhir Bereskan Lapak 8 Februari 2022

Editor: Amrizal Ananda Pahlevi.

Reporter: Aribowo

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU