Klitih, Benarkah Jogja Sudah Tak Aman Lagi?

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 04 Jan 2022 22:54 WIB

Klitih, Benarkah Jogja Sudah Tak Aman Lagi?

i

Klitih, Benarkah Jogja Sudah Tak Aman Lagi?

Optika.id - Baru-baru ini, jagad maya ramai digemparkan dengan bahasan klitih yang mulai beraksi lagi. Aksi klitih ini kerap meneror di jalan yang sepi bahkan melukai korbannya dengan senjata tajam. Melihat hal tersebut, Kriminolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Suprapto, mengungkapkan motif dari aksi kejahatan jalanan atau klitih yang kerap terjadi di Yogyakarta akhir-akhir ini. Menurutnya, fenomena kejahatan jalanan yang belakangan masih meresahkan masyarakat kota pelajar itu tidak muncul secara tiba-tiba dan spontan. Melainkan secara terstruktur dan terencana.

Motif jelas ada. Untuk jati diri kelompok, pelampiasan kekecewaan atau ketidakpuasan menjalani hidup maupun rekrutmen pimpinan atau anggota baru (kelompok)," kata Suprapto dalam keterangannya, Selasa (4/1/2022).

Baca Juga: Efek Bom Bandung, Polda Jatim Perketat Keamanan Wilayah

Namun, kendati sudah banyak yang diringkus oleh polisi, nampaknya para pelaku klitih ini yang kebanyakan remaja tak lagi juga jera. Pasalnya, aksi klitih ini masih marak hingga kini di Yogyakarta. Suprapto bahkan menduga adanya indoktrinasi secara konsisten oleh para aktor atau senior di belakangnya sehingga membuat para pelaku berani melakukan aksi kekerasan di jalanan secara superior.

Tak hanya itu saja, Kriminolog UGM tersebut juga menduga bahwa dalam menjalankan aksinya, para pelaku klitih ini terlebih dahulu mengonsumsi minuman keras untuk mendongkrak nyali mereka dalam melakukan aksi. Menurutnya, penanganan aksi terosisme jalanan tersebut tidak cukup dengan memberikan sanksi hukuman saja.

"Polisi harus mencari penyebabnya dengan menelusuri siapa yang berada di belakang aksi kejahatan jalanan tersebut," kata Suprapto.

Namun demikian, dirinya memberi catatan bahwa upaya untuk memutus mata rantai kejahatan jalanan itu bukan hanya tugas aparat maupun pemerintah semata. Tetapi juga tugas bersama serta harus menjadi kesadaran dan tanggung jawab kolektif. Diantaranya adalah lembaga keluarga, agama, pendidikan, ekonomi dan masyarakat yang sesuai dengan kewenangan yang dimiliki perlu terlibat aktif.

Di level masyarakat, imbuh Suprapto, partisipasi dapat diwujudkan dengan mecegah, melapor, menangkap atau membawa pelaku klitih ke kantor polisi terdekat tanpa main hakim sendiri. Jika masyarakat main hakim sendiri, artinya masyarakat bukan sedang menjadi bagian dari solusi. Akan tetapi justru menjadi bagian dari masalah sebab berusaha mengatasi masalah dengan menciptakan masalah baru.

Baca Juga: Jelang G20, Polda Jatim Tingkatkan Keamanan Sekitar PLTU Paiton

Selain itu, lembaga pendidikan juga perlu andil dengan cara meningkakan intensitas implementasi pendidikan karakter bagi para siswanya. Secara bersama-sama, lembaga keluarga pun harus mampu dalam memenuhi fungsi sosialisasi, pendidikan serta perlindungan agar anak tidak terjerumus dalam perilaku anarkis macam klitih.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Perilaku manusia, termasuk anak dan remaja memang ditentukan oleh asal dan ajar. Asal adalah perilaku atau karakter bawaan lahir, sedangkan ajar adalah perilaku hasil didikan atau sosialisasi," kata Suprapto.

Menurutnya, hal yang tidak kalah penting yang perlu dilakukan oleh masyarakat adalah dengan mengkaji terlebih dahulu mengenai maraknya pembicaraan soal perilaku aksi terorisme jalanan yang merawankan ini.

"Mana berita aksi kejahatan jalanan yang nyata-nyata terjadi saat ini, mana yang merupakan rekaman peristiwa yang lalu, dan mana yang hoaks karena ternyata tidak semua kabar tentang aksi kejahatan jalanan itu benar adanya," tutupnya.

Baca Juga: Pegiat Pemilu Kritik Standar Pengawasan Bawaslu

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU