Optika.id - Malioboro merupakan jalan legendaris yang ada di Kota Yogyakarta, Jalan Malioboro juga tempat berkumpulnya banyak orang. Tempat wisata paling iconic di Kota Yogyakarta itu tumpah ruah pedagang dan wisatawan. Hal itu merupakan hal yang lazim ditengok di jalanan Malioboro.
Ternyata dibalik bersahajanya jalan ini, terdapat sebuah filosofi di dalamnya. Seperti halnya yang dijelaskan oleh Sejarawan UIN Raden Mas Said Surakarta Latif Kusairi, dia menjelaskan secara filosofis jalan legendaris tersebut.
Baca Juga: Mobil Seruduk Andong di Kawasan Malioboro, Kerugian Capai Puluhan Juta Rupiah
Menurutnya Jalan Malioboro secara filosofis menjelaskan tentang pemaknaan manusia dalam melakukan tingkat laku kehidupan. "Secara filosofis kalau kita lihat jalan Malioboro kan sebenarnya adalah pemaknaan manusia dalam melakukan laku (kelakuan) hidup sehari-hari," ujar pria 35 tahun tersebut, Selasa (4/1/2022).
Dia menjelaskan dari tugu monumen Jogja sampai perempatan titik 0 kilometer itu dibagi menjadi 3 filosofi. "Dari monumen tugu yogyakarta sampai perempatan titik 0 kilometer itu dibagi menjadi 3 filosofi jalan, yaitu margo utomo, malioboro, dan margo mulyo," lanjutnya.
[caption id="attachment_12326" align="alignnone" width="300"] Tugu Jogja[/caption]
Dia juga menjelaskan bagian jalan mana yang menjadi bagian dari filosofi tersebut. "Margo utomo itu berarti manusia yang mencari jalan kemuliaan, ini difilosofikan dari tugu monumen Jogja sampai ke rel kereta api stasiun Tugu," ujar alumnus Universitas Airlangga ini.
Dia juga menjelaskan bagian yang disebut filosofi Malioboro. "Kalau untuk bagian filosofi Malioboro itu dari rel kereta api itu sampai jalan pecinan itu, itu secara filosofi menjelaskan bahwa hendaknya manusia kalau ingin mencari keutamaan dalam laku, itu harus 'maliabara'. Yaitu harus menjadi wali dan mengembara, arti malia adalah menjadi wali, dan bara adalah pengembara. Jadi secara filosofis dia harus menjadi wali dan mengajarkan keutamaan dalam laku dengan cara mengembara," tukasnya.
Baca Juga: Libur Lebaran, Malioboro Siapkan Posko Aduan "Nuthuk" Wisatawan
[caption id="attachment_12327" align="alignnone" width="300"] Jalam Malioboro[/caption]
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dan dia menjelaskan filosofi terakhir dari jalan Malioboro, yaitu margomulyo. "Nah yang terakhir yang mewakili filosofi margomulyo, adalah jalan yg dimulai dari pecinan sampai titik nol kilometer. Margomulyo menjelaskan bahwa orang akan mendapatkan kemuliaan," lanjutnya.
Dia juga menjelaskan dari sisi sosial Malioboro adalah tempat berkumpulnya orang. "Tapi dari makna sosial Malioboro itu adalah pertemuan antara beberapa orang dari berbagai wilayah untuk bertemu dan diskusi, dan saling tukar pendapat, sebenarnya ini adalah hal yang iconic dari Jogja," pungkasnya.
Namun bisa-bisa filosofi itu akan berubah makna atau hilang seiring dengan akan direlokasinya para PKL Malioboro pada Bulan Januari ini.
Baca Juga: Benteng Keraton Kartasura Dibongkar, Sejarawan: Rusak Cagar Budaya Itu Kejahatan Tinggi!
Reporter: Angga dan Amrizal
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi