Meski PKL Malioboro Wadul ke LBH, Relokasi Jalan Terus!

author Seno

- Pewarta

Rabu, 12 Jan 2022 04:35 WIB

Meski PKL Malioboro Wadul ke LBH, Relokasi Jalan Terus!

i

41814-lbh-jogja-buka-rumah-aduan-untuk-pkl-malioboro

Optika.id - Konflik relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro memasuki babak baru. Setelah sebelumnya sejumlah langkah ditempuh, mulai sambat (mengeluh) ke legislatif sampai terakhir kemarin melakukan doa bersama di penghujung tahun 2021. Namun Pemerintah Provinsi DI Yogyakarta bergeming. Tak mengindahkan kemauan 1700 PKL. Kali ini para PKL wadul ke LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Kota Yogyakarta, Selasa (11/1/2022).

Salah seorang pedagang bernama Supriyati, menuturkan telah membuat aduan di LBH. Menurut wanita berusia 38 tahun ini, pedagang tidak menolak dengan kebijakan itu. Namun sejak awal sosialisasi dinilai terburu-buru sehingga harus ditunda.

Baca Juga: Pengusaha Toko Malioboro Sepakat Percantik Jalan Malioboro

"Yang jelas kami meminta pemerintah transparan dengan rencana ini malah kami berharap menunda dulu, hingga kami siap mental dan finansial dulu. Kecewa rasanya setelah kami berusaha akan mengembalikan ekonomi kami, diminta segera pindah," kata Supriyati dalam keterangannya.

Meski belum mendapat kepastian akan dipindah ke eks Bioskop Indra atau di bekas Kantor Dinas Pariwisata DIY atau utara kantor DPRD DIY, dirinya berharap bangunan untuk berjualan tidak bersifat sementara tapi permanen dan layak digunakan.

"Setidaknya seperti itu, yang spesifik dan pernah disodorkan pemerintah. Jadi permanen," kata warga Notoprajan Kota Yogyakarta ini.

Ada Potensi Pelanggaran

Menurut LBH Kota Yogyakarta, penataan serta rencana relokasi PKL Malioboro masih menimbulkan polemik hingga saat ini. Relokasi yang rencananya dilakukan Januari 2022 ini dinilai tidak ada transparansi, keterbukaan dan partisipasi masyarakat dengan rencana tersebut.

Melihat ada potensi pelanggaran yang dilakukan pemerintah terhadap ribuan PKL Malioboro, LBH Kota Yogyakarta pun membuka rumah aduan untuk para pedagang.

Divisi Penelitian LBH Kota Yogyakarta, Era Harivah menerangkan rumah aduan dibuka setiap pekan kepada para pedagang yang merasa dirugikan dengan kebijakan Pemprov DIY yang disebut tergesa-gesa.

"Kebijakan ini sangat tergesa-gesa, dilihat dari kondisi saat ini yang masih dalam situasi pandemi Covid-19, dimana pedagang belum mengalami pemulihan ekonomi secara baik. Jadi kurang tepat jika PKL direlokasi saat berusaha memperbaiki perekonomiannya," ujar Era saat konferensi pers di Kantor LBH Kota Yogyakarta, Selasa (11/1/2022).

Kedua yang menjadi sorotannya adalah pola perekonomian rakyat yang sudah lama dilakukan PKL di Malioboro. Tentunya akan mempengaruhi pendapatan pedagang ketika berpindah.

Era mengungkapkan selama wacana relokasi ini muncul, tidak ada pelibatan atau partisipasi masyarakat. Baik pihak yang beraktivitas di Malioboro, budayawan ataupun akademisi.

"Jadi mereka penting untuk dilibatkan. Selain itu identitas sosial budaya Malioboro bisa saja hilang. Ikon Malioboro dengan PKL yang ada di sepanjang jalan itu sudah dikenal. Bahkan besarnya nama Malioboro karena kontribusi dari pedagang, becak hingga andong yang ada di sana," jelasnya.

Ia juga menyebut, urgensi dari relokasi ini harus jelas disampaikan ke publik. Sehingga tidak menimbulkan kebingungan kepada para PKL.

Kebijakan relokasi PKL Malioboro juga dianggap bisa mempertaruhkan perekonomian rakyat kecil karena mengubah pola aktivitas ekonomi para pedagang, pengrajin, dan masyarakat lainnya yang menggantungkan hidup di kawasan Malioboro.

"Berpotensi menghilangkan identitas sosial budaya karena PKL merupakan bagian dari daya tarik kawasan Malioboro," tukasnya.

LBH Yogyakarta menilai kebijakan merelokasi PKL Malioboro dilakukan secara terburu-buru tanpa mempertimbangkan keberatan-keberatan dari para PKL.

"Dalam membuat kebijakan relokasi tersebut pemerintah harus membuka ruang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Unsur-unsur lain seperti pihak yang selama ini beraktifitas di malioboro, budayawan, akademisi dan lain sebagainya menjadi bagian penting juga untuk terlibat," ucap Era.

Satu hal lagi yang mendorong LBH memberikan wadah bagi pedagang adalah potensi pelanggaran administrasi. Seperti pelanggaran hak hidup yang diatur di dalam Pasal 28 A UUD 1945. Selain itu hak penghidupan yang layak diatur dalam Pasal 9 UU nomor 39/1999 tentang HAM.

Adapun potensi pelanggaran standar penghidupan yang layak dimana diatur dalam Pasal 11 (1) Kovenan Ekonomi Sosial Budaya yang telah diratifikasi melalui UU nomor 11/2005 tentang Ratifikasi Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya.

Baca Juga: Pendorong Gerobak PKL Malioboro Adukan Nasib ke Pemkot Yogyakarta

"Maka dari itu kami mendesak agar pemerintah membuka seluas-luasnya partispasi masyarakat dalam rencana relokasi ini. Pemerintah kami desak agar menunda atau menghentikan relokasi dan meninjau ulang kebijakan itu," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Adanya potensi pelanggaran yang disebutkan Era, Pemda dan Pemkot Yogyakarta harus memperhatikan nasib pedagang ke depan.

"Harus memberi pemenuhan terhadap hak ekonomi warganya sendiri. Termasuk pemerintah harus hadir dan memberi perlindungan bagi PKL terhadap isu relokasi ini," katanya.

Sementara, pedagang lainnya Purwandi mengaku pasrah jika Bulan Januari ini akan dilakukan relokasi, meski belum ada kepastian tanggal pelaksanaannya.

"Ya kami hanya bisa pasrah, yang punya Jogja yang minta mau bagaimana lagi. Tapi kedatangan kami ke LBH ini agar pemerintah bisa mendengarkan aspirasi kami untuk menunda dulu relokasinya," kata pria berusia 66 tahun ini.

Menurutnya, rencana relokasi PKL begitu mendadak. Dia menambahkan, pengaduan ke LBH Yogyakarta itu atas inisiatif masing-masing PKL, bukan atas nama paguyuban.

"Apalagi pemerintah sendiri tidak bisa menjamin kesejahteraan anggota PKL. Jadi ini dirasa rekan-rekan berat sekali," ucap warga Mijilan itu.

Pemprov DIY Tak Persoalkan Aduan PKL

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak mempersoalkan langkah para pedagang kaki lima (PKL) Malioboro yang mengadu ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta. Sebagian PKL Malioboro itu meminta agar rencana relokasi yang akan dilakukan Pemprov DIY diundur.

"Kalau masih ada sesuatu yang (dianggap) salah, (PKL) melakukan pengaduan, ya kita ikuti saja," kata Sekretaris Daerah (Sekda) Kadarmanta Baskara Aji kepada wartawan di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Selasa (11/2/2022).

Baca Juga: Satpol PP Ultimatum PKL Malioboro, Terakhir Bereskan Lapak 8 Februari 2022

Aji mengatakan, relokasi PKL Malioboro ke eks Dinas Pariwisata (Dispar) DIY dan eks Bioskop Indra itu demi legalitas sekaligus kenyamanan para PKL. Sebab, emperan toko yang selama ini menjadi tempat berjualan PKL Malioboro merupakan milik dari pemilik lahan.

Untuk itu, Pemprov DIY berupaya memberikan solusi dengan cara relokasi agar para PKL itu nyaman membuka usaha di tempat yang legal dan permanen.

"Pada prinsipnya Pemda itu tujuannya PKL bisa mendapatkan tempat berusaha yang lebih layak, yang legal, tidak menempati tempat yang tidak permanen," kata Aji.

Aji menambahkan, PKL yang direlokasi itu juga akan dibebaskan dari retribusi dan biaya sewa. "Dari sisi biaya juga kita bebaskan. Kita siapkan solusinya (ke tempat relokasi dengan tidak menggunakan emperan toko)," ujarnya.

Sementara itu, Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti mengaku masih mencari waktu yang tepat untuk merelokasi PKL Malioboro. Haryadi juga akan memastikan kelayakan tempat baru bagi para PKL Malioboro itu.

"(Masih mencari) Waktu yang tepat. Kami akan pastikan tempatnya ini, fasilitasnya sudah layak atau belum. Kamar mandi misalnya ya, harusnya ada banyak. Masak wisata 100 orang mau ke toilet harus antri," kata Haryadi.

Reporter: Amrizal

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU