Optika.id - Ada kisah haru dari para petani di Kecamatan Jenu, Tuban, Jawa Timur, yang dulunya seorang miliarder kini harus menjual sapinya. Agar dapur tetap ngebul.
Mereka bercerita hanya menghabiskan tabungan, lantaran tak ada pekerjaan setelah tanah mereka dibeli PT PRPP (Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia) dan Kilang Grass Root Refinery (GRR) Tuban.
Baca Juga: Pemukiman Kenduruan Tuban Diterjang Banjir Bandang, Warga Sempat Mengungsi
Padahal sebelumnya mereka menjadi miliarder dengan uang ganti rugi mencapai miliaran rupiah. Tetapi karena tak ada penghasilan, uang itu mulai tergerus untuk mencukupi kebutuhan setiap hari.
Salah satu warga yang kini dihantui rasa penyesalan terdalam setelah tanahnya dijual ke pihak proyek kilang Tuban, yakni Musanam, warga Desa Wadung, Kecamatan Jenu.
Pria berusia 60 tahun ini, mengaku menyesal telah menjual rumah dan tanah ladangnya yang produktif seluas 2,4 hektare pada tahun lalu dengan harga lebih dari Rp 2,5 miliar. Rasa penyesalan yang dirasakan saat ini adalah ia tak lagi punya penghasilan tetap dan tak bisa bekerja lagi.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari bersama keluarga, ia terpaksa harus menjual satu demi satu sapi ternaknya yang selama ini dipelihara.
"Punya 6 ekor sapi mas, sudah tak jual tiga ekor dan kini tersisa tiga. Sapi-sapi itu saya jual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," tutur Musanam kepada wartawan di sela aksi demo di depan kantor proyek GRR Tuban, Senin (24/1/2022).
Musanam bercerita dulu sebelum lahan pertanian dijual, saat panen ia bisa mendapat Rp 40 juta setiap kali panen jagung atau tanaman lainnya. Saat proyek kilang minyak akan dibangun, ia dirayu agar tanahnya bisa dibeli pihak proyek.
Keluarga Musanam juga dijanjikan pihak perusahaan akan diberikan pekerjaan. Tetapi selama satu tahun lebih, janji itu tak kunjung didapatkan. Keluarganya tak juga diberikan pekerjaan.
Warga lain yang mengaku bernasib sama adalah Mugi. Perempuan yang tinggal di kampung miliarder ini juga kini nyaris tak memiliki pekerjaan usai tanah seluas 2,4 hektare miliknya dijual.
"Ya nyesal nak sudah menjual lahan pertanian saya. Dulu lahan saya ditanami jagung dan cabai dan setiap kali panen bisa menghasilkan Rp 40 juta. Tapi sejak tak jual. Saya sudah tidak lagi memiliki penghasilan," keluh Nenek berusia 60 tahun ini.
Lahan pertanian seluas 2,4 hektare milik Mbah Mugi dibeli dengan harga hingga Rp 2,5 miliar. Kemudian uangnya digunakan untuk kebutuhan sehari-hari sementara sisanya ditabung.
Mugi mengaku dulu tak ingin menjual tanahnya. Tetapi karena seringnya pihak proyek datang saat ia berada di sawah, akhirnya ia bersedia lahannya dijual.
"Setiap saya di kebun, saya didatangi dan dirayu-rayu, mau diberikan pekerjaan anak-anak saya pokoknya dijanjikan enak-enak. Tapi sekarang mana, gak ada," keluh Mugi.
Kedua warga kampung miliader ini juga ikut bersama ratusan warga Desa Wadung, Mentoso, Sumurgeneg dan beberapa desa di kawasan ring satu Pertamina menggelar aksi unjuk rasa. Mereka menuntut agar pihak proyek menunaikan janji yang sebelumnya disampaikan kepada masyarakat kampung miliader Jenu, Tuban.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Diketahui, massa dari enam desa terdampak pembangunan PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia (PRPP) Kilang Grass Root Refinery (GRR) Tuban melakukan unjuk rasa terkait rekrutmen pekerjaan. Massa berasal dari desa Wadung, Mentoso, Rawasan, Sumurgeneng, Beji, dan Kaliuntu itu mengaku kecewa dengan cara Pertamina Rosneft dalam perekrutan security yang telah dilakukan oleh PT Pertamina Training and Consulting (PTC). Mereka menduga perekrutan itu tidak sesuai yang dijanjikan kepada tenaga kerja lokal.
Dalam aksinya, massa secara bergantian berorasi di depan pintu proyek Pertamina Rosneft. Para pemuda dari enam desa ini juga menyampaikan tuntutan di antaranya menolak vendor atau oknum di lingkup Pertamina yang tidak berpihak dengan tenaga kerja lokal yang terdampak pembangunan kilang minyak.
Massa juga meminta agar PT Pertamina Training and Consulting (PTC) dikeluarkan dari Pertamina karena dianggap tidak bisa berkoordinasi dengan masyarakat terdampak dan pemdes.
"Kami melakukan aksi damai, menagih janji yang dijanjikan saat merayu untuk pembebasan lahan," teriak salah satu korlap, Suwarno dalam orasinya, Senin (24/1/2022).
Suwarno menegaskan banyak warga terdampak pembangunan kilang minyak hingga saat ini masih menganggur setelah kehilangan lahan pertaniannya.
"Warga terdampak yang ingin bekerja dibatasi usia, padahal mereka semua adalah tulang punggung keluarga. Tapi kenapa pensiunan di atas 50 tahun dipekerjakan?" tanya Suwarno saat orasi.
Kepala Desa Wadung, Sasmito, juga sangat menyayangkan dengan sikap dari pihak Pertamina yang mengabaikan pemerintah desa terkait perekrutan tenaga kerja. Tidak hanya itu, ia juga menganggap Pertamina kurang kooperatif kepada masyarakat yang terdampak pembangunan kilang minyak Tuban.
"Kami hanya minta perwakilan dari Pertamina menemui peserta aksi untuk menjelaskan terkait aspirasi yang sudah disampaikan warga. Jangan sampai Pertamina ini bicara kepentingan umum tapi endingnya business to business. Bagaimana masyarakat bisa sejahtera kalau tidak ada sinkronisasi dengan program pemerintah" ujar Sasmito.
Aksi unjuk rasa ini mendapat penjagaan ketat aparat polisi. Sementara perwakilan dari pihak Rosneft Pertamina yang menemui pengunjuk rasa berjanji akan menyampaikan tuntutan warga ke pimpinan.
Reporter: Amrizal
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi