KPK Tahan 2 Tersangka Korupsi e-KTP, 1 Lagi Masih Buron

author Seno

- Pewarta

Jumat, 04 Feb 2022 02:36 WIB

KPK Tahan 2 Tersangka Korupsi e-KTP, 1 Lagi Masih Buron

i

images - 2022-02-03T193243.900

Optika.id - KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) akhirnya menahan dua tersangka korupsi e-KTP, Isnu Edhi Wijaya (ISE) dan Husni Fahmi (HSF). Mereka ditahan setelah menjadi tersangka selama hampir tiga tahun. Kini, sisa satu tersangka yang masih belum ditahan, yakni Paulus Tannos. Terakhir, Paulus diketahui terlacak berada di Singapura.

Isnu dan Husni dilakukan upaya paksa penahanan selama 20 hari ke depan hingga 22 Februari 2022. Keduanya ditahan di Rutan KPK Pomdam Jaya Guntur.

Baca Juga: KPK Tanggapi Laporan Dosen UNJ ke Kaesang Soal Private Jet!

"Untuk kepentingan penyidikan, tersangka ISE dan HSF dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama terhitung 3 Februari 2022 sampai dengan tanggal 22 Februari 2022 dan kedua tersangka tersebut ditahan di Rutan Cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam keterangannya di gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (3/2/2022).

Lili membeberkan kedua peran para tersangka. Lili mengatakan Isnu kala itu menjabat Dirut PNRI (Percetakan Negara Republik Indonesia). Isnu pada Februari 2011 melakukan lobi kepada pejabat Kemendagri untuk maksud dapat memenangkan proyek e-KTP.

Selanjutnya, Lili menyebut Isnu mengumpulkan vendor-vendor dan membuat konsorsium PNRI. Isnu, Andi Agustinus, dan Paulus Tannos (PLS) sempat bertemu dengan Anang Sugiana untuk menawarkan bergabung dengan konsorsium PNRI, dengan commitment fee 10 persen untuk pihak lain.

"Apabila ingin bergabung dengan Konsorsium PNRI maka ada commitment fee untuk pihak lain sebesar 10 persen, yaitu dengan rincian 5 persen untuk DPR RI dan 5 persen untuk pihak Kemendagri, yang kemudian disanggupi oleh Anang Sugiana," kata Lili.

Berdasarkan beberapa kesepakatan yang dibuat, Perum PNRI bertanggung jawab memberikan fee kepada Irman (eks pejabat Kemendagri) dan stafnya sebesar 5 persen dari jumlah pekerjaan yang diperoleh. Isnu bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan e-KTP dengan nilai kurang-lebih Rp 5,8 triliun.

Lalu pada 30 Juni 2011, Sugiharto (eks pejabat Kemendagri) menunjuk konsorsium PNRI selaku pelaksana pekerjaan penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) secara nasional (KTP elektronik) tahun anggaran 2011-2012. Kemudian Isnu membentuk manajemen bersama dan membagi pekerjaan kepada anggota konsorsium.

"ISE juga mengusulkan adanya ketentuan setiap pembayaran dari Kementerian Dalam Negeri untuk pekerjaan yang dilakukan oleh anggota konsorsium akan dipotong 2 persen sampai 3 persen dari jumlah pembayaran untuk kepentingan manajemen bersama," katanya.

Lili menyebut dalam rincian penawaran senilai Rp 5.8 triliun itu padahal tidak terdapat komponen tersebut. Seharusnya semua pembayaran digunakan untuk kepentingan penyelesaian pekerjaan.

"Hasil pemotongan tersebut kemudian digunakan untuk membiayai hal-hal di luar penawaran dan juga digunakan untuk operasional Manajemen Bersama Konsorsium PNRI. Pemotongan sebesar 3 persen tersebut pada akhirnya mempengaruhi pelaksanaan pemenuhan prestasi Perum PNRI itu sendiri," tambahnya.

Sementara itu, peran Husni, yang diketahui merupakan Ketua Tim Teknis, melakukan pertemuan terhadap para vendor. Husni juga sempat bertemu Irman, Sugiharto, dan Andi Agustinus untuk membahas anggaran proyek e-KTP ini.

"Tersangka HSF juga hadir beberapa kali di pertemuan tersebut pada Juli 2010 yang membahas tentang uji petik, biometric, teknologi, dan teknis e-KTP," katanya.

Lili menyebut, dalam pertemuan tersebut, Husni diduga ikut mengubah spesifikasi, rencana anggaran biaya, dan seterusnya dengan tujuan mark up. Husni juga sering melapor kepada Sugiharto.

Setelah itu, Husni disebut mempertemukan pihak vendor dengan pejabat Kemendagri. Dalam pertemuan ini, Husni dipercaya Irman mengawal konsorsium dan membenahi administrasi yang sudah dipastikan lulus.

"Tersangka HFS diduga tetap meluluskan tiga konsorsium yang dalam Proof of Concept tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware security modul (HSM) dan Key Management System (KMS). Padahal Proof of Concept merupakan beauty contest yang bertujuan untuk menguji apakah barang yang ditawarkan bisa berfungsi dengan baik," tukasnya.

Baca Juga: Jika Nama Anda Dicatut Sebagai Pendukung Calon Independen, Laporkan!

Lebih lanjut, Lili mengatakan perkara ini diduga merugikan negara kurang-lebih Rp 2,3 triliun. "Dalam perkara ini, kerugian keuangan negara negara kurang lebih sebesar Rp 2,3 triliun," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Tersangka Isnu dan Husni disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Firli Tegaskan Tak Ada Tempat Sembunyi Untuk Koruptor

Sementara itu Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan tak ada tempat bersembunyi untuk para koruptor. "Perkara e-KTP memang sudah cukup lama. Kerja KPK ini membuktikan bahwa KPK berkomitmen untuk menyelesaikan perkara korupsi hingga tuntas. Komitmen KPK untuk terus memberantas korupsi, para tersangka korupsi tidak ada tempat untuk bersembunyi," kata Firli dalam keterangannya, Kamis (3/2/2022).

Firli menyebut perkara korupsi yang memakan banyak waktu juga akan segera dituntaskan. Dia menegaskan KPK bekerja berdasarkan alat bukti yang cukup.

"Kami juga mengingatkan juga terkait masa kadaluwarsa perkara korupsi. KPK akan bekerja secara profesional dan menjunjung tinggi asas tugas pokok KPK dan tentu berdasarkan bukti yang cukup dan kecukupan bukti," kata Firli.

"Siapa pun jika cukup bukti, dipastikan akan dimintakan pertanggungjawaban tanpa pandang bulu. Itu prinsip kerja KPK," tambahnya.

Tannos Tersangka Sejak 2019

Baca Juga: Nama Bobby-Kahiyang Muncul dalam Sidang Dugaan Korupsi Eks Gubernur Malut

Diketahui, 1 tersangka lagi bernama Paulus Tannos belum ditahan. Dia menjadi tersangka kasus e-KTP sejak 2019. KPK juga sudah mengetahui keberadaan Tannos kala itu.

"Proses di penyelidikan sudah ada interaksi awal dengan PLS (Paulus Tannos). Nanti kita lihat penyidik seperti apa, yang pasti kerja sama dengan otoritas setempat sudah dilakukan," ucap Wakil Ketua KPK saat itu Saut Situmorang di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (13/8/2019).

"Kita lihat apa bisa menghadirkan. Nanti penyidik sudah punya rencana untuk itu," imbuh Saut.

Tannos merupakan 1 dari 4 tersangka baru yang dijerat KPK kala itu. Tiga tersangka lainnya adalah Miryam S Haryani, Isnu Edhi Wijaya, dan Husni Fahmi.

Saut menyebut Tannos berperan sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, salah satu perusahaan yang tergabung dalam Konsorsium PNRI yang mengerjakan proyek e-KTP. Dalam Akta Perjanjian Konsorsium disebutkan bahwa perusahaan itu bertanggung jawab atas pekerjaan pembuatan, personalisasi, dan distribusi blangko e-KTP. Tannos pernah pula diperiksa KPK pada Mei 2018. Saat itu Tannos diperiksa KPK di Singapura. Pada 18 Mei 2017, Tannos juga memberi kesaksian di persidangan e-KTP melalui telekonferensi karena sedang berada di Singapura.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU