Partai Politik Indonesia: Dekat Rakyat atau Alat Kuasa?

author optika

- Pewarta

Rabu, 09 Feb 2022 22:12 WIB

Partai Politik Indonesia: Dekat Rakyat atau Alat Kuasa?

i

download

[caption id="attachment_15585" align="aligncenter" width="150"] Oleh Nuke Faridha Wardhani (Dosen Fisip Unair, alumnus Zhejiang University)[/caption]

Jumlah partai politik di Indonesia yang begitu banyak dan berhasil lolos dalam Pemilu, ternyata tidak berbanding lurus dengan fungsi-fungsi partai politik yang ada. Padahal kehadiran sebuah partai politik terutama di negara demokrasi diharapkan menjadi sarana penghubung yang efektif antara kepentingan masyarakat dan pemerintah. Kenyataannya, fungsi yang seharusnya dilaksanakan oleh partai politik terlihat tidak optimal yang akhirnya memengaruhi kondisi demokrasi di Indonesia yang semakin stagnan.

Baca Juga: Anies-Prabowo Debat Panas Soal Parpol: Ganjar Menjadi Tidak Enak Hati

Pengertian Partai Politik dan Fungsi-Fungsinya

Menurut Ramlan Surbakti (2010: 147), partai politik adalah kelompok anggota yang terorganisasi secara rapi dan stabil yang dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan berusaha mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun. Melalui definisi tersebut, partai politik dapat dipahami sebagai suatu kumpulan anggota yang secara resmi memiliki ideologi dan tujuan yang sama dengan menduduki jabatan politik melalui cara-cara resmi, dan rakyat dapat memilih wakilnya (anggota partai politik yang diajukan oleh partai politik) melalui Pemilu, kemudian mereka melaksanakan kebijakan atau program yang telah disusun.

Fungsi utama partai politik di negara demokrasi, menurut Miriam Budiardjo (2010: 405), sebagai saluran partisipasi politik yang aktif bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan kehidupan bernegara dan memperjuangkan kepentingan serta memengaruhi kebijakan pemerintah. Fungsi-fungsi partai politik lainnya di negara demokrasi seperti yang dikemukakan oleh Ramlan Surbakti (2010) antara lain, sosialisasi politik, yang di dalamnya terdapat pendidikan politik khususnya dari partai politik kepada masyarakat melalui latihan kepemimpinan, kursus kader, diskusi, penataran, dan forum pertemuan. Menurut Miriam Budiardjo (2010: 407), melalui fungsi sosialisasi yang dilaksanakan, partai politik juga berusaha menciptakan image bahwa partai politik sedang memperjuangkan kepentingan rakyat. Kedua, sebagai sarana komunikasi politik, yakni partai politik sebagai sarana penghubung dalam menyampaikan keputusan pemerintah kepada masyarakat, juga menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada pemerintah.

Ketiga, rekrutmen politik, ialah proses seleksi dan pemilihan maupun pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peran, baik dalam sistem politik maupun pada pemerintahan. Keempat, partisipasi politik, yakni partai politik berfungsi sebagai saluran kegiatan warga negara dalam memengaruhi proses politik, yang dimaknai sebagai partai politik adalah wadah partisipasi politik itu sendiri, seperti mengajukan kritik dan tuntutan, mendukung atau menentang calon pemimpin tertentu, mengajukan alternatif pemimpin, dan memilih wakil rakyat dalam Pemilu.

Kelima, pemandu kepentingan, partai politik berfungsi untuk menampung dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda menjadi berbagai alternatif kebijakan umum yang kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Keenam, pengatur konflik, di sini partai politik sebagai lembaga demokrasi berusaha untuk mengendalikan konflik dengan cara berdialog dengan pihak yang berkonflik, kemudian memadukan berbagai kepentingan demi mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik. Terakhir, kontrol politik atau pengawasan, partai politik mengontrol isi maupun pelaksanaan kebijakan pemerintah yang menunjukkan kesalahan, serta memperbaiki pelaksanaan kebijakan sehingga sesuai dengan tolak ukur telah disepakati bersama.

Permasalahan Partai Politik di Indonesia

Baca Juga: Partai Politik Harus Berpikir Serius Manfaatkan Suara dari Swing Voters

Pasca reformasi hingga saat ini, jumlah partai politik di Indonesia memang begitu banyak. Namun dalam praktiknya, fungsi-fungsi yang seharusnya dijalankan tidaklah terlihat begitu signifikan, bahkan mengalami banyak permasalahan pada internal partai politik itu sendiri. Permasalahan yang sering muncul, diketahui kerap terjadi konflik antarkader yang menyebabkan kinerja partai politik tidak maksimal. Menurut Djayadi Hanan (2021), kuatnya faktor personalisasi pada satu orang atau kaum oligarki partai yang terdiri dari beberapa orang atau beberapa kelompok, kecenderungan yang terjadi adalah anggota partai sering bertikai memperebutkan kekuasaan dalam tubuh partai politik itu sendiri. Hal ini juga dibenarkan oleh Lili Romli (2011: 202) bahwa seringkali dalam proses pengambilan keputusan penting, sifatnya tertutup dan hanya ditentukan oleh seseorang atau sekelompok kecil elite atau pengurus utama partai politik. Dalam jangka panjang, apabila pemimpin partai politik tersebut telah selesai masa jabatannya, namun tidak diimbangi dengan pola rekrutmen dan kaderisasi yang baik, maka sulit untuk mencari figur pengganti yang berkualitas untuk memimpin partai politik tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Permasalahan selanjutnya yaitu anggota partai politik yang lebih mengutamakan kepentingan kelompok daripada kepentingan dan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Hal ini tentu menyebabkan lemahnya hubungan partai politik dengan masyarakat. Di satu sisi, munculnya tujuan lain, yakni berkarir di internal partai maupun maju dan terpilih sebagai wakil rakyat melalui Pemilu, dapat meningkatkan kualitas kehidupan dari kader partai, baik dari sisi ekonomi maupun aspek sosial, yang tidak sedikit juga memunculkan kader-kader partai yang melakukan korupsi. Contohnya kasus korupsi yang dilakukan oleh kader partai termuda di internal DPC Partai Demokrat di Balikpapan, menjadi sebuah pelajaran terpenting bagi partai politik untuk meninjau kembali fungsi rekrutmen dan kaderisasi para anggota. Syamsuddin Haris (2019) dalam opininya yang berjudul Parpol dan Korupsi Pejabat bahwa korupsi bisa terjadi karena tidak adanya standar integritas yang berlaku untuk partai politik dan kader partai. Standar integritas pun harus diterapkan dengan aturan yang tegas. Apabila internal partai politik tidak berbenah, ini akan semakin menurunkan tingkat kepercayaan dan memunculkan krisis legitimasi masyarakat terhadap partai politik tersebut.

Faktor historis yang menyebabkan berbagai permasalahan tersebut ternyata dapat ditarik mundur. Pada masa Orde Baru, partai politik dijadikan kendaraan utama bagi pemerintah yang berkuasa saat itu. Hal ini yang mendorong partai politik lebih mengutamakan kepentingan para penguasa dan lebih mendukung berbagai kebijakan strategis pemerintah daripada mewakili aspirasi masyarakatnya. Tentu ini berbeda ketika masa reformasi hingga saat ini, partai politik mengalami transisi yang berat dengan dihadapkan berbagai tuntutan masyarakat, namun tidak didukung dengan transformasi dari sisi kelembagaannya (Romli, 2011: 25). Sehingga proses adaptasi partai politik di Indonesia terhadap berbagai persoalan dan tuntutan yang muncul di masyarakat hingga hari ini terkesan sulit dan masih dibayangi pola hubungan oligarkis antara sekelompok elite partai politik dengan pemerintah yang berkuasa kala itu.

Meninjau Kembali Fungsi Partai Politik di Indonesia

Baca Juga: Benarkah Koalisi Bisa Pengaruhi Suara?

Fungsi partai politik di Indonesia sepatutnya bisa dijalankan dengan sebaik mungkin agar iklim demokrasi di Indonesia semakin membaik, dengan mendorong partisipasi politik aktif dari masyarakat. Namun, yang terjadi justru berbagai permasalahan yang telah dijelaskan sebelumnya, yang tentunya berpengaruh pada kinerja dan image partai politik itu sendiri semakin membuuk, baik pada level pusat hingga daerah. Hal ini dapat dimulai dengan meninjau kembali dan memperbaiki fungsi rekrutmen dan kaderisasi sebagai yang utama dalam menjaring calon anggota partai politik beserta pengurusnya agar menciptakan kader masa depan yang berkualitas dalam memimpin partai tersebut maupun yang diajukan menjadi wakil politik di parlemen maupun di pemerintahan. Sehingga tujuan besar yang ingin dicapai dalam konteks hubungan partai politik dengan masyarakat adalah mampu menjadi perantara yang efektif antara kepentingan masyarakat dan pemerintah. Dengan demikian seperti yang dikatakan Ramlan Surbakti (2010: 145), akan terbentuk semacam pola hubungan kewenangan yang berlegitimasi antara pemerintah dan masyarakat.

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU