Optika.id - Mutasi virus COVID-19 dari varian Omicron atau yang kerap diketahui dengan nama Varian BA.2 memang lebih sulit dideteksi meskipun dengan swab PCR. Di beberapa negara bahkan angka mereka yang terpapar terus mengalami peningkatan.
Di Indonesia, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Minggu (20/2/2022), menyebut varian ini memang sudah beredar. Menurut Menkes Budi, kasus BA.2 yang dijuluki 'Son of Omicron' terdeteksi 10 kasus di Indonesia per akhir Januari 2022. Namun, tidak dirincikan lebih lanjut terkait data ini.
Baca Juga: COVID-19 Melonjak Lagi, Kemenkes Ingatkan Masyarakat Lengkapi Vaksin Booster
Menariknya, varian BA.2 ini dilaporkan Menkes Budi tidak gampang terdeteksi menggunakan tes PCR S Gene Target Failure (SGTF) yang selama ini banyak dipakai untuk skrining Omicron.
Beberapa informasi menjelaskan, varian BA.2 susah terdeteksi dengan PCR SGTF karena tidak adanya delesi asam amino posisi 69-70 pada protein Spike. Padahal delesi itu yang diandalkan dalam pemeriksaan PCR SGTF.
Bicara soal varian BA.2, Mantan Direktur Badan Kesehatan Dunia (WHO) Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama, mengatakan BA.2 sudah dilaporkan kasusnya di banyak negara.
Negara-negara seperti India, Filipina, Denmark, Inggris, dan Jerman yang terpantau sudah melaporkan kasus BA.2. Angka kasusnya pun terus meningkat.
"Secara global, jumlah kasus BA.2 masih kecil, tapi kalau jumlahnya makin banyak, maka bukan tidak mungkin dapat memengaruhi kebijakan yang perlu diambil," terang Tjandra, beberapa waktu lalu.
Studi di Jepang mengungkapkan beberapa karakter khas BA.2, mulai dari mudah menyebar, resisten terhadap pengobatan, kebal vaksin, hingga terindikasi adanya keparahan kasus ketika seseorang terinfeksi varian ini.
Hasil eksperimen tersebut didasari oleh informasi yang didapatkan peneliti, di dalam tubuh varian BA.2 ditemukan fitur khusus yang membuatnya mampu menyebabkan penyakit serius seperti Delta.
Karena varian BA.2 ini adalah subvarian Omicron, artinya dia membawa karakteristik yang ada di Omicron yaitu kebal vaksin Covid-19. Namun suntikan booster memperlihatkan perlindungan yang tetap baik.
Baca Juga: Epidemiologi Imbau Peningkatan Covid-19 Jelang Libur Nataru
"BA.2 juga diketahui resisten terhadap beberapa pengobatan, termasuk sotrovimab atau antibodi monoklonal yang saat ini dipakai untuk melawan Omicron," terang laporan CNN Health, seperti dikutip Optika.id, Minggu (20/2/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Hasil eksperimen ini ditayangkan pada Rabu (16/2/2022) sebagai studi pracetak di server bioRxiv.
"BA.2 adalah virus yang lebih buruk daripada Omicron dan mungkin dapat menular lebih cepat dan menyebabkan penyakit yang lebih buruk," terang dr Daniel Rhoads, kepala bagian mikrobiologi di klinik Cleveland, Ohio, Amerika Serikat.
Dia menjelaskan, varian BA. 2 ini sangat bermutasi dibandingkan dengan Covid-19 origin yang pertama teridentifikasi di Wuhan, Tiongkok. Varian ini juga diketahui memiliki lusinan perubahan gen yang berbeda dari Omicron dan ini membuatnya berbeda dari virus sebelumnya.
Di sisi lain, peneliti yang terlibat dalam studi ini, Kei Sato, peneliti Universitas Tokyo menegaskan, temuan ini membuktikan BA.2 tidak boleh dianggap sebagai jenis Omicron dan semua pihak saat ini perlu memantau lebih ketat varian ini.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Naik Jelang Nataru, Kemenkes: Masih Terkendali
Di masyarakat saat ini ada yang menyebut BA.2 sebagai 'siluman Omicron' karena varian ini tidak muncul pada tes PCR. Dengan kondisi tersebut, setiap lab di seluruh dunia mesti melakukan langkah ekstra dan mulai mengurutkan virus untuk menemukan varian ini.
Ditemukannya varian ini mengartikan dunia akan memiliki huruf Yunani baru dalam daftar varian Covid-19 dalam waktu dekat," kata Deborah Fuller, ahli virus di Fakultas Kedokteran Universitas Washington.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi