Rusia Siagakan Nuklir, Amerika Serikat Siapkan 'Pesawat Kiamat'

author Seno

- Pewarta

Sabtu, 05 Mar 2022 15:00 WIB

Rusia Siagakan Nuklir, Amerika Serikat Siapkan 'Pesawat Kiamat'

i

images - 2022-03-05T075647.628

Optika.id - Setelah Presiden Rusia Vladimir Putin menyiagakan pasukan nuklir, Amerika Serikat (AS) pun dikabarkan langsung mengadakan latihan penerbangan pesawat E-4B atau lebih dikenal dengan julukan 'Pesawat Kiamat'.

Pesawat kiamat digunakan untuk mengamankan presiden dan para pejabat AS. Dikutip Optika.id dari Daily Mail, Sabtu (5/3/2022), berikut keunggulan dan spesifikasi dari pesawat kiamat milik AS.

Baca Juga: Trump Terpilih Jadi Presiden, Bagaimana Nasib Palestina?

Selain dikenal sebagai E-4B, pesawat kiamat juga dikenal dengan julukan Air Force One atau Doomsday. Pesawat kiamat membawa peralatan khusus dan memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan siapa saja, di mana saja di dunia, dan mendukung analis dan ahli strategi dalam penerbangan.

Tak hanya itu, pesawat kiamat juga dapat mengisi bahan bakar di udara dan tetap mengudara dan beroperasi selama 35,4 jam dalam satu tugas.

Meski demikian, pesawat ini dirancang untuk dapat beroperasi dalam penerbangan selama seminggu penuh tanpa perlu mendarat.

Adapun desain pesawat dimaksudkan untuk bertahan dari gelombang elektromagnetik dengan semua sistem yang utuh.

Bahkan faktanya, pesawat ini masih menggunakan instrumen penerbangan analog tradisional karena mereka kurang rentan terhadap nuklir.

Pesawat kiamat mampu beroperasi dengan awak terbesar dari semua pesawat dalam sejarah Angkatan Udara AS dengan 112 orang, baik personel penerbangan maupun misi.

Pesawat ini memiliki tiga dek dan dilengkapi dengan peralatan khusus termasuk antena kawat yang dapat membuat presiden tetap berkomunikasi dengan armada kapal selam nuklir, bahkan jika komunikasi berbasis darat telah dihancurkan.

Untuk diketahui, E-4B dioperasikan oleh First Airborne Command and Control Squadron dari 595th Command and Control Group yang dikoordinasikan oleh United States Strategic Command dan ditempatkan di dekat Omaha, Nebraska, di Offutt Air Force Base.

Ketika presiden berada di AS, pesawat ini dijaga agar mesinnya tetap menyala setiap saat dan siap di pangkalan Offutt 24 jam sehari.

Pesawat E-4B pertama kali dioperasikan pada 1970-an selama perang dingin.

Sampai akhir perang dingin, salah satu ruang perang terbang tetap waspada di Pangkalan Angkatan Udara Andrew, siap untuk lepas landas dengan presiden di kapal hanya dalam 15 menit.

Baca Juga: Donald Trump Deklarasikan Kemenangannya dalam Pilpres AS 2024

Diyakini bahwa pesawat-pesawat ini adalah cara terbaik untuk menjaga keamanan presiden saat terjadi serangan nuklir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pesawat ini dibuat untuk melindungi personel militer tingkat atas AS mengantisipasi perang nuklir. E-4B adalah bagian armada yang disebut pesawat Nightwatch rancangan militer AS sejak 1970-an.

AS memiliki empat unit E-4B, masing-masing terdapat 18 tempat tidur susun, enam kamar mandi, dapur dan ruang rapat antara kamar-kamar.

Pesawat dilengkapi sederet fitur keselamatan yang tidak ada pada 747 komersial. Pembangunan pesawat menghabiskan US$200 juta atau sekitar Rp2,8 triliun (kurs Rp14,382).

Pesawat yang hampir seluruh bagiannya tanpa jendela ini dilengkapi lapisan khusus, untuk melindungi efek termal dari ledakan perang nuklir, menurut laporan CNBC.

Pada tahun 2006, ada pembicaraan bahwa armada E-4B akan pensiun pada tahun 2009 di bawah Menteri Pertahanan saat itu Donald Rumsfeld.

Baca Juga: BRICS Pertimbangkan Mata Uang Baru, Putin Tampilkan Uang Kertas Simbolis di KTT Kazan

Sebaliknya, hanya satu armada yang pensiun pada Februari 2007 lalu.

Tidak jelas apakah misi itu merupakan tanggapan langsung atas perintah Putin, yang meminta pertahanan negara termasuk senjata nuklir siaga dan menuding negara-negara Barat telah bersikap 'tidak bersahabat'.

Pemerintah AS mengaku tidak akan ada perubahan sikap jika perang nuklir terjadi. Presiden AS Joe Biden mengaku tidak takut perang nuklir dengan Rusia, menurut laporan Live Science.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU