Optika.id - Tampaknya dinamika dakwah Muhammadiyah di Banyuwangi penuh dengan segala tantangan, rintangan, singgungan, benturan, ancaman. Seperti, penoalakan Salat Jumat, penurunan papan nama, sampai ancaman pembakaran. Ketua PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) Banyuwangi Dr. H. Mukhlis melaporkan konflik Muhammadiyah di Banyuwangi dengan warga sekitar sepanjang tahun 2000 sampai dengan saat ini, tahun 2022, seperti dikutip Optika.id dari channel YouTube 'Belajar Ngaji', Selasa (8/3/2022).
Berikut rentetan konflik yang terjadi:
Baca Juga: Kasus Pengrusakan Papan Nama Muhammadiyah, Ini Kata Ketua PBNU dan Sekjen PP Muhammadiyah
1. Kasus di PRM (Pimpinan Ranting Muhammadiyah) Desa Kebunrejo Kecamatan Kalibaru, perebutan tanah wakaf dan masjid PRM Peterongan;
2. Penurunan papan nama PCM (Pimpinan Cabang Muhammadiyah) Glenmore di depan rumah Ketua PCM Bpk H.Moh Amli,BA.(alm);
3. Pemberian tanda silang merah di setiap Pimpinan dan Warga Muhammadiyah Genteng;
4. Penurunan papan nama PRM (Pimpinan Ranting Muhammadiyah) Banjarwaru Banyuwangi oleh Tokoh Masyarakat setempat;
5. Penolakan Salat Jumat di Masjid PRM (Pimpinan Ranting Muhammadiyah) Kaligung Blimbingsari, oleh masyarakat dengan kekerasan bawa penthungan (tongkat) menjelang Salat Jumat;
6. Penolakan pembangunan Pusat Dakwah Muhammadiyah Singojuruh pada saat jelang peletakan batu pertama yang dilakukan masyarakat sekitar lokasi;
7. Ancaman pembakaran RSI (Rumah Sakit Islam) Fatimah oleh sekelompok orang yang menamakan pasukan berani mati dari Banyuwangi Selatan;
8. Perangkat desa bersama masyarakat Desa Sraten Kecamatan Cluring menolak pembangunan Masjid Pusdamu Al Furqon PRM (Pimpinan Ranting Muhammadiyah) Sraten dengan mempermasalahkan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) dan Muhammadiyah menjadi minoritas di Sraten Cluring;
9. Penolakan rencana membangun Pondok Anak Kebutuhan Khusus (ABK) milik Muhammadiyah oleh masyarakat di belakang hotel Aston Banyuwangi, dengan dalih demi kondusifitas warga yang tidak sejalan dengan dakwah Muhammadiyah;
10. Penurunan paksa papan nama Pusat Dakwah Muhammadiyah PRM Tampo Cluring dan PRA Tampo Cluring, TK ABA Tampo Cluring oleh sebagian Warga Mayarakat yang mendapat support dari Kepala Desa Tampo dan Forpimka Cluring, dengan dalih masjid milik umum bukan milik golongan/Muhammadiyah;
"Dari kasus per kasus tersebut di atas jika ditarik kesimpulan sampai bertemu akar masalahnya. Penyerobotan aset wakaf yang tidak tertulis jelas peruntukannya, ingin menguasai aset dan memindahkan kepemilikannya ke Pribadi atau orang lain," tulis rilis dari PDM Banyuwangi.
"Dakwah Muhammadiyah yang tiada henti, semarak dan mendapat banyak pengikut, pendukung adalah ancaman ketidaknyamanan secara pengaruh ketokohan lokal, ekonomi dan politik lokal," imbuhnya.
Menurutnya, kebencian secara turun temurun baik kultur maupun struktur di lokal masyarakat. Karena merasa terancam kedudukan ketokohannya, pengaruhnya. Sehingga harus melakukan penghadangan dakwah Muhammadiyah secara masif lewat kekuatan Masyarakat lokal, pejabat lokal atau setempat.
"Lembaga pendidikan, Aum Kesehatan, Panti Asuhan, Lazismu, PAP, PUSDAMU, TPA,TPQ, Perguruan Tinggi, Pendirian Pusat Pusat Keunggulan, SURYA Mart, aset-aset Muhammadiyah lainnya, menjadi kecemburuan sosial. Menimbulkan kedengkian dan ketidaknyamanan bagi mereka yang sudah sejak awal menunjukkan sikap ketidaksenangan," tambah rilis tersebut.
Kepentingan politik lokal, lanjutnya, menjadi penyerta dan penumpang kepentingan sesaat untuk memanfaatkan kelompok lain menciptakan kondisi keruh. Dan memanfaatkan kelompok anti kemapanan untuk cari muka, cari pengaruh dan lain-lain.
"Intinya Muhammadiyah tidak diterima di Banyuwangi karena masyarakat sekitar kehilangan pamornya, hak kekuasaannya. Padahal Muhamadiyah dari segi dakwah bagus, ekonomi kuat, pendidikan hebat, kesehatan jelas," ujar pengisi suara di channel YouTube 'Belajar Ngaji' yang menyebut dirinya seorang Nahdliyyin (Warga Nahdlatul Ulama).
Namun, lanjutnya, karena minoritas sehingga sedikit mendapat dukungan. "Tokoh masyarakat tampaknya punya dendam kebencian turun temurun. Ya Allah moga-moga Banyuwangi lebih tolerasi. Toh Muhammadiyah juga saudara kita. Ayok akur yuk. Musuh kita bukan Muhammadiyah, atau kita tidak punya musuh. Atau musuh kita adalah diri kita sendiri. Yang merasa benar sehingga mudah menyalahkan orang lain," harapnya.
Sejarah Perwakafan Masjid Al-Hidayah dan PAUD
Diketahui, Pengurus Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Timur melaporkan sejumlah orang ke Polda Jatim atas kasus pencopotan papan nama organisasinya di Masjid Al-Hidayah, Desa Tampo, Kecamatan Cluring, Banyuwangi.
[caption id="attachment_18147" align="alignnone" width="300"] Warga memaksa mencopot plang Muhammadiyah Tampo. (Istimewa)[/caption]
Baca Juga: Sowan ke PW Muhammadiyah, IMM Jatim Dapat Nasihat Penting
Langkah hukum diambil, dikarenakan masjid dan PAUD yang berasal dari tanah wakaf tersebut sudah dimiliki dan dikelola oleh Muhammadiyah sejak tahun 1970 silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kami luruskan tentang sejarah perwakafan (masjid Al-Hidayah dan PAUD) yang dimiliki dan dikelola Muhammadiyah sejak 1970, ujar Ketua Tim Advokasi dan Penasihat Hukum PW Muhammadiyah Jatim, Masbuhin, Senin (7/3/2022).
Menurut Masbuhin, lahan yang berdiri Masjid Al-Hidayah dan PAUD yang dikelola oleh Muhammadiyah tersebut merupakan tanah wakaf yang diberikan seorang bernama KH. Yasin kepada menantunya H. Bakri pada tahun 1946 silam.
"Tahun 1946, KH Yasin sebagai waqif atau orang yang mewakafkan tanahnya yang terletak di Dusun Krajan, Desa Tampo, Kecamatan Cluring, Banyuwangi dengan luas tanah 2.500 m persegi kepada menantunya H. Bakri sebagai nadzir atau penerima waqaf, ungkapnya.
H. Bakri, kata Masbuhin, merupakan salah satu tokoh Muhammadiyah di Desa Tampo. Kemudian di tanah waqaf tersebut dibangun masjid yang dikenal oleh masyarakat setempat dengan nama Masjid Mbah Yai Bakri atau Masjid Muhammadiyah.
Selanjutnya, pada Tahun 1970, H. Bakri dan beberapa kader Muhammadiyah mendirikan SD Muhammadiyah 4 Tampo di tanah wakaf tersebut.
Pada pertengahan 1980 SD tersebut tidak aktif, dan pengelolaannya dipindahkan ke Kecamatan Cluring, tuturnya.
Selanjutnya pada tahun 1980-1990, gedung SD tersebut dimanfaatkan untuk Pendidikan Guru Agama. Namun 8 tahun kemudian ditutup dengan alasan kebijakan pemerintah pada saat itu.
Menurutnya, sejak berdirinya masjid dan lembaga di atas tanah wakaf tersebut, tidak pernah terjadi masalah dengan masyarakat sekitar.
"Jadi ini dimanfaatkan untuk tempat ibadah dan pendidikan mereka, jelasnya.
Pada Tahun 1992, lanjutnya, H. Bakri selaku nadzir menyerahkan penuh pengelolaan tanah waqaf tersebut kepada Ir Achmad Jamil yang merupakan menantunya sendiri, sebagai Nadzir pengganti sekaligus kedudukannya sebagai Ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah.
Dokumen penyerahan itu dapat dibuktikan oleh Muhammadiyah melalui surat kuasa dalam lembaran bersegel tertanggal 12 Maret 1992 atau 7 Ramadan 1412 H, yang isinya memberikan kuasa penuh atas pengelolaan tanah wakaf tersebut.
Atas dasar itulah, maka kemudian menjadi sah dengan bukti otentik, terbit dan lahir akta ikrar wakaf pengganti yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Cluring pada tanggal 15 Juli 1992 tukasnya.
Terdapat poin penting dalam akta ikrar wakaf pengganti tersebut, yakni tanah wakaf tersebut diurus oleh Achmad Jamil dalam jabatannya sebagai ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah.
Berdasarkan fakta dan bukti hukum tersebut, kata Masbuhin, maka menjadi jelas dan terang bahwa tanah wakaf tersebut peruntukan dan pengelolaannya berada pada tangan Muhammadiyah.
Demikian pula menjadi sah menurut hukum, apabila Muhammadiyah memasang papan namanya di atas tanah wakaf yang dimiliki dan dikelolanya sebagai identitas kepemilikan, pengelolaan dan simbol dakwah dan kehormatan Muhammadiyah, tegas Masbuhin.
Dia pun menyesalkan peristiwa penurunan paksa plang Muhammadiyah di masjid Al-Hidayah tersebut oleh oknum-oknum tertentu. Hal ini dikhawatirkan dapat merusak keharmonisan dan kondusifitas masyarakat sekitar yang sudah yang terjaga dan terpelihara selama bertahun tahun.
Atas dasar inilah, PW Muhammadiyah secara resmi melaporkan pihak-pihak yang dengan sengaja menurunkan plang organisasinya tersebut ke Polda Jatim.
Diketahui, terdapat tiga buah plang yang terpasang dan beberapa di antaranya sudah digergaji dan dirobohkan oleh warga, yakni plang bertuliskan Pusat Dakwah Muhammadiyah Tampo, Pimpinan 'Aisyiyah Ranting Tampo, serta TK 'Aisyiyah Bustanul Athfal Tampo. Plang tersebut bahkan awalnya berencana untuk dibuang di depan masjid, namun tak jadi dilakukan. Selain itu, untuk plang TK 'Aisyiyah juga tak sempat bernasib serupa dengan dua plang lainnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi