Optika.id Dr Pratama Persadha selaku Pakar keamanan siber diketahui sempat mengungkapkan pendapatnya terkait pemilihan umum online atau pemungutan suara secara elektronik (e-voting) pada Pemilu Serentak 2024 yang memiliki kemungkinan dapat terjadi. Terlebih lagi, Direktorat
Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil dari Kementerian Dalam Negeri juga telah memanfaatkan data kependudukan para masyarakat secara digital.
Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
"Namun, memang praktik e- voting ini memerlukan proses, misalnya pada tahap awal pelaksanaannya hanya di kota besar yang infrastrukturnya sudah mapan," ungkap Pratama Persadha, Jumat (25/3/2022).
Sejalan dengan hal tersebut, Pratama melanjutkan bahwa pelaksanaan e-voting dalam lingkup nasional pada Pemilu 2024 mendatang berpotensi memiliki bahaya dan resiko yang besar.
Oleh sebab itu, pelaksanaan e-voting tersebut harus dilakukan secara bertahap. Tak hanya itu, Pratama juga menyampaikan terkait kematangan rancangan teknis e-voting yang akan diusung dengan model seperti apa, apakah langsung dari smartphone atau harus lewat tempat pemungutan suara (TPS) secara khusus.
Ia kemudian membandingkan dengan pelaksanaan e- voting yang telah ada di Amerika Serikat, mereka juga diketahui masih memerlukan tempat khusus untuk pelaksanaan e-voting dalam pemilihan Presiden mereka.
Sementara di Estonia, pelaksanaan e-voting juga masih melewati mesin elektronik khusus, yang tekah disediakan oleh pemerintah setempat, serta voting secara remote melalui internet dengan personal computer (PC) serta smartphone.
Pratama melanjutkan, bahwa pada masa pandemi ini, kebutuhan e-voting telah bergeser ke voting secara remote melalui perangkat digital, bisa dengan PC ataupun smartphone pemilih. Hal tersebut juga akan menjadi lebih rumit serta membutuhkan pengamanan sistem yang lebih advance.
Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Pratama kemudian menyebutkan bahwa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah memiliki teknologi e-voting. Bahkan pada tahun 2019 lalu, pelaksanaan e-voting tersebut telah diimplementasikan di 981 pemilihan kepala desa (pilkades) di Tanah Air.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Akan tetapi, ia mengatakan bahwa sistem yang dikembangkan BPPT adalah e-voting di lokasi TPS, yang secara fungsinya hanya menghilangkan surat suara dan mempercepat hitungan karena tidak ada hitung manual.
Ia juga menambahkan bahwa terdapat banyak hal yang perlu dipersiapkan untuk pelaksanaan e-voting ini, antara lain, regulasi terkait dengan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dan UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
"Jangan sampai nanti ini menjadi celah digugat dan hasil e-voting malah dibatalkan. Jadi, dari sisi UU harus clear lebih dahulu," pungkas Pratama.
Baca Juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada
Reporter: Akbar Danis
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi