Menkominfo Johnny Plate: Pemilu 2024 Pakai E-Voting? Arif Budiman: E-Rekap Dulu 

author Aribowo

- Pewarta

Minggu, 27 Mar 2022 13:12 WIB

Menkominfo Johnny Plate: Pemilu 2024 Pakai E-Voting? Arif Budiman: E-Rekap Dulu 

i

Menkominfo Johny Plate: Pemilu 2024 Pakai E-Voting? Arif Budiman: E-Rekap Dulu 

Optika.id. Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika), Johny G Plate, mengusulkan agar pemilu 2024 menggunakan e-voting. E-voting dianggap Plate bisa menyebabkan pemilu efektif dan efisien. Hal itu dikemukakan oleh Plate tatkala ada wacana kontroversial penundaan pemilu 2024 dalam kaitannya dengan biayanya yang besar sekali.

Pengadopsian teknologi digital dalam Pemilu memiliki manfaat untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses kontestasi politik, baik dalam tahapan pemilih, verifikasi identitas pemilih, pemungutan suara, penghitungan suara hingga transmisi dan tabulasi hasil pemilu, kata Johnny pada Rabu, 23/3/2022.

Baca Juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?

Ide Plate bukan hal baru dan diakuinya sendiri hal tersebut. Sebenarnya sejak pemilu legislatif 2004 KPU (Komisi Pemilihan Umum) telah memikirkan pemilu e-voting, namun saat itu belum memungkinkan untuk dilakukan. Saat itu sistem informasi dan infrastruktur teknologinya belum memungkinkan, biaya awalnya sangat besar sekali dan itu tidak mungkin ditanggung negara, ditahun 2004 pertama kali dilakukan pemilu model baru yang terbuka, transparan, adil, dan dapil (daerah pemilihan) kecil dan kongkret, model penyelenggaraan pemilu baru, dan masyarakat belum mengenal e-voting.

Karena itu realisasi model pemilu e-voting dikesampingkan ditiap pemilu pasca rezim Orde Baru (Orba). Apalagi undang undang tentang pemilunya belum membuka wacana tentang hal itu. Akibatnya KPU baru bisa memulai dengan e-Rekap.

Andai dimulai dengan e-voting maka harus dicoba dulu untuk pilkada. Diuji coba dalam pilkada disatu daerah. Hasil uji coba pilkada itu baru menjadi kajian secara nasional, urai Prof Ramlan Surbakti, MA, Ph.D saat memberi arahan kepada KPUD (Komisi Pemilihan Umum Daerah) Provinsi Jawa Timur, 2003.

Menurut Ramlan susah menerapkan langsung secara nasional. Di India dan beberapa negara lain selalu dimulai dengan studi kasus, uji coba di negara bagian. Bahkan bisa saja muncul kesimpulan, sementara beberapa pilkada menggunakan e-voting, tetapi belum bisa untuk pemilu nasional, penjelasan Ramlan lebih detil.


KPU Masih E-Rekap

Arif Budiman, anggota KPU, menjelaskan bahwa KPU belum pernah membahas e-voting. Di samping belum diperintah oleh undang-undang juga karena mempertimbangkan berbagai hal, mulai dari infrastruktur ITnya, pembiayaan, faktor keamanan, budaya masyarakat, dan sebagainya maka KPU belum memulai untuk melangkah ke e-voting, urai Budiman kepada Optika.id, 27/3/2022, lewat WhatsApp.

Menurut saya pemungutan dan penghitungan suara yang diterapkan di pemilu Indonesia sudah sangat bagus dan transparan, semua pihak terlibat dalam prosesnya. KPPS, Saksi Partai, Pemilih, Pemantau, masyarakat, Pengawas, semua dapat terlibat langsung, tulis alumnus Hubungan Internasional Fisip Universitas Airlangga.

Budiman yang memulai karier di KPUD Jawa Timur hingga KPU RI selama 2 periode itu menganggap dunia internasional hormat terhadap penyelenggaraan pemilu di Indonesia.

Mereka mengakuinya pemilu Indonesia sebagai proses yg sangat transparan. Memperhatikan hal tersebut tampaknya belum ada urgensinya untuk diterapkan e-voting, tulisnya lebih lanjut. Bahkan Budiman mengingatkan pemilu e-voting seperti Amerika Serikat (AS) ternyata rawan dihack, dibajak, dan dimanipulasi. Kemenangan Donald Trump ditahun 2016 dengan menimbulkan kontroversial besar itu telah memalukan AS.

Budiman menjelaskan bahwa KPU telah punya pengalaman menerapkan e-rekap. Menurutnya hal itu sudah cukup teruji (dalam pilkada 2020) dengan capaian yg cukup baik (98,9%). E-rekap (sirekap) lebih cocok utk digunakan dalam pemilu di Indonesia, katanya.

Bisakah e-voting digunakan dalam pemilu di Indonesia? Tentu bisa. Dibutuhkan terlebih dahulu perubahan regulasi (UU, PKPU), perlu menyiapkan hardware dan software, kesiapan SDM penyelenggara, kesiapan peserta pemilu, dan tentu saja kesiapan masyarakat pemilih, tulisnya. Menurut Budiman Hal yang paling mendasar adalah merubah kultur pemilu kita yang manual menjadi digital.

Trust publik harus dibangun untuk bisa menerima penggunaan teknologi dalam pemilu. Jika tidak ada trust, hanya akan menimbulkan kegaduhan dan kerumitan dalam proses penyelenggaraannya, pungkas Arek Surabaya itu.

Baca Juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim

Setuju, Tapi

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Wacana pemilu menggunakan e-voting direspon beberapa anggota DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) dengan pendapat beragam. Dede Yusuf, anggota DPR RI Komisi 10, berpendapat belum saatnya pemilu 2024 menggunakan e-voting. Di samping undang-undangnya harus diubah dulu maka kemampuan orang Indonesia dalam mengelola manajemen IT, secara luas, harus kuat.

Tidak setuju kalau pemilu 2024 menggunakan e-voting. Kita lihat kondisi kita saat ini. Keamanan data digital kita saja masih belum maksimal. Apalagi ini menyangkut hak hak individu masyarakat, kata politisi Partai Demokrat itu secara singkat kepada Optika.id, lewat WhatsApp, 27/3/2022.

Sementara itu Eva Kusuma Sundari, anggota Komisi XI DPR RI menyatakan setuju dilakukan e-voting.

Tpapi saat ini yang mendesak adalah pengamanan kertas suara. Banyak surat suara yang rusak. Artinya pemilih belum cukup menguasai materi dan kecakapan mencoblos, tulisnya kepada Optika.id lewat WhatsApp, 26/3/2022.

Diakui oleh Sundari bahwa pemilu dan pilkada itu terlalu kompleks. Akibatnya dampaknya luas: mulai dari masalah proses pemilu, penghitungan, dan pengawasan. Semua perlu disederhanakan agar tidak terlalu rumit, urai alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga itu.

Buat saja C1 yg diupload menjadi penghitungan resmi. Tidak usah bertele-tele yang bikin petugas melekan dan banyak yg meninggal. Jadi bikin proses penghitung yg lebih simpel, pendek. Yang lain tetap seperti yang dulu. Nanti kalau sudah melek teknologi semua baru e-voting, pungkasnya.

Baca Juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada

Konsep E-Voting Harus Jelas

Muhammad Arif Affandi, peneliti dan pengamat politik dari PuSDeHam (Pusat Studi Demokrasi dan Hak Asasi Manusia) menganggap ide lontaran Plate harus jelas dulu konsepnya.

Memang perlu diexcercise yang dimaksud menkominfo ini: e-voting atau i-voting? Kalau e-voting (pemilu dengan memanfaatkan teknologi elektronik) relatif bisa dilakukan dan bisa mempercepat proses perhitungan suara, kata dosen Universitas Negeri Surabaya saat diwawancarai lewat telpon oleh Optika.id, Ahad, 27/3/2022.

Lebih detil Andik, sapaan akrab Muhammad Arif Affandi, menjelaskan bahwa selama masih menggunakan TPS (tempat pemungutan suara) maka penyelenggaraan pemilu masih sebagaimana pemilu konvensional.  Kalau i-voting yang menggunakan teknologi internet (melalui aplikasi/program) ini yang perlu dikaji soal keamanan data, surveillance pemilih, hingga pengkondisian pilihan. I-voting lebih kompleks karena semuanya yang berkait denga pemilu digunakan digital dan elektronika, tutur Andik.

Tulisan Aribowo

Editor Amrizal Ananda Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU