[caption id="attachment_8166" align="alignnone" width="300"] Oleh: Cak A. Cholis Hamzah[/caption]
Perang Rusia Vs Ukraina yang sekarang masih berlangsung membuat orang-orang di negara Eropa harus meninggalkan gaya hidup yang selama ini berada di Comfort Zone atau zona nyaman. Itu pendapat kritis dari Judy Dempsey seorang Nonresident senior fellow dari Carnegie Eropa dan kepala editor Strategic Europe.
Baca Juga: KTT Ukraina Terus Mengupayakan Konsensus, Tapi...
Akibat perang itu warga negara-negara Eropa mengalami kesulitan ekonomi, mirip dengan minggu-minggu awal virus corona Maret 2020. Konsumen mulai menimbun bahan makanan. Pembeli di Berlin diizinkan untuk membeli satu bungkus tepung dan satu botol minyak goreng. Dua tahun kemudian, penimbunan kembali dan, di beberapa tempat, begitu juga pembatasan. Kali ini, keadaannya berbeda. Invasi Rusia ke Ukraina telah menyebabkan kekurangan serius, dari pupuk dan sereal untuk pertanian hingga produk memasak dasar untuk rumah tangga. Harga telah meningkat tajam. Belum lagi soal energi, pemerintah Eropa belum sadar selama bertahun-tahun tentang perlunya diversifikasi sumber energi untuk menurunkan ketergantungan pada gas dan minyak Rusia.
Selama bertahun-tahun, ketika Eropa Barat menjadi lebih kaya, bagian benua ini menjadi nyaman bagi warganya dimana toko-toko penuh dengan barang kebutuhan, warga menikmati liburan secara reguler, akses ke energi tak terbatas, dan, tentu saja, stabilitas. Dan orang Eropa dapat mengandalkan Amerika Serikat untuk memberikan jaminan keamanan. Bahkan selama tahun 1990-an, ketika perang di bekas Yugoslavia menyebabkan puluhan ribu kematian dan ratusan ribu pengungsi melarikan diri dari kekerasan dan kehancuran yang mengerikan, Uni Eropa sebagian besar tetap tidak terganggu.
Banyaknya pengungsi (non-Eropa) dari Timur Tengah, Afrika dan Asia tengah akibat konflik yang berkepanjangan - mencari keselamatan di Eropa mengguncang beberapa pemerintah Uni Eropa; ada yang membangun penghalang baja di sepanjang perbatasan mereka. Namun gaya hidup Eropa tidak benar-benar terpengaruh - meskipun partai-partai anti-imigran sayap kanan menggunakan masuknya pengungsi untuk mengklaim bahwa identitas dan budaya Eropa sedang terancam.
Perang di Ukraina sekarang, sebaliknya, telah membalik keadaan dengan cepat. Invasi brutal ke tetangga Uni Eropa yang telah mengakibatkan arus besar pengungsi dan didorong oleh tekad Presiden Rusia Vladimir Putin menimbulkan banyak pertanyaan tentang soliditas arsitektur keamanan Eropa. Hal ini tidak lagi diprediksi stabil dan aman, karena tekanan pada energi dan pasokan makanan tumbuh. Eropa harus berurusan dengan Rusia yang menantang zona nyaman.
Baca Juga: Rusia: Ukraina Kembali Serang dengan Drone dan Rudal
Para pemimpin Uni Eropa bergegas untuk mengurangi ketergantungan Eropa pada energi Rusia. Mereka tidak belajar dari banyak contoh ketika Rusia menggunakan energi sebagai instrumen geostrategis. Sekarang, Moskow dapat mematikan keran gas ke Ukraina sebagai sarana untuk menerapkan tekanan politik pada pemerintah di Kyiv, seperti yang terjadi selama awal 2000-an. Ini dapat mengurangi pasokan ke fasilitas gas Eropa, seperti yang terjadi pada akhir 2021.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Pembangunan pipa gas Nord Stream 1, yang memberi Rusia kemungkinan untuk mengirim gas ke Jerman langsung melalui Laut Baltik bertentangan dengan kebijakan diversifikasi Uni Eropa. Nord Stream 2 sekarang dihentikan oleh Kanselir Jerman Olaf Scholz akan semakin meningkatkan ketergantungan itu. Seperti yang dicatat oleh Kiel Institute for World Economy baru-baru ini, "Jerman tidak menggunakan periode setelah krisis Krimea pada tahun 2014 untuk diversifikasi yang lebih besar dalam impor energi. Sebaliknya, pangsa gas alam Rusia meningkat menjadi lebih dari 50 persen dan tidak ada pengembangan alternatif.
Uni Eropa saat ini mengimpor 90 persen dari konsumsi gasnya, dengan Rusia yang menyediakan sekitar 45 persen dari impor tersebut. Sekitar 25 persen impor minyak dan 45 persen impor batubara juga berasal dari Rusia. Situasi ini menyebabkan pemerintah negara-negara Eropa kesulitan pasokan energi dampak dari perang di Ukraina. Pemeritah Jerman misalnya sedang mencari sumber alternatif. Itu sudah mencapai kesepakatan gas dengan Qatar. Dan pada kunjungannya baru-baru ini ke Eropa, Presiden AS Joe Biden berjanji untuk menyediakan 15 miliar meter kubik (bcm) gas tahun ini ke Eropa. Komisi Eropa mengatakan akan bekerja dengan negara-negara anggota Uni Eropa untuk memastikan permintaan 50 bcm gas alam cair AS setiap tahun hingga 2030. Tapi semua usaha itu belum ada hasilnya.
Baca Juga: Sekjen PBB Mengecam Serangan Rusia yang Menewaskan 40 Warga Ukraina
Karena itu menurut Judy Dempsey Gaya hidup Eropa harus berubah dengan meninggalkan pola hidup yang bertumpu pada zona nyaman selama ini. Ketika perang Rusia-Ukraina berlanjut dan harga meningkat, pemimpin di seluruh Eropa untuk berkomunikasi dengan warga negara mereka apa artinya semua itu bagi zona nyaman mereka yang dulu menina bobokan mereka; karena harus menghadapi kesulitan ekonomi bahkan resiko kematian akibat kedinginan dimusim dingin yang suhunya bisa dibawah nol derajat celcius.
Editor : Pahlevi