Optika.id - Ossy Dermawan juru bicara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat masih menjabat sebagai Presiden RI angkat bicara, terkait utang di masa pemerintahan Joko Widodo dan Susilo Bambang Yudhoyono.
Hal itu merupakan respons dari pernyataan Staf khusus Menteri Keuangan RI, Yustinus Prastowo yang membandingkan utang Jokowi dan SBY.
Baca Juga: Said Didu Vs Stafsus Menkeu, Soal Utang Negara
Ossy menuturkan, perbandingan utang di era SBY dan Jokowi tidak adil. Sebab ada faktor yang mempengaruhi nominal.
Yg disampaikan mas @prastow utk melihat peningkatan utang dlm bentuk nominal saja, tentu ini merupakan perbandingan yang kurang adil, katanya dikutip Optika.id melalui Twitter pribadinya, Jumat (8/4/2022).
Politisi Demokrat itu menegaskan, saat ini nilai mata uang sudah terpengaruh oleh Inflasi.
Saya menyampaikan kurang adil karena nominal utang yang dipaparkan setiap tahunnya akan terpengaruh oleh inflasi, ungkapnya.
Artinya, utang Rp1 juta tahun 2022 ini tidak dapat diperbandingkan dg utang Rp1 juta tahun 2005 dulu, karena daya belinya pada tahun tsb juga pasti berbeda, ujarnya.
Sebelumnya, Staf khusus Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Yustinus Prastowo menilai utang Indonesia tidak bisa dilimpahkan dalam satu pimpinan saja.
Menurutnya, utang Indonesia merupakan kesinambungan dari para pemimpin terdahulu.
Hadir Om @KRMTRoySuryo2Tenang malam ini rileks dulu. Besok saya kupas tuntas soal ini. Pemerintahan Jokowi bertanggung jawab menuntaskan utang pemerintahan Pak SBY, katanya, Selasa (5/4/2022).
Kata Yustinus, utang Indonesia bukan dosa satu pemimpin saja. Melainkan berkesinambungan dari masa ke masa.
Jadi, siapapun pemimpinnya akan menjadi tanggung jawab untuk menyelesaikan utang negara.
Pula Pak SBY thd pemerintahan sblmnya. Kita siapkan pondasi utk kesinambungan fiskal. Optimis anti ambyar! tegasnya.
Pernyataan Yustinus itu merespons cuitan mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Roy Suryo yang menyindirkan sebagai pejabat tukang ralat.
Mana ini StafSus si Tukang Ralat ? Sudah NGUMPET ke Gorong2 seperti Junjungannya-kah? AMBYAR, tulis Roy Suryo sambil membagikan unggahan Said Didu.
Said Didu sendiri memberikan dua penjelasan soal utang Indonesia. Dia menyoroti kenaikan drastis utang di era Jokowi.
Saya jelaskan: 1) utang IMF sdh dilunasi saat SBY. Skrg msh ada dalam jumlah kecil, itu utang baru. 2) Sejak Bung Karno, 6 Presiden sebelum Jokowi buat utang sktr Rp 2.600 trilyun. Pak Jokowi membuat utang hanya waktu 7 tahun sdh Rp 4.400 trilyun blm utang BUMN. Jelas? ungkapnya.
Pemerintahan Jokowi Tak Komprehensif kendalikan Inflasi
Selain itu, Ekonom Senior Faisal Basri menilai pemerintahan Joko Widodo tidak komprehensif dalam mengendalikan laju inflasi.
Menurut Faisal, keberhasilan Jokowi menekan inflasi tidak seindah yang dibayangkan, bahkan hanya semu belaka. Pasalnya, lonjakan harga-harga yang belakangan ini naik membuat beban rakyat semakin bertambah.
Saya ingat legacy Jokowi pertama kali dalam sejarah ialah menghadiahi rakyat Indonesia dengan inflasi yang rendah secara konsisten, ujar Faisal Basri dalam webinar bertajuk Harga Kian Mahal, Recovery Terganggu, Jumat (8/4/2022).
Namun, Faisal memberikan kritik terhadap pemerintahan Jokowi. Terlepas dari caranya mengendalikan inflasi, Ekonom Universitas Indonesia itu menilai pemerintahan Jokowi bukan memperbaiki pasokan dan logistik melainkan melakukan metode injak kaki.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Menurut dia, obsesi Jokowi mengendalikan inflasi dengan hasil cepat malah mengakibatkan subsidi menggelembung.
Saya rasa, sebentar lagi pemerintah akan menyerah karena subsidinya luar biasa, konsumsi pangan yang masih tinggi menandakan sebagian besar rakyat Indonesia pendapatannya masih rendah, ungkap Faisal.
Artinya, jika harga pangan bergejolak akan sangat berpengaruh kepada rakyat miskin akan sangat besar dan Ini menimbulkan gejolak sosial.
Selanjutnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 20 sekitar 20 persen masyarakat yang pengeluaran untuk pengeluaran makanannya 64 persen.
Namun, jika 20 persen masyarakat terkaya pengeluaran makanan hanya 3 9,2 persen dan menyebabkan pertumbuhan angka kemiskinan akan double digit lagi.
Utang Capai Rp 7.014,58 Triliun Jadi Alarm Bagi Negara
Diketahui, angka total nilai utang negara per Februari 2022 diumumkan dalam laporan APBN Kementerian Keuangan bertajuk APBN Kita terbilang fantastis. Pasalnya, angka utang tersebut mencapai angka Rp 7.014,58 triliun.
Menanggapi hal itu, Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera menilai, hal itu harus jadi alarm atau peringatan bagi negara. Namun, ia menyadari memang rasio utang dengan produk domestik bruto sedang naik.
"Ini lampu kuning. Tapi banyak negara memang naik rasio utang dengan PDB-nya karena pandemi," kata Mardani dalam keterangannya, Kamis (7/4/2022).
Mardani mengingatkan, agar utang tersebut jangan sampai membebani negara. Terutama soal perjanjiannya diwanti-wanti agar tak memberatkan.
"Yang terpenting pengelolaan hutang dan jenis hutangnya harus produktif dan term perjanjiannya tidak memberatkan negara," katanya.
Anggota Komisi II DPR RI ini menyatakan, DPR bersama rakyat akan terus mengawasi negara, khususnya mengenai utang tersebut.
"Tapi DPR dan masyarakat wajib terus memantau," katanya.
Diketahui, nilai utang tersebut juga sekaligus mencetak rekor dari yang pernah ada. Jika dihitung dalam bentuk presentase terhadap (PDB) Produk Domestik Bruto, maka utang berada pada angka 40,17 persen.
Komposisi utang tersebut memiliki proporsi lebih besar pada surat berharga lainnya, yakni sebesar 87,88 persen dari keseluruhan. Sedangkan sisa 12,12 persen adalah pinjaman, yang salah satunya terdiri atas pinjaman luar negeri senilai Rp 837,11 triliun.
Meskipun demikian, mengutip dari naskah resmi laporan APBN tersebut, pemerintah menilai posisi utang terjaga dalam batas aman dan wajar, serta terkendali.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi