Mahasiswa Turun ke Jalan, Saat Suara di Parlemen Tak Lagi Pro Rakyat

author Seno

- Pewarta

Senin, 11 Apr 2022 11:03 WIB

Mahasiswa Turun ke Jalan, Saat Suara di Parlemen Tak Lagi Pro Rakyat

i

images - 2022-04-10T132116.304

Optika.id - Aksi demonstrasi mahasiswa di berbagai daerah bermakna mendalam bagi wakil rakyat di Senayan. Gerakan yang akan memuncak pada hari ini, Senin (11/4/2022) merupakan kesadaran atas kesengsaraan rakyat yang tak didengar oleh parlemen di Senayan.

Direktur Gerakan Perubahan, Muslim Arbi mengatakan, rencana aksi unjuk rasa oleh mahasiswa pada Senin (11/4/2022) dianggap merupakan gerakan moral, kesadaran, gerakan intelektual dan panggilan nurani.

Baca Juga: Pengamat Ungkap Kepuasan Jokowi Karena Bansos dan Infrastruktur

"Mengapa demikian? Keadaan kehidupan bangsa hari ini tidak baik-baik saja. Banyak hal yang dilakukan rezim ini bertentangan dengan akal sehat dan pemikiran yang logis," ujar Muslim seperti dilansir RMOL, Minggu (10/4/2022).

Karena menurut Muslim, negara harus berjalan di atas rel konstitusi dan tidak dibenarkan demi kekuasaan lalu konstitusi dibelokkan. Dalam hal ini terkait wacana penundaan Pemilu 2024, perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo, maupun Jokowi tiga periode.

"Itu anarki, anti demokrasi dan tirani. Mahasiswa terpanggil untuk turun ke jalan itu adalah kemestian sejarah. Mahasiswa sebagai agen perubahan, tidak akan tinggal diam untuk bergerak," kata Muslim.

Aksi-aksi mahasiswa di berbagai daerah termasuk aksi Senin (hari ini, red), kata Muslim, patut diapresiasi sebagai kesadaran atas kondisi masyarakat saat ini yang terhimpit oleh kebijakan rezim yang tidak pro rakyat.

Beberapa masalah mendasar yang menjadi catatan Muslim Arbi diantaranya mahalnya harga-harga kebutuhan bahan pokok, meningkatnya tingkat kemiskinan rakyat, melemahnya kepemimpinan nasional dan utang menggunung.

"Infrastruktur-infrastruktur yang tidak tepat guna dan merugi, keuangan negara ke arah kebangkrutan, ancaman konflik sosial dan disintegrasi bangsa, pelanggaran konsitusi, marak KKN," jelas Muslim.

Kesemuanya itu kata Presidium Aliansi Rakyat Menggugat (ARM) merupakan keresahan dan kegelisahan masyarakat, termasuk mahasiswa.

"Jadi tidak salah, jika mahasiswa turun ke jalan di saat suara-suara di ruang parlemen tidak terdengar lagi pro rakyat, malah pro oligarki. Jadi aksi mahasiswa saat ini sudah tepat, ini panggilan sejarah," tukasnya.

Mahasiswa Akan Terus Bergerak

Hal senada dikatakan Ketua Dewan Direktur Sabang Merauke Circle (SMC) Syahganda Nainggolan. Dia meyakini mahasiswa akan terus bergerak. Lantaran sudah tak percaya lagi dengan kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Saya kira makin lama Jokowi bertahan makin banyak mahasiswa yang turun bergerak, ujar Syahganda seperti dilansir Fajar.co.id, Minggu (10/4/2022).

Dia menyebut sejumlah alasan yang membuat banyak mahasiswa dan masyarakat tak lagi percaya dengan Presiden Jokowi.

Salah satu contoh mengenai statemen Jokowi akan memperkuat KPK, yang kemudian justru berbeda, tidak sebagaimana diharapkan oleh publik, ucapnya.

Syahganda juga menyoroti wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode.

Dia menilai hal tersebut sangat melukai hati masyarakat, apalagi wacana disuarakan oleh sejumlah tokoh yang berada di lingkaran pemerintahan dan kekuasaan.

Mahasiswa melawan karena ada upaya perpanjangan jabatan hingga tiga periode, tutur Syahganda.

Menurut tokoh alumni mahasiswa ITB era 80-an ini, para mahasiswa tetap tidak percaya, meski Presiden Jokowi sudah melarang para menterinya bicara soal wacana perpanjangan masa jabatan.

Pasalnya, belum ada pernyataan tegas dari Jokowi yang menegaskan menolak dan tidak bersedia menjabat tiga periode. Dia mengatakan para mahasiswa juga makin peka melihat penderitaan masyarakat, menyusul kenaikan harga kebutuhan pokok.

"Jadi, sudah bertemu isu kultural dengan isu struktural (masalah ekonomi). Ini beban bangsa yang akan dibawa oleh mahasiswa beserta rakyat, tandasnya.

Mahasiswa Diingatkan Tak Anarkis

Sementara itu, pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Adi Prayitno mengingatkan massa jangan sampai mencederai marwah mahasiswa dan melakukan tindakan anarkis.

Baca Juga: Putusan MA Soal Usia Akan Tuai Perdebatan, Akankah Gibran Episode 2?

"Kebebasan berpendapat dan berekspresi merupakan hak konstitusional setiap orang termasuk mahasiswa. Namun, penyampaian pendapat harus dilakukan dalam koridor demokrasi," ujar Adi Prayitno seperti dilansir Antara, Minggu (10/4/2022).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dia mengatakan dalam berunjuk rasa sudah ada rambu-rambu atau aturan yang mengatur tentang penyampaian pendapat. Hal itu utamanya harus dilakukan dalam koridor demokrasi yang baik.

Menurut Adi, jika penyampaian pendapat sampai dilakukan dengan cara "chaos" akan mencoreng citra gerakan mahasiswa. Dalam perkembangan demokrasi negara yang saat ini sudah mulai berkembang bagus, maka upaya menyampaikan aspirasi dengan cara elegan jauh lebih diutamakan.

"Saya yakin mahasiswa bisa. Makanya, di situlah pentingnya untuk mengantisipasi adanya provokasi yang ingin mengacaukan gerakan mahasiswa yang murni," ujarnya.

Adi berharap mahasiswa tetap menjaga muruahnya dalam upaya penyampaian pendapat di muka umum. Demonstrasi yang tertib mencerminkan bahwa mahasiswa piawai dalam menyampaikan pendapat.

"Demo jangan anarkis karena itu bisa melahirkan instabilitas politik dan itu (anarkis) dianggap melanggar undang-undang," ujarnya.

Adi mengingatkan aksi unjuk rasa jangan sampai ada provokasi atau ada penunggang yang mencoba membenturkan mahasiswa dengan pemerintah.

Diketahui, Presiden Joko Widodo sudah melarang para menteri untuk bicara mengenai penundaan pemilu dan masa jabatan presiden tiga periode.

Adi berpendapat itu adalah sikap tegas Presiden Jokowi yang menegur menteri agar tidak membahas hal tersebut.

"Itu 'triger' yang bagus dari presiden. Mestinya ke depan tidak ada lagi menteri yang genit bicara politik," katanya.

IPW Ingatkan Polri Tak Represif

Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso mengingatkan aparat polisi untuk menghindari tindakan represif.

Baca Juga: Adi Prayitno Sebut Kaesang Layak Maju Gubernur, Jangan Wakil!

Sugeng mendesak polisi untuk menghargai hak masyarakat untuk menyuarakan pendapatnya terhadap permasalahan yang sedang dihadapi melalui Standar Operasional Prosedur (SOP) pengamanan yang baku.

Tindakan represif saat situasi di lapangan memanas harus dihindari dengan tetap mengedepankan Pasukan Pengendalian Massa (Dalmas).

Pergeseran dan penarikan Pasukan Dalmas dengan Pasukan Huru-Hara (PHH) harus dihindari dan dijadikan upaya terakhir apabila situasinya tidak terkendali.

Dia menyebutkan biasanya pergantian pasukan tersebut, akan memicu gesekan-gesekan antara pengunjuk rasa dengan aparat pengamanan.

"Tidak jarang, hal ini menimbulkan kericuhan dan situasi chaos," ujarnya dalam keterangannya, Minggu (10/4/2022).

Sugeng mengingatkan unjuk rasa diatur oleh undang-undang. Pemerintah kata dia bertanggung jawab untuk melindungi hak asasi manusia, menghargai asas legalitas.

Termasuk menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan menyelenggarakan pengamanan sesuai UU Nomor 9 Tahun 1998.

"Penyampaian pendapat di muka umum tersebut dijamin oleh Undang-Undang," tutupnya.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU