Optika.id, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, apabila terbukti menerima fasilitas dari BUMN berupa tiket menonton MotoGP Mandalika, Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) beberapa waktu yang lalu.
ICW menilai Lili tak hanya bisa dijerat dengan pelanggaran etik, melainkan juga dengan pidana. ICW pun tak terkejut dengan kabar Lili kembali dilaporkan ke Dewas KPK.
Baca Juga: Ketua DPRD Jatim 2019-2024 Diusut KPK: Kapan Tersangka?
"Sebab, rekam jejak yang bersangkutan memang bermasalah, terutama pasca komunikasinya dengan pihak berperkara terbongkar ke tengah masyarakat," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu (13/4/2022).
Kurnia menerangkan ada sejumlah pasal dalam ranah pidana yang berpotensi menjerat Lili. Pertama, penerimaan fasilitas itu bisa dianggap gratifikasi apabila Lili pasif dan tak melaporkan penerimaan tersebut ke KPK.
"Tindakan ini jelas melanggar Pasal 12 B UU Tipikor dan Wakil Ketua KPK itu dapat diancam dengan pidana penjara 20 tahun bahkan seumur hidup," jelas Kurnia.
Kedua, penerimaan itu bisa dianggap sebagai praktik suap apabila pihak pemberi telah berkomunikasi dengan Lili dan terbangun kesepakatan untuk permasalahan tertentu, misalnya, pengurusan suatu perkara di KPK. Tindakan ini jelas melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor dengan hukuman 20 tahun penjara bahkan seumur hidup.
"Ketiga, penerimaan itu bisa dianggap sebagai pemerasan jika Lili melontarkan ancaman terhadap pihak pemberi dengan iming-iming pengurusan suatu perkara. Tindakan ini memenuhi unsur Pasal 12 huruf e UU Tipikor dengan ancaman 20 tahun penjara bahkan seumur hidup," jelas Kurnia.
Sebelumnya, Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) juga menuntut Lili mundur dari KPK terkait masalah tersebut.
"Saat ini Dewan Pengawas KPK sedang melakukan investigasi atas dugaan pelanggaran etik Lili Pintauli Siregar atas dugaan fasilitas VIP menonton balapan MotoGP di Mandalika yang diberikan pihak lain. Untuk itu, demi kebaikan KPK, sudah semestinya LPS mengundurkan diri. Kami berpandangan LPS telah membebani KPK dan sudah tidak berguna bagi KPK," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada wartawan, Rabu (13/4/2022).
Baca Juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat
Dia mengatakan Lili saat ini juga diproses oleh Dewas terkait dugaan berbohong dalam konferensi pers. Dia mengatakan hal ini harusnya menjadi kartu kuning kedua bagi Lili, yang pernah dijatuhi sanksi pemotongan gaji oleh Dewas.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
"LPS juga masih jadi pasien Dewan Pengawas terkait dugaan berbohong dalam jumpa pers resmi berupa membantah pernah komunikasi dengan pihak-pihak Wali Kota Tanjungbalai dan lain-lain," katanya.
"Jadi ini mestinya sudah menjadi kartu kuning kedua dan ketiga yang sebelumnya telah mendapat kartu kuning pertama berupa putusan bersalah melanggar kode etik berhubungan dengan Wali Kota Tanjungbalai," tambahnya.
Boyamin meminta Dewas segera menuntaskan dugaan pelanggaran etik Lili. Hal ini, katanya, akan berpengaruh terhadap citra KPK.
Baca Juga: KPK Seharusnya Tak Periksa Kaesang, Tetapi Juga Selidiki!
"MAKI meminta Dewas KPK untuk segera menuntaskan proses investigasi dan dilanjutkan persidangan guna memberikan kepastian atas dugaan pelanggaran LPS demi kepercayaan publik kepada KPK. Apabila berlarut-larut, akan makin menggerus kepercayaan masyarakat dengan akibat akan semakin menurun kinerja KPK memberantas korupsi karena pimpinannya bermasalah," tandasnya.
Reporter: Denny Setiawan
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi